Insiden Kereta Teknis KCJB, Tambah Daftar Karut-Marut Proyek Kereta Cepat

 Insiden Kereta Teknis KCJB, Tambah Daftar Karut-Marut Proyek Kereta Cepat

Mediaumat.id – Insiden tabrakan antara lokomotif kereta cepat dan kereta teknis di Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, menambah daftar karut-marutnya proyek pembangunan Kereta Api Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) tersebut.

“Jelas menambah karut marut setelah sebelumnya melalui analisis kajian ekonomi, kajian bisnis, (proyek KCJB) ini tidak layak,” ujar Pengamat Kebijakan Publik Indonesian Justice Monitor (IJM) Dr. Erwin Permana kepada Mediaumat.id, Senin (18/12/2022).

Dikatakan, secara rute Jakarta-Bandung, masih banyak alternatif moda transportasi yang tersedia. “Ada jalur tol, kereta juga masih aktif. Jadi ini sangat tidak layak sebetulnya,” ucap Erwin, yang juga menyampaikan jalur Jakarta-Bandung terlalu pendek untuk moda kereta cepat.

Adalah insiden yang terjadi Ahad (18/12), dan mengakibatkan dua pekerja warga negara asing (WNA) asal Cina meninggal dunia. Menguatkan kebenaran informasi itu, Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol. Dedi Prasetyo di Jakarta, Senin (19/12) pun membenarkan. “Betul (WNA Cina), informasi dari Polda Jawa Barat, pekerja teknis,” kata Dedi.

Selain dua orang meninggal dunia, dilaporkan juga ada empat orang lain mengalami luka berat.

Kecelakaan tersebut diduga terjadi saat sedang pemasangan rel. Diinfokan, lokomotif kereta cepat sedang melaju kencang dari wilayah Kicau Bojong Koneng.

Setibanya di lokasi kejadian, di Kampung Cempaka Mekar, kereta tersebut lepas dari ujung rel yang sedang dipasang dan terjadi tabrakan dengan kereta teknis.

Namun terlepas kronologi tersebut, sambung Erwin, insiden itu sekaligus mengonfirmasi bahwa proyek itu memang dikerjakan dengan asal-asalan.

“Persiapan teknisnya minim, terus kemudian keselamatan pekerjanya itu juga terbukti tidak menyelamatkan pekerja, dengan adanya kejadian ini,” ucapnya, tanpa berniat mendahului hasil investigasi yang akan dilakukan pihak berwenang.

Padahal, lanjutnya, semua pihak memahami biaya dari pengerjaan proyek itu sangat besar. Apalagi pemerintah mencanangkan pembangunan KCJB sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN) yang memiliki panjang trase (rute) 142,3 kilometer dengan tipe struktur elevated (layang) sepanjang 82,7 kilometer dan sisanya berupa 13 tunnel (terowongan) dan subgrade (di atas tanah dasar).

Sementara, dari segi besaran pembiayaan, membengkak lebih dari Rp27 triliun menjadi Rp 114,24 triliun. Padahal sesuai proposal dari pemerintah Cina, megaproyek ini mulanya diperhitungkan membutuhkan biaya Rp86,5 triliun dan haram menggunakan duit APBN.

“Jadi per kilometernya itu, itu (hampir) satu triliun (rupiah),” tukasnya, yang menyebut proyek KCJB selain tidak bisa menjamin keselamatan para pekerjanya juga boros.

Belum lagi dari sisi pengembalian modal atau yang biasa disebut balik modal. “Dengan biaya yang sedemikian besar, kapan pengembalian dananya, berapa ratus tahun itu baru akan kembali anggaran investasinya?” kata Erwin.

Sebab hal sama juga pernah dipaparkan seorang ekonom di tahun lalu, terkait balik modal, dengan beberapa macam simulasi atau skema sederhana. Kala itu ia menyampaikan, bahwa butuh waktu hingga 139 tahun untuk balik modal dimaksud. Itu pun, katanya, belum memperhitungkan biaya operasionalnya.

“Siapa sih orang yang mau berinvestasi untuk jangka waktu sedemikian panjang?” tanya Erwin, sembari menganggap suatu kebodohan apabila ada investor mau berinvestasi dengan skema balik modal yang demikian panjang itu.

Fatalnya, kata Erwin, yang bakal mengembalikan dana investasi nantinya adalah pemerintah. Sehingga ia pun khawatir, negeri ini semakin didikte secara politik oleh Cina apabila tidak bisa melakukan pengembalian modal dimaksud. “Itu kan yang lebih mengerikan itu,” cetusnya.

Ambisi

“Sebetulnya ya masalahnya, masalah ambisi Jokowi yang tidak kunjung padam,” lontarnya, dengan menambahkan, mantan Wali Kota Solo itu telah memperturutkan ambisinya di tengah ketidakmampuan negeri ini untuk membangun KCJB.

Terlebih, pembangunan itu dilakukan di atas utang. “Siapa yang membayar utang nantinya? Emang Jokowi yang bayar utang? Enggak kan? Masyarakat, APBN-lah yang membayar,” terang Erwin.

Oleh karena itu, ia menilai pemerintah saat ini tidak mengerti tentang hakikat dari pembangunan. Mereka mendefinisikan pembangunan pada fisik infrastruktur saja, bukan pembangunan manusia seutuhnya.

“Jokowi menyampingkan pembangunan manusia. Ini kan aneh. Padahal pembangunan yang sejati itu adalah pembangunan manusia,” sebutnya.

Tak ayal, Erwin pun memandang persoalan kepemimpinan saat ini enggak kapabel, namun ambisius, dan celakanya cenderung arogan.

Menurutnya, ini semua disebabkan lebih karena sistem yang memang cenderung melahirkan pemimpin-pemimpin seperti itu. “Ini berkait kelindan dengan sistem yang memang mendukung terjadinya arogansi pemimpin dan juga kesewenang-wenangan pemimpin itu yakni sistem demokrasi sekuler,” pungkasnya.[] Zainul Krian

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *