HRC: Propaganda Moderasi Beragama Hilangkan Dakwah Islam

Mediaumat.id – Propaganda moderasi beragama yang diusung pemerintah melalui Konferensi Islam tingkat ASEAN di Denpasar, Bali, 21-23 Desember 2022 dinilai Titok Priastomo dari el-Harokah Research Center (HRC) menghilangkan dakwah Islam.

“Kalau moderasi beragama dengan pengertian bahwa seseorang harus bersikap tengah-tengah antara Islam dan kufur, antara hak dan batil maka tidak ada lagi dakwah Islam, karena semua orang menganggap perbedaan akidah itu wajar, yang penting hidup damai,” tuturnya di Kabar Petang, Jumat (23/12/2022) di kanal You Tube Khilafah News.

Menurutnya, ide moderasi beragama ini diusung oleh pihak yang tidak menghendaki perubahan ke arah Islam. “Mereka menggawangi peradaban modern dengan kapitalisme dan sekularisme. Tentu saja mereka adalah negara nomor satu di dunia hari ini yaitu Amerika Serikat dan sekutunya, kemudian antek-anteknya di dunia Islam yang memiliki kekuasaan,” jelasnya.

Titok menilai, istilah moderasi beragama ini sengaja di-blow-up sebagai tandingan dari ekstremisme atau radikalisme. Stigma radikal, stigma intoleran, stigma fundamentalis, stigma ekstremis ditujukan kepada kalangan kaum Muslim yang mencoba untuk menaati agamanya.

“Orang-orang yang mengampanyekan tolak pemimpin kafir itu disebut sebagai kaum radikal, orang yang giat mencegah kemungkaran dianggap sebagai intoleran, mereka yang memperjuangkan syariat Islam disebut sebagai ekstrem radikal, mereka yang menolak apa yang mereka istilahkan sebagai hak-hak L68T dianggap sebagai kaum intoleran. Padahal itu semua perkara yang asli merupakan ajaran Islam,” beber Titok memberikan contoh.

Hal ini terjadi, sambungnya, karena peradaban kapitalisme yang tegak di atas landasan sekularisme menghendaki kehidupan yang netral agama.

“Ketika mereka menjumpai kaum Muslim berpegang teguh dengan ajaran Islam mereka melihat adanya benturan antara nilai-nilai dan sistem yang mereka tegakkan dengan nilai-nilai Islam yang dipegang kaum Muslim. Nilai-nilai Islam mereka anggap mengancam peradaban sekuler sehingga diciptakanlah Islam yang ramah terhadap nilai-nilai mereka. Di situlah kemudian diciptakan konsep baru yang dilekatkan dengan Islam padahal itu bukan konsep Islam. Itulah Islam moderat,” jelasnya.

Tiga Cara

Titok mengatakan ada tiga cara untuk mengkampanyekan istilah Islam moderat. Pertama, menanamkan persepsi negatif terhadap ajaran Islam. “Mereka menjelek-jelekkan jihad, mengatakan hukum uqubat sebagai hukum primitif yang melanggar hak asasi manusia, menjelek-jelekkan khilafah sedemikian rupa, dengan harapan kaum muslimin membenci ajarannya sendiri,” terangnya.

Kedua, mencoba untuk mengacaukan ajaran Islam dengan mencampurnya dengan peristilahan-peristilahan baru. Misalnya mereka merancukan demokrasi dengan musyawarah, mereka lekatkan istilah teokrasi kepada khilafah. Harapannya kaum Muslim membenci khilafah.

Ketiga, menciptakan istilah-istilah baru seolah-olah itu ajaran Islam. “Istilah kafir diganti dengan muwathin untuk menghilangkan konsep ahli dzimah, istilah ukhuwah wathaniyah untuk melegalisasi ikatan fanatisme kebangsaan, mereka juga menciptakan istilah Islam radikal untuk mendiskreditkan gerakan-gerakan Islam. Mereka mencoba membuat istilah-istilah baru untuk mengacaukan pemahaman kaum muslimin,” terangnya.

Dakwah

Untuk menangkal seruan moderasi beragama Titok mengatakan harus menggencarkan dakwah. “Kita harus melakukan dakwah secara gencar di tengah-tengah umat untuk memahamkan mereka bahwa baik buruknya umat Islam seharusnya tidak diukur dari standar-standar orang lain, tidak diukur dari pemikiran-pemikiran penganut ideologi lain seperti sekularisme,” ujarnya.

Menurutnya, sejauh mengikuti Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagaimana pemahaman para ulama niscaya akan baik-baik saja. Hal ini yang akan menghantarkan kepada kebahagiaan hidup di dunia maupun akhirat sebagaimana sabda Rasulullah SAW. “Aku tinggalkan kepada kalian dua hal yang kalian tidak akan pernah tersesat sejauh kalian berpegang teguh pada keduanya yaitu Kitabullah dan sunnah Rasul.”

“Mari kita berpegang teguh kepada ajaran Islam, tidak peduli bagaimana penilaian ideologi lain terhadap Islam karena kita punya pegangan sendiri. Kita punya nilai-nilai sendiri, kita punya hukum-hukum sendiri yang mesti kita pertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT,” pungkasnya.[] Irianti Aminatun

Share artikel ini: