MediaUmat – Perhimpunan Intelektual Muslim Indonesia (HILMI) menyatakan bahwa negara penjamin kemaslahatan bukan regulator.
“Negara, karenanya, bukan sekadar regulator, melainkan penjamin kemaslahatan,” tuturnya dalam Intellectual Opinion No. 022: RUU Sisdiknas di Persimpangan Membumikan Syariah ke Kebijakan Publik, Senin (20/10/2025).
Menurutnya, dalam khazanah Islam, menuntut ilmu adalah ibadah dan mengajarkan ilmu adalah amal jariah—pahala yang mengalir ketika ilmu menjadi manfaat. Dengan membedakan PFA (gratis universal, proaktif) dan PFK (gratis bagi yang lolos seleksi sesuai kebutuhan).
“RUU Sisdiknas bisa mendaratkan prinsip Islam ke dalam rancang bangun kebijakan yang presisi,” ujarnya.
Ia menjelaskan bahwa Rencana Induk Pendidikan Nasional (RIPNas) sebagai dokumen payung strategis yang ditetapkan lewat PP, menjadi pedoman penyelenggaraan pendidikan nasional. Ini memberi pemosisian kuat pada pemerintah pusat untuk mengarahkan, membina, mengawasi, mengoordinasi, dan mengevaluasi keseluruhan sistem—termasuk, dalam kondisi tertentu.
“RIPNas memberi arah agar kita jaga pagarnya, agar tidak menimbun wewenang di pusat,” imbuhnya.
Ia menilai bahwa perlunya standar disederhanakan, tajamkan fokus ke hasil. Data disatukan, kuatkan privasinya. Anggaran 20% direalisasikan, lengkapi dengan DAP yang bertata kelola dan wakaf produktif yang tumbuh bermakna.
“Jalur non-formal kita naikkan derajatnya lewat penyetaraan dan RPL, agar mobilitas sosial terbuka seluas mungkin,” tukasnya.
“Jika itu semua dilakukan, RUU Sisdiknas bukan hanya mencetak regulasi, ia mencetak generasi—yang imannya matang, akalnya jernih, etosnya kuat, keterampilannya relevan, dan keberpihakannya kokoh pada persaudaraan manusia dan kelestarian alam,” terangnya.
Ia menyebutkan bahwa itulah maqāṣid yang ‘mendarat’, ruh yang menemukan rangkanya, dan rangka yang tetap bernyawa,” tandasnya.[] Ajira
Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat