Harus Lihat Ini Dulu Sebelum Adopsi Fatwa Boleh Jual Beli Saham Syariah

Mediaumat.info – Sebelum mengadopsi fatwa tentang kebolehan aktivitas jual beli saham di pasar modal bagi perusahaan yang bergerak di bidang usaha halal, harusnya dilihat terlebih dahulu seputar pembentukan badan usaha apakah telah memenuhi syarat sebagai perusahaan yang islami atau tidak.

“Seharusnya yang dilihat lebih dulu adalah bentuk badan usahanya, apakah ia memenuhi syarat sebagai perusahaan islami (syirkah islâmiyyah) atau tidak,” ujar Pakar Fikih Kontemporer sekaligus Founder Institut Muamalah Indonesia KH Muhammad Shiddiq al-Jawi kepada media-umat.info, Selasa (8/4/2025).

Pasalnya, perhatian mereka, pihak yang memakai fatwa tersebut, lebih fokus pada identifikasi halal dan haramnya bidang usaha. Serta menghindari mekanisme transaksi seperti margin trading, short selling, insider trading, hingga informasi yang menyesatkan maupun penimbunan (ihtikar).

Dengan kata lain, meski terdapat dalil yang menunjukkan kebolehan aktivitas jual beli saham bagi perusahaan bergerak di bidang usaha halal, semisal di bidang transportasi, telekomunikasi, produksi tekstil, dsb., sebagaimana fatwa Syahatah dan Fayyadh (Ibid., hlm. 17), ada fatwa dari fukaha lain yang tetap mengharamkan jual-beli saham walau dari perusahaan yang bidang usahanya halal.

Adalah fatwa Syekh Taqiyuddin an-Nabhani sebagaimana termaktub dalam kitab An-Nizhâm al-Iqtishâdi fi al-Islâm (2004) yang dengan tegas menyatakan keharamannya. Terlebih setelah melihat dari sudut pembentukan suatu badan usaha PT atau perseroan terbatas, pihak yang menerbitkan saham, yang bertentangan dengan ketentuan Islam.

Dipaparkan, setidaknya dikarenakan 3 hal. Pertama, tidak adanya akad sempurna (ijab kabul) dari dua pihak atau lebih. Pendiri hanya membuat syarat, lalu pihak yang ingin bergabung menandatangani akte dan pendaftaran dengan membeli saham.

Bisa dikatakan hanya ada kabul saja, tidak ada ijab. “Yang ada hanyalah transaksi sepihak dari para investor yang menyertakan modalnya dengan cara membeli saham dari perusahaan atau dari pihak lain di pasar modal, tanpa ada perundingan atau negosiasi apa pun baik dengan pihak perusahaan maupun pesero (investor) lainnya,” kata Kiai Shiddiq menjelaskan.

Lebih jauh, ibarat pasangan laki-laki dan perempuan yang hanya mencatatkan pernikahan di Kantor Catatan Sipil, tanpa adanya ijab dan kabul secara syar‘i dalam PT dimaksud juga sangatlah fatal. “Tidak adanya ijab kabul dalam PT ini sangatlah fatal,” tambahnya.

Kedua, tidak ada pengelola riil yang melakukan usaha, yang ada hanya pemodal saja. Sedangkan pengelolaan pun diserahkan pada pihak lain yang tidak terlibat dalam akad (misal: direksi).

Ketiga, perseroan yang bersifat abadi bertentangan dengan syara’. Padahal seharusnya perseroan bisa bubar jika terdapat alasan yang dibenarkan syara’.

Lebih lanjut Kiai Shiddiq menyampaikan, fatwa haram ini tak hanya datang dari Syekh Taqiyuddin an-Nabhani. Ada juga Syekh Yusuf as-Sabatin (Ibid., hlm. 109) dan Syekh Ali as-Salus (Mawsû‘ah al-Qadhaya al-Fiqhiyah al-Mu‘âshirah, hlm. 465) yang sama-sama menyoroti bentuk badan usaha (PT) yang sesungguhnya tidak islami.

Maka itu, ia pun menekankan fatwa yang mengharamkan bisnis saham ini (walau bidang usahanya halal) adalah pendapat yang lebih kuat (râjih), karena lebih teliti dan jeli dalam memahami fakta, khususnya yang menyangkut bentuk badan usaha.

Diberitakan sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengatakan saham yang diterbitkan oleh perusahaan di bidang usaha halal bukan bagian dari judi. Hal ini karena tidak ada pihak yang menang dan kalah.

“Itu bukan judi. Kalau judi itu ada pihak yang menang dan yang tidak menang,” ujar Direktur Pengawasan Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, Perlindungan Konsumen dan Layanan Manajemen Strategis Kantor OJK Jabodebek, Nuning Isnainijati di Jakarta, Rabu (26/3/2025).

Dalam hal Bursa Efek yang juga menerbitkan Daftar Efek Syariah, pun dikatakan salah satu kriteria untuk masuk Daftar Efek Syariah adalah usaha tidak bertentangan dengan syariah. “Misalnya perusahaan yang menjual minuman keras. Nah itu tidak akan menjadi efek syariah,” kata dia.[] Zainul Krian

Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat

Share artikel ini: