Hasbi Aswar: AS Labeli Antifa Teroris demi Kepentingan Politik Trump

MediaUmat Pengamat Hubungan Internasional dari Geopolitical Institute Hasbi Aswar, Ph.D. menilai Amerika Serikat melabeli Antifa (gerakan anti-fasis/anti-rasisme) teroris sedangkan sayap kanan yang banyak menimbulkan teror tidak disebut ideologi teror karena murni politik kepentingan Presiden AS Donald Trump.

“Sehingga konteks kenapa Trump bisa secepat itu kemudian kok yang dianggap teroris cuma Antifa, kemudian yang sayap kanan yang bahkan paling banyak menimbulkan teror selama di Amerika Serikat kok enggak disebut sebagai teror atau ideologi teror, ya itu murni adalah politik kepentingannya Trump saja” tuturnya dalam Kabar Petang: Pasca-Charlie Kirk, Politik AS Terjebak dalam Spiral Kekerasan, Senin (29/9/2025) di kanal YouTube Khilafah News.

Menurutnya, hal ini bagian dari cara menjaga image, menjaga legitimasi, atau hubungan emosional Trump dengan kelompok-kelompok pendukungnya dari sayap kanan.

“Trump ini kan dari Partai Republik dan Partai Republik itu kan banyak didukung oleh kelompok-kelompok sayap kanan termasuk kelompok-kelompok pro-Zionis atau pro-Yahudi gitu,” ujarnya.

Jadi, bebernya, AS memang memiliki politik standar ganda, baik domestik maupun internasional itu sangat tergantung kepada kepentingan politik

“Memang politik Amerika yang moralnya seperti itu. Standar ganda bermuka dua atau mungkin dalam bahasa kita sebagai Muslim ya: politik munafik,” ujarnya.

Jadi, tegasnya, hal ini sangat sejalan dengan sebuah pernyataan ‘tidak ada kawan dan lawan yang abadi dalam politik, yang ada adalah kepentingan’.

“Ini kan wujud dari bahwa politik itu sangat pragmatis sekali,” kritiknya.

Terorisme

Makanya, ungkap Hasbi, kalau bicara tentang terorisme dalam satu perspektif ‘pelaku teror terbesar’ di jagat raya ini sebenarnya adalah negara.

Karena, paparnya, negara yang punya alat yang powerful, seperti: aparat militer, tentara, polisi, intelijen, dan berbagai perangkat-perangkat keamanan lainnya untuk meneror siapa pun, termasuk meneror rakyatnya sendiri.

“Jadi yang terjadi di Amerika ya seperti itu,” ucapnya.

Harusnya, saran Hasbi, kalau Amerika itu komitmen dengan definisi terorisme bahwa terorisme itu adalah semua aksi kekerasan yang dilakukan oleh sekelompok orang tertentu atau orang tertentu untuk menciptakan ketakutan di tengah-tengah masyarakat dengan tujuan-tujuan politik tertentu, maka layak disebut sebagai teror.

“Nah, kalau komitmen dengan norma itu harusnya semua yang menciptakan keresahan teror di masyarakat itu harus dianggap teroris gitu. Misalnya, terorisme sayap kanan itu seperti Ku Kluk Klan sejak tahun 90-an bahkan sampai sekarang,” tandasnya.

Berdasarkan survei, imbuhnya, aksi-aksi teror pembunuh terbesar di Amerika itu bukan dari kelompok agama tertentu termasuk kelompok Islam melainkan dari kelompok gerakan-gerakan sayap kanan.

“75 persen kekerasan atau teror yang dilakukan di Amerika itu adalah dari kelompok-kelom kelompok sayap kanan,” pungkasnya.[] Novita Ratnasari

Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat

Share artikel ini: