HILMI: Indonesia Punya Potensi Uranium dan Thorium

MediaUmat Perhimpunan Intelektual Muslim Indonesia (HILMI) menilai Indonesia memiliki potensi sumber daya energi (SDE) yang jarang dibicarakan, yaitu uranium dan thorium.

“Di tengah krisis energi dan meningkatnya kebutuhan listrik nasional, Indonesia memiliki potensi sumber daya energi yang jarang dibicarakan: uranium dan thorium,” tuturnya kepada media-umat.com, Jumat (4/7/2025).

Menurutnya, sumber daya ini menyimpan peluang strategis, bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan energi dalam negeri secara berkelanjutan, tetapi juga sebagai bagian dari kedaulatan energi nasional di masa depan.

Eksplorasi selama beberapa dekade, sebut HILMI, menunjukkan Pulau Kalimantan adalah wilayah berpotensi uranium terbesar di Indonesia. Wilayah Kalan, Kalimantan Barat, menjadi pusat penelitian dan eksplorasi uranium sejak 1980-an. Di sana ditemukan endapan uranium dalam batuan granit dan metamorf, dengan kadar ekonomis.

“Menurut data Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), Indonesia ditaksir memiliki cadangan uranium sebanyak 80.000 ton, dan Kalan, Kalimantan Barat saja mengandung potensi 24.000 ton uranium logam. Angka ini memang belum sebesar negara-negara produsen utama seperti Kanada, Australia, atau Kazakhstan, namun cukup signifkan untuk mendukung pengembangan reaktor nuklir skala kecil maupun besar jika dikelola secara optimal,” tandasnya.

Selain Kalimantan, tegasnya, beberapa daerah lain seperti Papua, Sulawesi, dan Bangka Belitung juga menunjukkan anomali radiometrik yang menandakan potensi uranium, meski belum dieksplorasi secara mendalam.

Menurutnya, pengelolaan dan eksplorasi lebih lanjut tentu membutuhkan komitmen politik, investasi teknologi, dan regulasi ketat agar sumber daya ini tidak menjadi ancaman lingkungan atau keamanan.

Thorium

Selain uranium, ungkapnya, terdapat thorium di Indonesia yang tiga kali lebih melimpah. Thorium tidak bisa dijadikan senjata nuklir. Namun menghasilkan limbah radioaktif jauh lebih sedikit.

“Menurut BATAN, Indonesia memiliki potensi thorium sebesar 210.000 ton, tersebar terutama di Bangka Belitung, Kalimantan Barat, dan Sulawesi Tenggara. Thorium ini terdapat dalam mineral monasit, produk sampingan dari penambangan timah,” ucapnya.

“Tidak seperti uranium atau plutonium, thorium tidak bisa digunakan langsung untuk membuat bom,” sebutnya.

Bahkan, papar HILMI, ketika thorium diubah menjadi uranium-233 dalam reaktor, ia akan terkontaminasi isotop U-232 dan produk peluruhannya yakni Thallium-208 yang memancarkan sinar gamma, menjadikannya tidak praktis digunakan sebagai senjata nuklir.

Meskipun demikian, sebutnya, di dunia ini negara adidaya yang memiliki senjata nuklir sering bertindak sewenang-wenang, dan mereka hanya gentar oleh negara lain yang juga memiliki senjata nuklir.

Umat Islam

Sedangkan, lanjut HILMI, umat Islam memiliki tanggung jawab historis untuk menguasai dan mengarahkan ilmu pengetahuan menuju rahmat bagi seluruh alam.

“Dalam sejarahnya, para ilmuwan Muslim tidak pernah mengembangkan ilmu untuk menjajah, tetapi untuk membebaskan umat dari ketidaktahuan dan ketertindasan,” tukasnya.

“Ilmu adalah kekuatan yang mulia. Jika ia dimiliki oleh orang zalim, ia menjadi alat kerusakan. Tapi jika ia dimiliki oleh orang bertakwa, ia menjadi cahaya yang membimbing manusia kepada kebenaran,” tulis HILMI mengutip perkataan Imam al-Ghazali.

Maka, HILMI berpesan, jika hari ini bangsa-bangsa kuat menggunakan teknologi nuklir untuk menindas dan menakut-nakuti, umat Islam harus menunjukkan jalan sebaliknya.

“Mengembangkan teknologi untuk memerdekakan, mencerdaskan, dan menyejahterakan,” pungkasnya.[] Novita Ratnasari

Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat

Share artikel ini: