Fordok Muslim Jelaskan Pandangan Kapitalisme pada SDA

MediaUmat Berbicara tentang pandangan ideologi kapitalisme terhadap sumber daya alam (SDA), Ketua Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa (FDMPB) Dr. Ahmad Sastra menyatakan dalam kapitalisme atas nama investasi dan pertumbuhan ekonomi, segala hal dapat dikorbankan.

“Atas nama investasi dan pertumbuhan ekonomi, segala hal dapat dikorbankan: mulai dari hutan lindung, laut hingga hak masyarakat adat. Inilah yang kini terjadi juga di Raja Ampat. Wilayah yang semestinya dijaga karena status konservasinya justru dilepas untuk dikeruk demi nikel,” ujarnya kepada media-umat.com, Senin (16/6/2025).

Dalam pandangan ekonomi kapitalisme, sebut Ahmad, alat-alat produksi (tanah, pabrik, sumber daya alam) dimiliki oleh individu atau swasta, dan kegiatan ekonomi (produksi, distribusi, konsumsi) dilakukan untuk mencari keuntungan dalam kerangka pasar bebas.

“Ideologi kapitalisme berkarakter sekuleristik, yakni mengabaikan peran agama dalam kehidupan, keduanya dipisahkan,” jelasnya.

Menurut Ahmad, ciri-ciri utama kapitalisme di antaranya adalah kepemilikan pribadi atas alat produksi, pasar bebas (supply-demand) sebagai mekanisme penentu harga, kompetisi sebagai pendorong efisiensi dan inovasi, peran negara minimal yakni hanya sebagai pengatur (bukan pemilik atau pelaku utama ekonomi) dan terakhir akumulasi kapital sebagai dasar pertumbuhan ekonomi.

Ia melihat, dengan lima prinsip utama di atas, maka pandangan kapitalisme terhadap SDA sangat dipengaruhi oleh kelima prinsip ini. Dalam pandangan ideologi kapitalisme, SDA adalah komoditas ekonomi semata.

“SDA dipandang sebagai aset yang bisa dimiliki secara pribadi dan dimanfaatkan untuk memperoleh keuntungan,” jelasnya.

Dalam pandangan ideologi kapitalisme, sebut Ahmad lagi, SDA dikelola oleh sektor swasta, karena wajib diprivatisasi. Kepemilikan dan pengelolaan SDA diserahkan kepada individu atau perusahaan.

“Motivasi ideologi kapitalisme adalah keuntungan (profit) semata, tidak ada yang lain. Karenanya, SDA dieksploitasi sejauh mendatangkan profit, yang dapat menyebabkan eksploitasi berlebihan dan degradasi lingkungan jika tanpa regulasi,” sebutnya.

Dalam pandangan kapitalisme, beber Ahmad, negara berperan sangat minim, yakni hanya sebagai regulator. Pemerintah hanya sebagai regulator agar tidak terjadi monopoli atau pelanggaran hak konsumen dan pekerja.

“Ideologi kapitalisme dalam mengelola SDA cenderung mengabaikan keberlanjutan lingkungan dan keadilan distribusi hasil SDA. Sebab tanah dan sumber daya alam adalah komoditas. Negara menjadi fasilitator kepentingan pemilik modal,” katanya.

Oligarki

Sedangkan oligarki, kata Ahmad, adalah anak kandung kapitalisme. Merekalah penguasa dan pengendali ekonomi. Bukan pemerintah. Dalam hal eksplorasi tambang, para oligarki bisa menggunakan lobi, kampanye politik dan media untuk mempertahankan status quo dan menghindari tanggung jawab ekologis.

Gabungan

Menurutnya, dampak gabungan dari sistem lapitalisme yang rakus dan kekuasaan oligarki menciptakan berbagai kerusakan lingkungan. Misalnya, deforestasi (penggundulan hutan) untuk pertanian komersial atau tambang; pencemaran udara dan air oleh industri; perubahan iklim akibat pembakaran bahan bakar fosil; eksploitasi berlebih terhadap lahan, laut dan keanekaragaman hayati.

Ahmad membeberkan, dalam banyak kasus, segelintir elite ekonomi dan politik memanfaatkan kekuasaan mereka untuk menguras sumber daya alam demi keuntungan pribadi. Mereka sering mengorbankan kesejahteraan masyarakat luas dan keberlanjutan lingkungan.

“Korporasi raksasa mengambil-alih ribuan hektar tanah untuk perkebunan monokultur (seperti sawit dan tebu). Oligarki dengan pongahnya sering mengusir masyarakat adat dan petani kecil. Proyek infrastruktur skala besar seperti bendungan, tambang dan kawasan industri sering merusak lingkungan lokal dan melanggar hak-hak komunitas,” sebut Ahmad.

Ia juga menilai, kerakusan kaum oligarki ini tidak mendapat hambatan karena memiliki koneksi langsung ke kekuasaan politik. Mereka mampu membentuk undang-undang, meloloskan izin dan menghindari sanksi hukum. Aparat negara sering justru melindungi kepentingan korporat, bukan rakyat.

Selanjutnya, beber Ahmad, dampak sosial dan ekologis akibat kerakusan kaum oligarki ini adalah adanya ketimpangan ekonomi yang makin tajam. Sering juga terjadi konflik agraria dan kriminalisasi terhadap pembela lingkungan.

“Bahkan kerakusan oligarki juga sering menimbulkan krisis iklim global dan kehilangan keanekaragaman hayati,” pungkasnya.[] Agung Sumartono

Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat

Share artikel ini: