Iran-Israel, dari Perang Dingin Jadi Serangan Militer Langsung

 Iran-Israel, dari Perang Dingin Jadi Serangan Militer Langsung

MediaUmat Himpunan Intelektual Muslim Indonesia (HILMI) menilai Konflik Iran–Israel telah berkembang dari perang dingin menjadi konfrontasi terbuka dengan serangan militer langsung.

“Konflik Iran–Israel telah berkembang dari perang dingin menjadi konfrontasi terbuka dengan serangan militer langsung,” ujarnya kepada media-umat.com, Senin, (16/06/2025).

HILMI menggambarkan hubungan Iran dan Israel mengalami pergeseran dramatis pasca Revolusi Islam 1979.

“Saat di bawah Shah Mohammad Reza Pahlavi, Iran menjalin hubungan dekat dengan Israel, termasuk dalam ekonomi dan keamanan,” sambungnya.

Namun, ucapnya, setelah Khomeini mengambil alih kekuasaan dan mendirikan Republik Islam, hubungan diplomatik dengan Israel itu putus total.

“Juga secara ideologis mengecam keberadaan negara Yahudi tersebut, menyebutnya sebagai Iblis Kecil,” tegasnya.

Dalam Perang Gaza mulai tahun 2023, menurut HILMI, keterlibatan proxy Iran untuk melakukan serangan terhadap Israel, semakin meningkatkan kekesalan Israel terhadap Iran.

“Hizbullah, berbasis di Lebanon selatan, telah meluncurkan serangan roket intensif ke wilayah utara Israel. Sehingga puluhan warga sipil dan tentara Israel dilaporkan tewas, dan lebih dari 1000 bangunan mengalami kerusakan berat. Lebih dari 60.000 warga Israel mengungsi. Israel akhirnya dipaksa untuk mau melakukan gencatan senjata dengan Hizbullah,” ulasnya.

Selain itu, kata HILMI, serangan terus menerus Houthi di Yaman membuka front perang baru bagi Israel. “Gangguan Houthi di Laut Merah dan serangan terus menerus ke Israel menimbulkan teror terhadap warga dan dampak ekonomi terhadap Israel,” bebernya.

Sama-sama Punya Problem Internal

HILMI menyebutkan bahwa mereka sama-sama punya problem internal.

“Secara ekonomi, Iran yang negara sedang buruk karena inflasi tinggi, menurunnya nilai tukar Riyal, ekspor minyak turun, termasuk krisis energi dalam negeri menyebabkan pemadaman listrik harian dan kelangkaan bahan bakar,” jelasnya.

Situasi ini, menurutnya, diperparah oleh krisis pangan dan air yang meluas sampai memicu kritik dan protes besar di masyarakat.

“Sedangkan Israel juga menghadapi tekanan ekonomi akibat Perang Gaza dan konflik penyertanya,” lanjutnya.

“Warga Israel juga mengalami efek psikologis mendalam akibat perang,” sebutnya.

Berdasarkan data dari Haifa University yang menyebutkan 60% warga dewasa yang tak langsung terdampak konflik, sebut HILMI, mengalami gejala stres berat atau awal post-traumatic stress disorder (PTSD).

Peta Geopolitik, Israel Lebih Diuntungkan

Menurut HILMI, Israel lebih diuntungkan karena didukung negara-negara Barat dan sejumlah negara Arab yang memusuhi Iran.

Jika perang berlanjut, sebut HILMI, AS dan sekutunya bisa terlibat langsung atau tak langsung membantu Israel.

“Ini kontras dengan posisi Iran yang kerap terisolasi secara politik dan ekonomi akibat sanksi internasional atas program nuklirnya, dan dikaitkan dengan kelompok milisi bersenjata seperti Hizbullah, Hamas, dan Houthi,” pungkasnya.[] Muhammad Nur

Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *