IJM: Suara Kritis Itu Sah dan Sehat dalam Kehidupan Bernegara

MediaUmat Mengkritisi sikap represif Kepala Pusat Penerangan TNI Mayjen Kristomei Sianturi yang akan mencari para inisiator penolak revisi Undang-Undang TNI, Direktur Indonesia Justice Monitor (IJM) Agung Wisnuwardana menyebut suara kritis warga negara adalah bagian yang sah dan sehat dalam konteks dinamika kehidupan bernegara.

“Suara kritis warga negara adalah bagian yang sah dan sehat dalam konteks dinamika kehidupan bernegara,” ujarnya kepada media-umat.com, Senin (30/6/2025).

Ia mengingatkan, penolakan terhadap revisi UU TNI dalam berbagai bentuknya baik berupa petisi, opini media, atau diskusi publik tentu tidak serta-merta dibaca sebagai upaya merongrong institusi negara.

“Tetapi justru dapat dilihat sebagai refleksi kegelisahan berbasiskan trauma sejarah masa lalu dan tentu kehati-hatian yang patut dihargai,” terangnya.

Karena memang, jelasnya, opini penolakan RUU TNI berdasarkan pada memori kolektif tentang pengaruh kuat militer dalam kehidupan masyarakat di Orde Baru yang memberikan batasan sangat tipis antara fungsi ketahanan dan peran politik sosial.

“Wajar jika kemudian muncul semacam kegelisahan saat melihat adanya narasi legalisasi perluasan peran TNI di luar pertahanan, ketakutan adanya abuse of power yang tentu ini bukan sekadar paranoid, tapi lahir dari sejarah yang nyata,” sebut Agung.

Agung juga mengingatkan, suara kritis masyarakat tidak bisa juga selalu diidentifikasi sebagai informasi hoaks, suara tersebut hadir sebagai upaya menjaga profesionalitas militer agar tetap terjaga.

“Jika dalam kasus ini ada indikasi penunggangan isu oleh pihak tertentu baik melalui aliran dana dari organisasi tertentu, maka hal ini harus dipisahkan mana yang menunggangi isu, mana aktivis yang menyampaikan kritik secara jujur dan terbuka,” tegas Agung.

Maka, jelas Agung, bila kasus penggalang suara penolakan terhadap RUU TNI tetap dilanjutkan ke penyidikan dan berujung pada kriminalisasi aktivis, hal ini bisa memperbesar jurang ketidakpercayaan antara masyarakat juga TNI.

“Pembungkaman ekspresi kritis perlu dihentikan, pendekatan represif terbukti justru menjadi bumerang yang melukai institusi negara termasuk TNI di mata rakyatnya sendiri,” nilai Agung.

Agung kembali menegaskan, kritik publik seharusnya menjadi dasar TNI untuk fokus pada orientasi profesional dalam bidang pertahanan, dan jangan tergoda untuk memasuki ranah sipil.

“Kritik publik seharusnya menjadi alasan bagi TNI untuk tidak tolah-toleh melainkan harus memperkuat orientasi profesional di bidang pertahanan, kemudian modernisasi alutista dan tentu kesiapan taktis menghadapi ancaman eksternal, tanpa tergoda memasuki ruang-ruang sipil yang tentu bukan ranahnya,” tegas Agung.

Menurut Agung, sudah saatnya negara, penguasa, dan TNI memulai pendekatan secara sistemik dan ideologi dengan dasar agama Islam yang bisa membuat militer menjadi lebih profesional dan fokus dalam tugasnya.

“Dalam pandangan Islam, tentara itu harus profesional dan fokus menangani segala urusan yang berhubungan dengan angkatan senjata, termasuk menangani akademik militer seperti ilmu agama Islam dan pengetahuan apa saja yang diperlukan militer,” pungkasnya.[] Fatih Sholahuddin

Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat

Share artikel ini: