Inflasi: Senjata Sunyi yang Menyembelih Mesir dan Rakyatnya

Oleh Ustadz Said Fadil*
Hari ini, inflasi di Mesir bukan lagi sekadar angka yang diumumkan dalam buletin Badan Pusat Mobilisasi Publik dan Statistik, atau pernyataan dari Bank Sentral. Ketika pemerintah mengumumkan inflasi resmi turun menjadi sekitar 12% atau menargetkan 10% dalam beberapa tahun mendatang, rakyat kecil bertanya: Apakah ini mencerminkan kenyataan? Apakah ini sesuai dengan lonjakan harga makanan, transportasi, energi, dan obat-obatan yang kami hadapi setiap hari?
Kesenjangan antara angka resmi dan realitas hidup sehari-hari menyingkap hakikat inflasi: bukan gejala ekonomi netral, melainkan pajak tersembunyi yang dipaksakan kepada umat tanpa hukum maupun undang-undang. Inflasi adalah alat untuk menjarah kantong rakyat dan menguras tabungan mereka.
Inflasi berarti penurunan daya beli uang. Apa yang kemarin bisa dibeli dengan satu pound Mesir, hari ini butuh dua pound atau lebih. Kenaikan harga ini bukan berarti nilai barang meningkat, melainkan karena nilai uang itu sendiri merosot. Inilah pencurian tidak langsung terhadap jerih payah para pekerja, petani, dan pegawai, karena gaji tetap mereka kehilangan nilai seiring waktu. Bahkan para ekonom Barat menyebut inflasi sebagai “pajak tersembunyi.” John Maynard Keynes menukil perkataan Lenin: “Cara terbaik menghancurkan sistem kapitalis adalah dengan merusak mata uang. Melalui inflasi berkelanjutan, pemerintah dapat merampas, secara rahasia dan tak terlihat, sebagian besar kekayaan warganya… Lenin benar. Tak ada cara yang lebih halus dan pasti untuk meruntuhkan masyarakat selain merusak mata uang.”
Inilah pengakuan gamblang bahwa inflasi bukan sekadar gejala ekonomi, tetapi instrumen penjarahan kekayaan.
Penderitaan rakyat Mesir hari ini—harga roti, beras, minyak, dan ongkos transportasi yang melambung—adalah bukti nyata bahwa inflasi bukan sekadar angka di grafik resmi. Ia adalah krisis penghidupan, menekan keras keluarga miskin dan kelas menengah yang tabungannya terkikis hingga terjerumus ke jurang kemiskinan.
Pada Agustus 2025, Mesir mengumumkan inflasi perkotaan sekitar 12%, sementara analis memperkirakan 14% atau lebih. Untuk kebutuhan pokok seperti makanan dan energi, inflasi nyata mencapai 20% bahkan 30%. Perbedaan ini menyingkap bahwa negara menutupi hakikat krisis, dan data resminya tak mencerminkan penderitaan rakyat. Pegawai bergaji tetap atau petani yang menjual hasil panen dengan harga tetap mendapati dirinya tak mampu mengejar laju kenaikan harga.
Di sini, inflasi berubah menjadi sarana negara—bersama lembaga internasional—untuk merampok uang rakyat atas nama kebijakan moneter dan reformasi ekonomi.
Apa yang terjadi hari ini adalah kezaliman nyata. Syariah menempatkan perlindungan harta sebagai salah satu dari lima tujuan pokok (maqashid syariah) yang wajib dijaga. Allah (swt) berfirman:
وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُم بَيْنَكُم بِالْبَاطِلِ
“Dan janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan cara yang batil.” [QS. Al-Baqarah: 188]
Rasulullah (saw) bersabda:
«كُلُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ، دَمُهُ وَمَالُهُ وَعِرْضُهُ»
“Segala sesuatu dari seorang Muslim haram atas Muslim lainnya: darahnya, hartanya, dan kehormatannya.”
Inflasi adalah bentuk pemakan harta rakyat secara batil. Negara mencetak uang atau melemahkan nilainya tanpa dasar riil, sehingga kekayaan rakyat terkikis dan jerih payah mereka sia-sia.
Pada hakikatnya, uang bukanlah komoditas untuk diperjualbelikan demi dirinya sendiri. Ia hanyalah ukuran nilai dan alat tukar. Saat fungsi ini hilang karena pencetakan uang kertas tanpa jaminan, sistem ekonomi rusak, dan harta rakyat dilahap secara zalim. Ibnu Taimiyah berkata:
النقد لا يقصد لنفسه بل هو وسيلة إلى معرفة مقادير الأموال وقيمتها
“Mata uang tidak dimaksudkan untuk dirinya sendiri. Ia hanyalah sarana untuk mengetahui ukuran dan nilai kekayaan.”
Ini menegaskan bahwa melucuti nilai mata uang adalah pencurian terhadap mekanisme yang mengatur transaksi.
Islam sejak awal telah menyelesaikan krisis uang dengan menetapkan emas dan perak sebagai dasar mata uang. Dinar dan dirham menjadi mata uang syariah negara Islam selama berabad-abad, menjaga kestabilan harga bahkan di masa kejayaan perdagangan global. Imam Asy-Syafi’i berkata:
ولا يجوز أن تكون الدراهم والدنانير إلا ما كان من ذهب وفضة
“Dirham dan dinar tidak boleh kecuali yang terbuat dari emas dan perak.”
Syariah menetapkan mata uang harus berupa kekayaan riil yang bernilai intrinsik, bukan kertas fiat yang dicetak pemerintah atau dipinjamkan bank sentral internasional sesuai hawa nafsu mereka. Hanya dengan cara ini akar inflasi dapat diputus, dan kekayaan umat terlindungi dari pencurian.
Namun solusi syariah tidak lengkap tanpa membongkar peran jahat lembaga internasional seperti IMF dan Bank Dunia yang memaksakan utang berbunga kepada Mesir dan negara lain, menenggelamkan mereka dalam lilitan utang, lalu memaksa kebijakan penghematan yang semakin memiskinkan rakyat. Ekonom Amerika, John Perkins, mengaku dalam bukunya “Confessions of an Economic Hit Man” bahwa ia adalah seorang “algojo ekonomi” yang bertugas menenggelamkan negara berkembang dalam utang agar tetap tunduk pada Amerika dan korporasi multinasional. Ini adalah pengakuan gamblang bahwa lembaga-lembaga itu hanyalah geng perampok internasional yang menjarah kekayaan bangsa.
Inflasi bukan semata akibat kebijakan domestik. Ia adalah alat kolonialis, dipaksakan melalui pengikatan mata uang lokal pada dolar AS—padahal dolar sendiri sejak 1970-an tak lagi ditopang emas. Dolar dicetak tanpa cadangan, sementara negara berkembang dipaksa mengaitkan mata uangnya padanya dan membayar utang dengannya, sehingga merekalah yang menanggung inflasi yang diekspor sistem kapitalis Amerika ke seluruh dunia.
Islam menyediakan obat tuntas bagi krisis inflasi:
- Menghapus uang kertas fiat tanpa jaminan dan menggantinya dengan emas dan perak, atau uang kertas yang merepresentasikan keduanya.
- Mengharamkan riba secara mutlak, menghancurkan sistem utang ribawi yang menjerat negara dalam defisit dan inflasi.
- Menegakkan Khilafah Rasyidah yang menerapkan syariah dalam ekonomi dan semua aspek kehidupan, serta memutus ketergantungan pada lembaga internasional dan negara kolonialis.
- Mendistribusikan kekayaan melalui mekanisme syariah seperti zakat, fai’, dan anfal, serta mengatur kepemilikan umum, individu, dan negara untuk mencegah monopoli dan perampokan.
Inflasi yang melanda Mesir hari ini bukan takdir yang tak bisa ditolak. Ia adalah produk sistem moneter rusak berbasis uang fiat dan utang ribawi lembaga internasional. Ia sejatinya pajak tersembunyi dan pencurian sistematis atas keringat, tenaga, dan tabungan rakyat.
Tak ada jalan keluar kecuali kembali kepada Islam: pada dinar dan dirham, serta memutus belenggu lembaga kolonialis Barat. Hanya dengan itu umat akan terbebas dari belenggu inflasi dan pencurian kekayaan hidupnya. Rasulullah (saw) bersabda:
«مَنْ غَشَّنَا فَلَيْسَ مِنَّا»
“Siapa yang menipu kami, maka ia bukan bagian dari kami.”
Dan inflasi adalah bentuk penipuan besar yang dilakukan rezim dan negara kolonialis.
Biarlah suara umat bergema: Kami tak mau lagi dirampok, dan kami hanya menerima syariat Allah (swt) sebagai hukum dan standar kami.
Anggota Kantor Media Hizbut Tahrir Wilayah Mesir
Sumber: Koran Al-Rayah – Edisi 567 – 01/10/2025 M
Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat