Mediaumat.info – Dilaporkannya Jampidsus (Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus) ke KPK yang sedang menangani kasus dugaan korupsi Rp 300 triliun terkait tambang timah antara 2015-2022 dinilai sebagai bentuk teror koruptor kepada aparat penegak hukum.
“Kita mengetahui bahwa Jampidsus sedang menangani kasus dugaan korupsi Rp 300 triliun terkait tambang timah antara 2015-2022. Kasus ini diduga mendapatkan beking dari pensiunan jenderal, sehingga penguntitan terhadap Jampidsus oleh diduga Densus dan konvoi di depan gedung Kejagung adalah bentuk teror koruptor kepada aparat penegak hukum,” tutur Pengamat Politik Islam Dr. Riyan, M.Ag. kepada media-umat.info, Ahad (2/6/2024).
Menurutnya, fakta terakhir Kapolri dan Jaksa Agung dikabarkan sudah bertemu dan setelah itu kasus penguntitan terhadap Jampidsus oleh diduga Densus dan konvoi di depan gedung Kejagung dianggap selesai.
“Maka hal itu adalah bentuk nyata pembusukan institusional (institusional decay) penegak hukum. Karena tampak jelas kepentingan pribadi beking dan tentu para koruptor berhasil mengadu domba dua lembaga penegak hukum. Tapi justru oleh Kapolri dan Jaksa Agung ditutupi seolah dianggap bukan perkara besar (kasus teror oleh Densus),” ungkapnya.
Maraknya korupsi di negeri ini, kata Riyan, karena penerapan sistem sekuler-demokrasi liberal membuat ongkos politik mahal dan tentu secara alami membutuhkan sumber pembiayaan yang besar.
“Di sinilah demokrasi sudah terbukti self-destructive (rusak dari dalam),” ujarnya.
Selain itu, adanya oligark yang sebenarnya berkuasa, baik politikus dan kapitalis, maka sistem demokrasi ini menjadi alat untuk mereka menjadikan negara ini membuat kebijakan hanya untuk kepentingan dan keserakahan mereka (para koruptor). “Jadi segelintir manusia serakah inilah yang membuat korupsi semakin menjadi-jadi,” tegasnya.
Solusi
Riyan mengungkap untuk mengatasi korupsi paling tidak ada tiga hal. Pertama, harus ada perubahan sistem. Dari sistem sekuler-demokrasi-kapitalis menjadi sistem yang baik, yaitu sistem Islam, dengan penerapan syariah Islam secara kaffah dalam naungan khilafah.
“Sehingga akan terjadi keadilan dan kesejahteraan yang hakiki dan benar-benar berpihak ke rakyat,” tegasnya.
Kedua, dibutuhkan pemimpin yang baik, yaitu pemimpin yang amanah dan hanya mau taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Sehingga pemimpin ini tidak akan tergoda dengan gemerlap dunia sehingga korupsi.
“Pemimpin seperti ini akan fokus kepada bagaimana Islam menjadi rahmatan lil alamin,” jelasnya.
Ketiga, harus ada kontrol dan koreksi secara kontinyu dari masyarakat baik secara individu dan kolektif.
“Sehingga pemimpin dan sistem akan tetap terkawal untuk tetap berjalan di rel syariah,” pungkasnya. [] Achmad Mu’it
Dapatkan update berita terbaru melalui channel Whatsapp Mediaumat