Hilmi: Revisi KUHP Berpotensi Multitafsir

Mediaumat.id – Anggota Himpunan Intelektual Muslim Indonesia (Hilmi) Dr. Riyan menyatakan revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru disahkan Selasa lalu berpotensi menimbulkan multitafsir. “Tetap saja dengan apa yang terjadi pada awal-awal revisi ini digulirkan, menimbulkan multitafsir,” tuturnya dalam Kabar Petang: Revisi KUHP Mengarah ke Neo-Orba, Rabu (7/12/2022) di kanal YouTube Khilafah News.

Menurutnya, multitafsir terjadi lantaran ada pasal karet dalam KUHP tersebut. “Pasal karet yang sudah dibahas, saya kira yang krusial ada dua,” ungkapnya.

Pertama, terkait dengan penghinaan terhadap presiden dan DPR bisa dipidanakan. Kedua, penyebaran paham yang bertentangan dengan Pancasila sebagaimana tercantum dalam pasal 188.

Faktanya, lanjut Riyan, apa yang dimaksud dengan paham yang bertentangan dengan Pancasila itu tidak ada ukurannya. “Paham yang bertentangan dengan pancasila itu kan tidak ada ukurannya.” tegasnya.

Ia juga mengatakan bahwa pasal ini mengarah pada otoriterianisme. “Jelas ini multitafsir, yang saya katakan berpotensi tadi itu membawa kepada otoriterianisme ala orde baru,” sesalnya.

Riyan pun membeberkan betapa multitafsirnya pasal 188. Pada pasal 188 ayat 1, disebutkan setiap orang yang menyebarkan atau mengembangkan ajaran komunisme, leninisme atau paham lain yang bertentangan dengan Pancasila di muka umum dengan lisan atau tulisan termasuk menyebarkan atau mengembangkan melalui media apa pun dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun itu pasal ayat 1. Ayat 2-nya nanti ditambah menjadi 7 tahun kalau maksudnya mengubah atau mengganti kalau terjadi kerusuhan 10 tahun. Kalau terjadi luka berat 12 tahun kalau kemudian terjadi kematian itu 15 tahun.

“Dan dikecualikan di ayat 6-nya tidak dipidana orang yang melakukan kajian terhadap ajaran komunisme dan marxisme atau paham lain yang bertentangan dengan Pancasila untuk kepentingan ilmu pengetahuan,” pungkasnya.[] Teti Rostika

 

Share artikel ini: