Mediaumat.id – Ahli Fikih Islam KH Muhammad Shiddiq Al Jawi mengungkap bahwa demonstrasi untuk mengkritik pemimpin secara terbuka di muka umum itu boleh hukumnya, asalkan syarat-syaratnya terpenuhi.
“Boleh hukumnya melakukan demonstrasi untuk mengkritik pemimpin secara terbuka di muka umum, asalkan memenuhi syarat-syaratnya,” tuturnya di Kajian Fiqih: Hukum Demo dalam Fiqih Islam, Jumat (23/9/2022) di kanal YouTube Khilafah Channel.
Menurutnya, ada tiga syarat yang harus dipenuhi. Pertama, tujuan demonstrasi wajib sesuai dengan syariah, misalnya mengajak penguasa menerapkan syariah Islam secara kaffah (menyeluruh) dalam segala aspek kehidupan. Dalilnya, “Segala jalan/perantara itu hukumnya mengikuti hukum tujuan” (Muhammad Shidqi al-Burnu, Mausu’ah Al-Qawa’id Al-Fiqhiyah, Juz XII, hlm. 99).
Kedua, demonstrasi yang dilaksanakan wajib dilaksanakan secara damai, yakni tidak boleh menggunakan kekerasan atau senjata, misalnya membakar fasilitas publik (seperti halte bus umum), menggunakan senjata tajam, senjata api, bahan peledak, dan sebagainya. Dalilnya adalah larangan Nabi SAW untuk menggunakan senjata dalam menasihati penguasa, “Barang siapa yang menghunus senjata kepada kami, maka dia bukanlah golongan kami” (HR Bukhari, no. 6480, Muslim, no. 161).
Ketiga, demonstrasi yang dilakukan tidak boleh disertai segala hal-hal yang telah diharamkan syariah, misalnya merusak fasilitas publik, melakukan ikhtilath (campur baur antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahramnya), dan melakukan tabarruj (perbuatan wanita menampakkan perhiasan dan keindahan tubuh di hadapan laki-laki yang bukan mahramnya).
“Dalil untuk syarat ketiga ini adalah dalil-dalil umum yang telah melarang melakukan segala hal yang diharamkan syariah Islam,” ungkapnya.
Tidak Harus Diam-Diam
Kiai Shiddiq juga menjelaskan mengkritik penguasa tidak harus diam-diam. Adapun hadits yang digunakan sebagian ulama untuk mengharamkan demonstrasi statusnya dha’if (lemah).
Hadits dimaksud adalah, hadits dari Iyadh bin Ghanam RA, bahwa Nabi SAW bersabda, “Barang siapa hendak menasihati penguasa dalam suatu perkara, janganlah dia menampakkan perkara itu secara terang-terangan, tetapi peganglah tangan penguasa itu dan pergilah berduaan dengannya. Jika dia menerima nasehatnya, itu baik, kalau tidak, orang itu telah menunaikan kewajibannya pada penguasa itu” (HR Ahmad, Al-Musnad, Juz III no. 15369).
Dalam keterangannya, hadits ini dinilai sebagai hadits dha’if (lemah) oleh Syekh M. Abdullah al-Mas’ari dalam kitabnya Muhasabah al-Hukkam, sehingga tidak bisa dijadikan dalil.
Ada dua alasan. Pertama, sanadnya terputus (inqitha’), yaitu periwayat hadits bernama Syuraih bin Ubaid tidak mendengar (sima’). Kedua, ada periwayat hadits yang dinilai lemah, yaitu Muhammad bin Ismail bin ‘Ayasy (M Abdullah al-Mas’ari, Muhasabah al-Hukkam, hlm. 41-43).
“Andaikata hadits ini shahih, tetap tidak dapat menjadi dalil haramnya mengkritik penguasa secara terbuka, karena kebolehan mengkritik penguasa secara terbuka justru telah dicontohkan oleh para sahabat Nabi SAW yang sering mengkritik para khalifah secara terbuka,” imbuhnya.
Kiai Shiddiq mengutip hadits yang diriwayatkan dari Nafi’ Maula Ibnu Umar ra, ketika menaklukkan Syam, Khalifah Umar bin Khathab tidak membagikan tanah Syam kepada mujahidin. Maka Bilal ra memprotes dengan berkata, “Bagilah tanah itu atau kami ambil tanah itu dengan pedang” (HR Baihaqi, no, 18764, hadits sahih).
“Hadits ini menunjukkan Bilal mengkritik Khalifah Umar secara terbuka di hadapan umum. (Ziyad Ghazzal, Masyru Qanun Wasa’il al-I’lam fi ad-Daulah al-Islamiyyah, hlm. 24),” bebernya.
Dalam keterangannya ia melanjutkan, bedasarkan dalil-dalil di atas, boleh juga secara syariah mengkritik penguasa secara terbuka di berbagai forum yang seluas-luasnya, misalnya di berbagai pengajian, di masjid-masjid, kajian-kajian Islam, obrolan-obrolan santai di pasar, warung kopi, berbagai media massa apa pun juga yang memungkinkan.
“Seperti membuat video kritikan di YouTube, menulis artikel di koran, majalah, buletin Jumat, melalui media sosial (medsos) yang luas jaringannya, seperti WA (WhatsApp), Facebook, Twitter, Tiktok dan sebagainya,” pungkasnya.[] Faizah