Mediaumat.news – Serangan-serangan militer Israel yang kembali dilakukan di Jalur Gaza, Palestina, pada Sabtu (3/7) tengah malam dengan dalih balasan atas teror balon-balon api Hamas ke wilayahnya, dinilai Pengamat Politik Internasional Umar Syarifudin sebagai cara Israel dalam menjalankan pesta teror pembunuhannya terhadap penduduk Gaza.
“Begitulah cara Israel dalam menjalankan pesta teror pembunuhannya. Sementara dunia terus menonton pendudukan penjahat Israel yang terus mengulang-ulang kejahatannya terhadap Masjidilaqsa dan penduduknya,” tuturnya kepada Mediaumat.news, Senin (5/7/2021).
Umar menyayangkan, sikap dunia yang hanya bisa menonton kebrutalan Israel terhadap Masjidilaqsa dan penduduknya melalui serangkaian penggalian, menerobos masjid, menodai kesucian masjid, melakukan pembunuhan dan melukai para pengunjung masjid. “Juga berbagai kejahatan terhadap penduduk Gaza termasuk pemboman yang berulang-ulang dan pembunuhan terhadap para aktivis perlawanan,” ujarnya.
Ia juga menyesalkan pendudukan Yahudi yang bertindak brutal tanpa pengawasan dan pertanggungjawaban. “Karena tidak adanya pihak yang mencegahnya dan tidak akan mau menerima dirinya dikenai tuduhan,” tegasnya.
Tanggung Jawab Muslimin
Umar menilai isu Palestina yang menjadi masalah selama beberapa dekade dan mengapung tanpa solusi yang benar seharusnya menjadi tanggung jawab seluruh umat Islam. “Serangan terhadap Gaza terus terjadi setiap tahun. Isu Palestina adalah tanggung jawab semua umat Islam,” ujarnya.
Menurutnya, umat Islam memiliki militer yang ikhlas berperang melawan kekejaman Israel. “Namun kita tidak memiliki deklarasi otoritas negara untuk mengirimkan pasukan tentara yang bisa membantu dan membebaskan kaum Muslim di Palestina,” ungkapnya.
Umar menilai perang melawan entitas Yahudi sebagai sebuah negara bukanlah tanggung jawab suatu kelompok seperti Hamas. “Semua Muslim harus bersatu di bawah satu bendera ar-rayah, yang dipimpin oleh amirul jihad, khalifah yang menyatakan jihad melawan musuh Allah ini. Pembunuhan dan penghinaan kepada kaum Muslim, wanita dan anak-anak hanya dapat dihentikan dengan kehadiran seorang khalifah. Apa yang penting bagi saudara-saudara kita di Palestina adalah hidup mereka. Uang tidak dapat menjamin, tetapi keberadaan khilafah akan melindungi keselamatan dan kehidupan umat,” bebernya.
Ia mencontohkan peristiwa Perang Badar pada 17 Ramadhan 2 H. “Rasulullah SAW sebagai pemimpin negara menyatakan jihad melawan musuh Allah. Perang pertama dan kemenangan setelah pembentukan Madinah, menunjukkan kehadiran signifikan dari Negara Islam di Jazirah Arab dan mengancam negara-negara sekitarnya,” ujarnya.
“Di bulan Syawal tahun yang sama, terdapat kisah yang dikenal ketika seorang wanita Muslim dilecehkan oleh orang-orang Yahudi. Jubahnya dijepit dan dilucuti oleh orang Yahudi Banu Qainuqa. Seorang Muslim yang lewat membunuh orang Yahudi itu. Para kerabat dari orang Yahudi itu lalu membunuh Muslim itu sebagai pembalasan. Orang-orang Yahudi itu telah melanggar kesepakatan dan kemudian mereka dibuang,” tambahnya.
Lebih lanjut, Umar mengungkap sejarah Khalifah Mu’tasim Billah yang menjadi contoh baik dari seorang penguasa Muslim yang membela Islam, dan kehormatan kaum Muslim. “Pada waktu itu, seorang wanita Muslim ditangkap oleh orang Romawi di tempat yang bernama ‘Amuriyyah. Mereka mencoba untuk menghinanya. Ketika Khalifah Mutasim Billah mendengar jeritan perempuan itu, yang menyebut ‘Ya Mu’tasim’, ia pun tertegun dan berkata, ‘Wallahi, aku akan mengirim tentara yang demikian besar sehingga saat ujung pasukan mencapai wilayah itu pasukan di belakangnya masih akan meninggalkan pangkalan kami. Katakan kepadaku kota terkuat di Roma dan saya akan mengirimkan tentara ke kota itu’.”
“Ini adalah respon yang menentukan dari khalifah, ketika kehormatan salah seorang saudara atau ibu kita terusik,” pungkas Umar.[] Achmad Mu’it