ITB Dikapitalisasi Kepentingan Oligarki Properti

 ITB Dikapitalisasi Kepentingan Oligarki Properti

MediaUmat Alumni dan Dosen ITB Mohammad Jehansyah Siregar menilai kerja sama Institut Teknologi Bandung (ITB) dengan pengembang properti Pantai Indah Kapuk (PIK) 2 sebagai bentuk kapitalisasi kampus oleh kepentingan oligarki properti.

“Kalau ITB diberikan lahan untuk bangun kampus padahal ITB tidak membutuhkan, ya bukankah ITB-nya yang dikapitalisasi?” tegasnya dalam diskusi Alumni & Dosen ITB Protes. Rektor ITB Diperalat PIK 2. Proyek Tanggul Raksasa 500 Km, Siapa Untung? yang ditayangkan kanal YouTube Abraham Samad Speak Up, Sabtu (12/7/2025).

Menurutnya, langkah penandatanganan nota kesepahaman itu dinilai tidak hanya gegabah, tetapi juga mencederai prinsip transparansi dan akuntabilitas kampus. Pasalnya, keputusan penting tersebut dilakukan secara tertutup tanpa melibatkan civitas academica, mahasiswa, maupun alumni.

“MoU itu ditandatangani tanpa hearing ke civitas academica, mahasiswa, alumni. Itu yang membuat kaget,” beber Jehansyah.

Protes pun bermunculan dari kalangan alumni dan dosen. Mereka mempertanyakan urgensi pembangunan kampus baru, sementara kampus-kampus yang sudah ada masih menghadapi persoalan pengelolaan dan sumber daya.

“Apakah ITB kekurangan lahan? Sekarang saja kerepotan ngurus Ganesa, Jatinangor, dan Cirebon,” sindirnya.

Alih-alih membela kepentingan rakyat, kampus justru memberi karpet merah bagi pemilik modal.

Ia menilai, pemberian lahan satu hektare di kawasan reklamasi PIK 2 justru menjadi jebakan kapitalisasi, bukan bentuk penguatan tridarma perguruan tinggi. Apalagi, kawasan PIK 2 dikenal sebagai wilayah yang sarat konflik agraria dan persoalan lingkungan.

“Pola-pola pembebasan lahan seperti yang dilakukan PIK 2 itu tidak bisa dibiarkan. ITB seharusnya justru mengambil inisiatif, bukan ikut dikendalikan developer,” kritiknya.

Menurutnya, kerja sama ini mencerminkan bagaimana kampus yang seharusnya menjadi pusat kecendekiaan justru terkooptasi dalam skema pembangunan yang dikendalikan swasta dan minim kontrol negara.

“Selama ini pembangunan kawasan itu led by private sector. Harusnya negara yang memimpin, ITB memberi kapasitas, dan BUMN yang mengoperasikan,” jelasnya.

Ia juga menegaskan, penundaan kerja sama oleh pihak rektorat belum cukup. ITB harus bersikap tegas menarik diri secara menyeluruh agar tidak terjerumus lebih jauh ke dalam jejaring kepentingan bisnis.

“Saya melihat itu kurang tegas. ITB seharusnya menarik diri secara total dari proyek ini,” tandasnya.[] Zainard

Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *