Hasil Survei Indikator Politik Mengonfirmasi Fakta Kriminalisasi oleh Rezim

 Hasil Survei Indikator Politik Mengonfirmasi Fakta Kriminalisasi oleh Rezim

Mediaumat.id – Hasil survei Indikator Politik Indonesia yang menyatakan 62,9 persen responden semakin takut menyampaikan pendapatnya mengkonfirmasi fakta adanya kriminalisasi oleh rezim.

“Adanya data hasil survei itu hanya semakin mengonfirmasi fakta kriminalisasi yang ada,” ujar Direktur Pamong Institute Wahyudi al-Maroky kepada Mediaumat.id, Ahad (10/4/2022).

Wahyudi mengatakan, secara faktual publik bisa merasakan bahwa di era rezim Jokowi ini memang semakin represif dan memicu ketakutan publik.

Menurutnya, kriminalisasi itu bisa dilihat secara terang benderang setidaknya dari tiga hal. Pertama, dari sisi aktivis dan ulama. Sudah banyak aktivis yang ditangkap dan dikriminalisasi karena melakukan kritik kepada penguasa. Mulai dari HRS, Habib Bahar, Maher, Gus Nur, Ali Baharsyah, Edy Mulyadi, dll.

Kedua, dari sisi organisasinya. Ada organisasi yang dibubarkan seperti FPI, HTI, dan ada pula yang tak dibubarkan, hanya diadu dan dilemahkan dengan dituding terpapar radikal atau diajak dukung mendukung ploitik praktis, seperti APDESI yang ditarik-tarik untuk mendukung tiga periode.

Ketiga, dari sisi konten gagasan atau idenya. Banyak aktivis dan ormas yang dicap terpapar radikal hanya karena berseberangan dengan rezim. Sebaliknya yang pro rezim maka akan dikelompokkan sebagai moderat dan nasionalis.

Semakin Takut

Wahyudi membeberkan, yang membuat publik semakin takut adalah tindakan kriminalisasi kepada para aktivis yang kritis dengan menggunakan aparat. Dengan dalih yang digunakan adalah penegakan hukum. Bagi yang dekat dengan kekuasaan akan aman. Tapi bagi yang jauh dari kekuasaan atau bahkan oposisi, maka akan mudah dikriminalisasi dengan dalih ada pasal hukum yang dilanggar.

“Dan yang lebih menakutkan lagi, masayarakat saling berhadapan di antara yang pro rezim dan yang oposisi. Sehingga menjadi masyarakat yang terbelah,” ungkapnya.

Wahyudi menilai, di era rezim Jokowi ini semakin nampak bandul pemerintahan bergerak ke arah diktator. Indikasinya semakin banyak para aktivis dan ulama yang ditekan bahkan dikriminalisasi hanya karena mereka menjalankan fungsi kritik kepada penguasa. Demikian pula ada ormas yang dibubarkan hanya karena sering mengkritik penguasa, mereka dibubarkan tanpa jelas apa kesalahannya. Sebaliknya bagi yang pro rezim semakin dipuja dan aman-aman saja.

Khilafah

Terakhir, Wahyudi mengingatkan, bagi kaum Muslim mestinya jangan hanya dua pilihan yaitu demokrasi atau diktator, karena dua pilihan tersebut kurang ideal bagi kaum Muslim. Sebagai Muslim idealnya akan memilih sistem Islam itulah khilafah.

Sebab, kata Wahyudi, sistem demokrasi dan diktator (otokrasi), tidak kompatibel untuk menerapkan hukum Islam (syariat Islam). Sejak awal dibuat, sistem demokrasi dan otokrasi tidak dirancang untuk menerapkan hukum Islam.

Sedangakan khilafah merupakan satu-satunya sistem pemerintahan yang kompatibel dan cocok untuk menerapkan Islam. Sistem khilafah merupakan warisan Nabi SAW yang dilanjutkan Khalifah Abu Bakar dan para sahabat lainnya.

“Sistem ini memang satu-satunya sistem yang kompatibel untuk menerapkan syariat Islam. Sejarah telah mencatat berbagai kebijakan dan peradaban yang agung di masa itu,” pungkasnya.[] Agung Sumartono

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *