FIWS: Netanyahu Tak Ingin Damai tapi Kukuhkan Penjajahan

MediaUmat Pernyataan terbaru perdana menteri entitas penjajah Zionis Yahudi Benjamin Netanyahu yang menuntut demiliterisasi total Gaza dan pembubaran Hamas, dinilai Direktur Forum on Islamic World Studies (FIWS) Farid Wadjdi bukanlah tawaran damai, tetapi diktat penjajah untuk mengukuhkan kembali hegemoni kolonialnya atas tanah Palestina.

“Israel sejak awal bukan sedang bernegosiasi untuk perdamaian, tapi memaksakan kehendak supremasi Zionis melalui pembantaian dan blokade sistematis,” ujarnya kepada media-umat.com, Sabtu (12/7/2025).

Menurut Farid, demiliterisasi adalah sama dengan penjajahan tanpa perlawanan. Tuntutan agar hanya tentara entitas penjajah yang boleh memegang senjata di Gaza adalah puncak arogansi kolonial. Hal ini sama artinya dengan menjadikan Gaza kembali seperti “penjara terbuka” di bawah kendali total Zionis tanpa hak membela diri.

“Ini bukan perdamaian, ini adalah subjugation (penaklukan),” ucap Farid.

Farid melihat, narasi demiliterisasi Hamas sejatinya adalah upaya untuk mengebiri jihad dan perlawanan umat Islam terhadap penjajahan. Ini juga merupakan bentuk kriminalisasi terhadap kewajiban syar’i membela kaum Muslim yang ditindas.

Farid memandang, ultimatum Netanyahu 60 hari dan penolakan terhadap tawaran pertukaran tawanan dari Hamas adalah bukti bahwa Israel tidak menginginkan deeskalasi, melainkan penaklukan tanpa perlawanan. Bahkan ketika Hamas menawarkan jalan kompromi demi bantuan kemanusiaan, Israel tetap menolaknya mentah-mentah.

“Zionis hanya menerima gencatan senjata jika Gaza tidak lagi memiliki kemampuan bertahan. Ini bukan gencatan senjata, tapi ultimatum imperialis,” benernya.

Sementara itu, kata Farid, hukum internasional dan lembaga global seperti PBB telah gagal menghentikan kejahatan Zionis. Serangan terhadap klinik kemanusiaan, pembunuhan balita, penghentian distribusi PBB, dan manipulasi lembaga bantuan seperti GHF menunjukkan betapa lembaga-lembaga internasional telah gagal menghentikan kejahatan Zionis.

Bahkan, sebut Farid, AS justru menjatuhkan sanksi terhadap pelapor khusus PBB yang membela hak-hak Palestina. Hal ini membuktikan bahwa dunia internasional tidak netral, melainkan menjadi bagian dari sistem global yang melindungi rezim penjajah.

Terakhir, Farid menegaskan, solusi hakiki dari permasalahan Palestina ini bukan gencatan senjata, tapi persatuan dan khilafah.

Sebab, menurutnya, negosiasi gencatan senjata malah justru memperpanjang penjajahan. Namun yang harus dilakukan adalah konsolidasi kekuatan umat Islam dalam satu kepemimpinan politik Islam (Khilafah ‘ala Minhajin Nubuwwah). Hanya Khilafah yang mampu menghimpun kekuatan militer, ekonomi, dan diplomatik umat Islam.

Farid menjelaskan, khilafah akan mengerahkan pasukan ke Palestina, bukan hanya memberikan doa dan kutukan. Khilafah juga akan memutuskan hubungan diplomatik dan ekonomi dengan negara-negara pendukung Israel terutama negara kolonialis AS.

Khilafah juga, sebutnya, akan melenyapkan entitas Zionis dan membebaskan Al-Quds secara tuntas dengan jihad fii sabilillah.

“Menyerukan kepada umat Islam dan para pemikir Muslim untuk menolak narasi kompromi, dan berjuang mengembalikan kekuasaan Islam di bawah naungan Khilafah ‘ala Minhajin Nubuwwah sebagai satu-satunya jalan menyelamatkan Palestina dan kehormatan umat,” pungkas Farid.[] Agung Sumartono

Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat

Share artikel ini: