Forum Doktor: Isu Terorisme, Cara Barat Konsolidasi Kekuasaan yang Rapuh

MediaUmat – Ketua Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa (FDMPB) Dr. Ahmad Sastra menilai isu terorisme adalah cara Barat untuk mengonsolidasi kekuasaan yang rapuh dengan cara menciptakan ketakutan masyarakat.
“Isu terorisme adalah cara Barat untuk mengonsolidasi kekuasaan yang rapuh dengan cara menciptakan ketakutan masyarakat,” ujarnya kepada media-umat.info, Rabu (28/5/2025).
Karena, menurutnya, istilah terorisme sendiri bukanlah istilah yang berasal dari literatur agama, Islam khususnya.
“Istilah yang multiinterpretasi ini diperkenalkan oleh Dinas Intelijen Amerika dan Dinas Intelijen Inggris dalam sebuah seminar yang diadakan untuk membahas makna terorisme pada tahun 1979 telah menyepakati bahwa terorisme adalah penggunaan kekerasan untuk melawan kepentingan-kepentingan sipil guna mewujudkan target-target politis,” tegasnya.
Seminar itu, lanjutnya, banyak diselenggarakan konferensi dan seminar internasional, serta ditetapkan berbagai hukum dan undang-undang untuk membatasi aksi-aksi yang dapat digolongkan sebagai terorisme, untuk menerangkan kategori berbagai gerakan, kelompok, dan partai yang melakukan aksi terorisme, serta untuk menentukan negara-negara mana yang mensponsori terorisme.
“Semua aturan ini –menurut sangkaan mereka adalah dasar untuk mengambil tindakan-tindakan yang diperlukan guna memerangi terorisme dan membatasi gerak-geriknya,” bebernya.
Dari tinjauan global pun, bebernya, terhadap berbagai undang-undang dan hukum yang berkaitan dengan terorisme, nampak jelas bahwa semua peraturan itu ternyata tidak mendalam dan tunduk pada orientasi politik dari negara-negara yang membuatnya.
“Sebagai contoh, Amerika menganggap pembunuhan Indira Gandhi sebagai aksi terorisme, sementara pembunuhan Raja Faisal dan Presiden Kennedy tidak dianggap aksi terorisme,” ujarnya.
Di sisi lain, ungkapnya, Amerika melalui National Intelligent Council (NIC) pada Desember 2004 merilis sebuah laporan berjudul Mapping the Global Future bahwa tahun 2020 dunia diprediksi dikuasai oleh a new chaliphate (satu kekhilafahan baru).
“Lepas dari maksud prediksi itu, paling tidak, kembalinya khilafah islamiah di kalangan analis dan intelejen Barat telah diperhitungkan berdasarkan perkembangan Islam hari ini di seluruh penjuru dunia. Jadi ironis, jika seorang Muslim malah menghambat tegaknya kembali supremasi peradaban Islam,” ucapnya.
Hati-Hati
Ahmad juga menghimbau, umat harus bersikap hati-hati dan proporsional dalam menghadapi setiap hegemoni wacana yang dibangun oleh Barat dalam menciptakan rasa takut dengan menjadikan Islam sebagai sasaran fitnah.
“Tidak semua harus ditolak, tapi tidak semua juga harus diterima. Allah menyuruh kita untuk melakukan tabayyun secara seksama terhadap setiap berita yang datang dari Barat,” bebernya.
Para tokoh Islam, lanjutnya, harus memiliki pandangan yang jernih dengan landasan Qur’an suci. Sebab pendapat para tokoh Muslim akan menjadi panutan bagi Muslim yang lain dan akan dipertanggungjawabkan kelak di hadapan Allah.
“Para ulama harus memiliki kesadaran politik Islam, jika tidak ingin hanya menjadi buih yang dipermainkan Barat dengan kepentingan politik mereka. Sekali lagi, para ulama khususnya dan umat Islam memiliki kesadaran politik. Sebab kebutaan yang paling merusak adalah kebutaan politik,” tuturnya.
Kesadaran politik, ungkapnya, bukan berarti kesadaran akan situasi-situasi politik, konstelasi internasional, peristiwa-peristiwa politik, mengikuti politik internasional, atau mengikuti aktivitas-aktivitas politik. Itu semua adalah hal-hal yang melengkapi kesempurnaannya saja.
“Kesadaran politik tidak lain adalah pandangan terhadap dunia dengan sudut pandang khusus. Bagi kita (kaum Muslim) sudut pandang itu adalah akidah Islam, yaitu sudut pandang Laa ilaha illa Allah Muhammad Rasulullah,” tuturnya.
Maka, laniutnya, memandang dunia tanpa sudut pandang khusus dianggap pandangan yang dangkal dan bukan kesadaran politik. Memandang dunia hanya pada wilayah lokal atau regional saja adalah sesuatu yang kualitasnya rendah dan bukan kesadaran politik.
Menurutnya, kesadaran politik tidak akan sempurna kecuali dengan terpenuhinya dua unsur, yakni adanya pandangan pada dunia secara keseluruhan, dan pandangan ini bertolak dari sudut pandang khusus yang jelas batasannya, apa pun juga sudut pandang tersebut, bisa berupa ideologi tertentu, pemikiran tertentu, kepentingan tertentu, atau yang lainnya.
Sedangkan sudut pandang, beber Ahmad, bagi seorang Muslim, sudut pandangnya tentu adalah akidah Islam. Inilah kesadaran politik.
Selagi faktanya demikian, tegas Ahmad, maka seorang politisi secara alamiah akan terjun dalam perjuangannya untuk membentuk pemahaman tertentu tentang kehidupan dalam diri manusia lain, siapa pun juga dan di mana pun juga.
“Membentuk pemahaman yang seperti itu adalah tanggung jawab utama yang dibebankan pada pengemban kesadaran politik, yang tidak akan merasa puas kecuali dengan mencurahkan segenap kesungguhan dalam mengemban dan melaksanakan tanggung jawab ini. Umat Islam adalah orang yang wajib mengemban dakwah Islam, karena termasuk fardhu ‘ain. Karena itu wajib pula memiliki kesadaran politik Islam dan jangan sampai buta politik,” pungkasnya.[] Setiyawan Dwi
Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat