Indonesia Bakal Tingkatkan Impor Energi dari AS, Ekonom: Sikap Pengecut

MediaUmat.info – Negosiasi Indonesia terhadap tarif Trump dengan meningkatkan impor energi dari Amerika Serikat, dinilai Ekonom Pusat Analisis Kebijakan Strategis (PAKTA) Muhammad Hatta sebagai sikap pengecut.

“Impor energi yang ditingkatkan kepada AS sebagai bentuk kompromi adalah sebuah sikap pengecut yang tidak seharusnya dilakukan,” ujarnya kepada media-umat.info, Kamis (1/5/2025).

Karena, menurutnya, ini akan semakin memperparah kebergantungan kepada pihak asing, sangat bertolak belakang dengan semangat kedaulatan energi yang notabenenya sudah ditargetkan melalui proyek hilirisasi. Indonesia sejatinya memiliki banyak dan bahkan melimpah sumber energi.

“Namun di bawah tata kelola ekonomi yang kapitlistik, sumber daya energi justru menjadi petaka. Lihat saja di tahun 2022 ketika PLN teriak tidak memiliki batu bara, padahal setiap tahun produksi batu bara mencapai ratusan juta ton,” ungkapnya.

Menuurt Hatta, AS membuat alasan yang dangkal dan lemah dengan tarif balasan (resiprokal) kepada Indonesia karena terlebih dahulu mengenakan tarif terhadap produk-produk AS serta dikarenakan defisitnya neraca perdagangan (by product) senilai USD14.3 miliar di tahun 2024.

“Adil tidaknya transaksi perdagangan semestinya tidak dilihat hanya dari defisit atau tidaknya sebuah negara dalam transaksi, seharusnya juga melihat dan mempertimbangkan penggunaan mata uang yang digunakan,” ujarnya.

Ia mengingatkan, AS mendapatkan keuntungan besar dari model perdagangan internasional, seperti sekarang, sejak AS mengkhianati perjanjian Bretton Woods, menghapus keharusan menyokong setiap dolar dengan emas. Pada tahun 1971 dan 1972 defisit masing-masing USD 1.3 dan 5.4 miliar. Tahun 2024 defisit melonjak mencapai USD 917 miliar.

“Lebih jauh, satu sisi AS mendapat keuntungan besar dengan memaksakan perdagangan internasional (balance on goods and services) dengan menggunakan mata uang USD. Sisi lain, AS juga melakukan investasi di seluruh dunia dengan USD dan kemudian mendapatkan keuntungan sangat besar (balance on primary income),” ungkapnya.

Dominasi dolar AS di dunia membuat AS semena-mena, oleh karena itu Hatta menyarankan agar Indonesia harus menunjukkan ketidakadilan yang sesungguhnya, yaitu penggunaan mata uang dolar AS dalam transaksi. Walaupun, sikap tersebut hanya bisa lahir dari negara yang independen secara mutlak.

“Ketika negara lain harus menguras sumber daya alamnya agar bisa mendapatkan kertas dolar, AS justru dengan santai bisa mendapat kembali dolar melalui investasi asing. Itulah kolonialisme modern yang tersembunyi,” bebernya.

Ia juga mengungkapkan, tata kelola ekonomi negara Indonesia dengan gaya dan model dari penjajah kapitalistik akan sulit melakukannya, karena penjajah merancang sistem ini untuk memastikan agar negara jajahan akan terus terjajah.

“Di sinilah relevansi dan urgensi dakwah syariah Islam yang memberikan konsepsi dan jalan keluar dari tatakelola ekonomi culas dan rusak seperti kapitalisme. Ekonomi syariah akan memastikan seluruh transaksi berjalan dengan berkeadilan dan berkelanjutan,” tandasnya.[] Lukman Indra Bayu

Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat

Share artikel ini: