Mediaumat.id – Laporan Ginda Anshori yang melaporkan Tik Tokers Bima Yudho Saputro usai viralnya video Lampung ‘Dajjal’ unggahannya dinilai pengamat kebijakan publik Ahmad Rizal dari Indonesia Justice Monitor (IJM) tidak memenuhi kualifikasi pidana.
“Dari aspek hukum pidana perbuatan Bima Yudho tidak memenuhi kualifikasi pidana,” tuturnya di Kabar Petang: Pemprov Lampung ‘Dirujak’ Netizen Gegera Ini, Rabu (19/4/2023) melalui kanal YouTube Khilafah News.
Video Bima yang diunggah pada publik itu tidak ada sedikit pun narasi hinaan atau menyerang kehormatan orang lain. “Konten video yang dibuat dan diedarkan itu justru merupakan upaya korektif dari warga negara atau dari civil society dalam melakukan pengawasan pembangunan di daerahnya,” ungkap Rizal memberikan argumen.
Rizal menilai, unggahan seperti ini adalah kritik terhadap kinerja pemerintah yang berkinerja buruk. Perbuatan Bima ini, menurut Rizal, serupa dengan upaya-upaya warganet dalam mengontrol perilaku keseharian para pejabat negara yang ternyata justru membuka kotak pandora di pejabat kementerian keuangan masa lalu.
“Kita semestinya memberikan apresiasi tinggi kepada para netizen (warganet) yang sadar sebagai warga negara yang aware (menyadari) terhadap lingkungan, terutama turut serta dalam mengawasi penggunaan keuangan negara,” tandasnya.
Rizal juga mengkritisi legal standing (sandaran hukum) yang digunakan Ginda Anshori yaitu Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Ia menjelaskan bahwa undang-undang ini tidak bisa digunakan untuk menjerat Bima. “Penyidik patut mempertanyakan keabsahan legal standing dari Ginda Anshori tadi itu sebagai pihak yang sah secara hukum melakukan gugatan, lantaran dia itu tidak dirugikan atas unggahan TikTok yang membuat konten rusaknya jalan sebagaimana dibuat dan juga diedarkan oleh Bima Yudho,” kritiknya.
Dalam pandangan Rizal, beredarnya unggahan konten tersebut malah membantu warga untuk menuntut agar pemda itu memperbaiki jalan yang rusak. “Publik patut curiga jangan-jangan Ginda Anshori ini adalah orang ‘mohon maaf’ suruhan dari Gubernur atau Kapolda untuk memuluskan niat jahat untuk memidanakan Bima Yudha,” cetusnya.
Rizal lalu mengimbau agar Polri rigid (tidak mudah berubah) dalam menafsirkan UU tersebut, dengan lebih mengaitkan pada dasar unsur-unsur hukum pidana, sehingga penegakan UU ITE selaras dan sebangun dengan prosedural hukum pidana.
“Jangan sampai terulang kembali Polri menggunakan Undang-Undang ITE untuk menjerat warga negara yang kritis terhadap masa depan bangsa dan negaranya,” pungkasnya.[] Irianti Aminatun