Gaza, Tempat Orang-orang Paling Lapar di Dunia

Kita baru saja merayakan Idul Adha, saat umat Muslim di seluruh dunia bersiap untuk menghormati warisan Nabi Ibrahim AS melalui ibadah kurban—sebuah tindakan suci sebagai bentuk pengabdian, rasa syukur, dan kepedulian terhadap kaum miskin. Setiap tahunnya, daging kurban dibagikan kepada keluarga, tetangga, dan mereka yang membutuhkan sebagai bentuk berbagi berkah dari Allah. Namun tahun ini, saat kita menjalankan ibadah ini dengan damai, kita harus bertanya pada diri kita sendiri: bagaimana dengan saudara-saudari kita di Gaza? Saat kita membagi-bagikan daging untuk komunitas kita, Gaza bahkan berjuang bukan untuk mendapatkan daging kurban, tetapi hanya untuk sepotong roti.

Gaza kini telah menjadi salah satu tempat paling lapar di dunia. Setelah berbulan-bulan pengepungan brutal, kelaparan massal, dan penghancuran lahan pertanian serta infrastruktur, kelaparan bukan lagi sebuah ancaman—melainkan kenyataan. Para ibu merebus daun-daunan dan memberi makan anak-anak mereka dengan makanan hewan, sementara bayi-bayi meninggal karena dehidrasi dan kekurangan gizi. Umat kita di Gaza tidak kekurangan iman, keberanian, atau kesabaran; yang mereka kekurangan adalah makanan dan belas kasih dari dunia. Bagaimana kita bisa merayakan Idul Adha dengan kenyamanan, padahal hanya beberapa jam perjalanan dengan pesawat, seluruh populasi sedang dibiarkan kelaparan atas nama politik dan kekuasaan? Bagaimana kita bisa membiarkannya sejauh ini?

Baru-baru ini, bantuan memang telah diizinkan masuk ke Gaza dengan dukungan AS dan kekuatan Barat lainnya, tetapi kenyataan di lapangan jauh dari kata lega. Adegan-adegan putus asa terus terjadi—ribuan warga Palestina yang kelaparan harus menunggu berjam-jam di bawah terik matahari, berdesakan dalam zona berpagar, hanya untuk mendapat satu paket makanan kecil. Banyak yang terlihat berlari mengejar truk bantuan, saling memanjat, dan pingsan karena kelelahan—hanya demi bertahan hidup. Momen-momen ini bukan tanda dari bantuan yang efektif; melainkan tanda bahwa suatu bangsa sedang sengaja didorong ke tepi jurang. Lebih parah lagi, kerumunan-kerumunan ini telah menjadi sasaran tembakan Israel, mengubah momen bantuan menjadi adegan horor. Banyak upaya bantuan ini terhubung dengan organisasi yang didukung oleh rezim penjajah dan kontraktor militer asing, membuat seluruh proses terasa seolah-olah dikendalikan oleh mereka yang turut andil dalam penderitaan ini. Sementara itu, pemerintah yang sama yang mengirim bantuan terbatas—terutama AS—masih terus memasok Israel dengan senjata, intelijen, dan perlindungan politik selama genosida ini. Pesannya jelas: mereka memberi makan korban dengan satu tangan, sementara tangan lainnya mempersenjatai penindas.

Jadi kita harus bertanya, dengan tulus dan mendesak: sampai kapan kita akan membiarkan musuh-musuh kita bermain dengan darah dan rezeki kita? Berapa banyak anak lagi yang harus kelaparan sebelum kita berkata: cukup? Berapa banyak lagi salat Id yang akan kita laksanakan sementara keheningan kita bergema lebih keras daripada takbir kita? Umat ini tidak bisa lagi hanya menonton dan menunggu. Kita harus menyalurkan amarah menjadi aksi, rasa sakit menjadi tekanan, dan ibadah menjadi kekuatan kehendak. Biarlah Idul Adha ini bukan hanya menjadi hari pengorbanan, tetapi juga hari kesadaran. Semoga kurban kita tidak hanya mengenyangkan perut orang miskin, tetapi juga membangunkan hati yang tertidur. Aamiin!

Saat kita menyaksikan kelaparan, penghinaan, dan pembunuhan terhadap saudara-saudari kita di Gaza, kita harus mengingat sabda Nabi Muhammad SAW:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم ‏«مثل المؤمنين في توادهم وتراحمهم وتعاطفهم، مثل الجسد إذا اشتكى منه عضو تداعى له سائر الجسد بالسهر والحمى»

“Perumpamaan orang-orang beriman dalam kasih sayang, cinta, dan empati mereka satu sama lain, seperti satu tubuh: jika satu bagian sakit, maka seluruh tubuh turut merasakan sakit dengan berjaga malam dan demam.” (HR. Muslim No. 2586)

KITA adalah satu umat. Penderitaan mereka harus mengguncang kita, mengusik kita, dan menggerakkan kita untuk bertindak. Semoga Allah SWT menyegerakan tegaknya kembali sistem Khilafah Islam yang membawa keadilan dan kedamaian ke seluruh penjuru dunia. Aamiin. []Podcast Suara Umat

Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat

Share artikel ini: