Mediaumat.id – Permintaan maaf Juru Bicara Partai Gerindra Habiburokhman, setelah Fadli Zon (FZ) ditegur oleh Prabowo Subianto terkait cuitan FZ di akun twitternya yang menyindir Presiden Joko Widodo soal banjir di Sintang, dinilai Analis Senior PKAD Fajar Kurniawan sebagai bukti omong kosong dalam sistem demokrasi.
“Peristiwa tersebut membuktikan bahwa konsep trias politica dalam sistem politik demokrasi itu hanya omong kosong,” tuturnya kepada Mediaumat.id, Jumat (19/11/2021).
Menurutnya, jargon bahwa kekuasaan tidak boleh berpusat pada satu orang agar tidak terjadi abuse of power, sehingga perlu dibagi menjadi kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif, ternyata tak lebih dari isapan jempol belaka. “Nyatanya praktik yang terjadi, ketika semua lini kekuasaan (eksekutif, legislatif dan yudikatif) dikuasai oleh oligarki politik dan ekonomi, maka semua menjadi tak berfungsi,” ungkapnya.
Fajar menilai, legislatif yang seharusnya menjalankan fungsi pengawasan atas jalannya pemerintahan yang dilakukan oleh eksekutif akhirnya menjadi mandul. “Yang bersuara kritis pun akhirnya bungkam, karena khawatir diganti dengan mekanisme PAW anggota legislatif. Karena apa, karena partai politik sudah dibeli oleh oligarki,” tegasnya.
Menurutnya, apa yang menimpa FZ itu adalah cerminan bahwa suara kritis sudah tidak mendapatkan tempat lagi di parlemen. “Anggota parlemen tidak bisa lagi leluasa menyampaikan kritik kepada eksekutif. Karena partai politik – sebagai tempat bernaung-nya para politisi Senayan – telah masuk dalam ‘kekuasaan’ oligarki,” ujarnya.
Labib lanjut, kata Fajar, oligarki mampu mengonsolidasikan kekuatan partai-partai politik. Sehingga partai-partai politik di parlemen pada akhirnya didominasi oleh partai yag pro pemerintah. Sementara yang menjadi oposisi tinggal satu dua partai politik.
“Dengan peta politik seperti itu, yang terjadi akhirnya adalah partai tak lebih dari ‘tukang stempel’ kebijakan rezim. Legislatif tak lagi mewakili suara rakyat, tapi mewakili suara oligarki. Rakyat yang setiap lima tahun memilih setiap anggota legislatif, pada akhirnya tidak pernah benar-benar terwakili suaranya, karena dibajak oleh para oligarki tadi,” bebernya.
Nah inilah realitas politik yang menurut Fajar saat ini terjadi di negeri ini. Maka tak heran setiap politisi yang vokal, maka biasanya ‘tidak berumur panjang’. “Dia bisa diganti sewaktu-waktu oleh partai. Hanya yang dianggap loyal atau kalau bahasa saya fanatik buta kepada partailah yang dia akan berumur panjang kariernya di politik,” pungkas Fajar.[] Achmad Mu’it