FIWS: Konflik Pakistan–Afghanistan, Politik Adu Domba Lama

 FIWS: Konflik Pakistan–Afghanistan, Politik Adu Domba Lama

MediaUmat Direktur Forum on Islamic World Studies (FIWS) Farid Wadjdi menyebut konflik Pakistan–Afghanistan yang terjadi belakangan ini sebagai contoh nyata politik lama penjajahan yang terus diwariskan melalui strategi pecah belah dan adu domba.

“Ya, ini sebenarnya politik lama, penjajahan pecah belah dan adu domba, seperti yang terjadi antara Pakistan dan Afghanistan,” tuturnya dalam Kabar Petang: Pakistan-Afganistan Memanas! Skenario Adu Domba Gaya Washingtong? di kanal YouTube Khilafah News, Senin (3/11/2025).

Menurut Farid, meskipun dua negeri ini, sama-sama mayoritas Muslim bahkan mengklaim sebagai negara yang berdasarkan Islam tetapi terpecah belah karena warisan dari kolonial imperialisme Barat, terutama Inggris.

“Ya, benar dunia Islam ini terpecah belah ya karena warisan kolonial, Timur Tengah terpecah belah karena apa yang disebut dengan perbatasan yang dirancang oleh Sykes Picot. Pertama mewariskan konflik perbatasan. Kedua, merupakan bentuk warisan dari negara bangsa yang lahir dari rahim kolonialisme negara-negara imperialis,” bebernya.

Termasuk, lanjut Farid, Garis Durand merupakan batas buatan Afghanistan-Pakistan yang dipaksakan oleh imperialisme.

“Kalau kita bicara tentang Garis Durand yang dipersengketakan ini adalah garis yang dibuat oleh Inggris pada tahun 1893, memisahkan wilayah Pashtun antara Afghanistan dan India Britania pada waktu itu, sekarang disebut dengan Pakistan,” tandasnya.

Hal ini, saran Farid, harusnya membuat komunitas Muslim bersatu didasarkan akidah Islam. Jangan lagi terpisah oleh negara buatan imperialisme kolonial, sehingga muncullah ketegangan sosial, politik, dan militer.

Mengurai Persoalan

Karena itu, papar Farid, untuk mengurai persoalan ini, harus mencabut batas-batas kolonial.

Dengan, tegas Farid, menghilangkan negara-negara yang dirancang oleh negara-negara kolonial yaitu negara bangsa (nation state).

Kemudian, imbuh Farid, menyatukan umat Islam di bawah naungan Khilafah Islam ‘ala Minhāj an-Nubuwwah.

“Ya, dengan cara itulah, umat Islam menjadi kuat karena umat Islam menjadi negara yang mandiri tanpa ada potensi untuk diintervensi oleh kepentingan-kepentingan Barat,” tutupnya.[] Novita Ratnasari

Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *