FIWS: Dibunuhnya Hijaber di Jerman Bentuk Islamofobia Sistemik

MediaUmat – Direktur Forum on Islamic World Studies (FIWS) Farid Wadjdi menilai kasus dibunuhnya hijaber di Jerman sebagai bentuk islamofobia sistemik.
“Jelas bentuk islamofobia sistemik,” ujarnya kepada media-umat.com, Senin (14/7/2025).
Menurutnya, pembunuhan terhadap hijaber ini bukan sekadar kriminal biasa, tetapi manifestasi nyata dari islamofobia.
“Korban mengalami penghinaan verbal karena busananya dan penampilannya yang mencerminkan identitas Islam. Ini menegaskan bahwa kebencian terhadap Islam menjadi pemicu kekerasan, bukan hanya karena etnis atau imigrasi semata,” tegas Farid.
Farid mengatakan, akar islamofobia adalah kebijakan dan narasi negara Barat. Islamofobia di Barat bukan terjadi secara spontan.
“Ia lahir dan dipelihara oleh narasi kebencian yang mengaitkan Islam dengan radikalisme dan terorisme, yang merupakan buah dari kebijakan negara-negara Barat pasca-9/11,” ungkapnya.
Selain itu, kata Farid, isu imigrasi dan ancaman Islam juga digunakan oleh politisi kanan-ultra demi meraup suara, seperti Partai Alternatif untuk Jerman (AfD).
“Kambing hitam ekonomi yakni imigran Muslim disalahkan atas masalah pengangguran, kriminalitas, hingga beban sosial. Media massa arus utama ikut memperkuat stereotip Islam sebagai ancaman. Pembelaan umat Islam terhadap Palestina makin memicu kebencian dari kelompok pendukung Zionis, yang melihat aktivisme Muslim sebagai ancaman ideologis dan politik,” bebernya.
Farid menilai ini bukan sekadar rasisme, tapi ini bentuk perang peradaban. “Islamofobia di Eropa adalah bagian dari kegagalan peradaban Barat yang sejak awal memosisikan Islam sebagai musuh ideologis. Ini merupakan kelanjutan dari apa yang disebut Samuel Huntington sebagai Clash of Civilizations—yang hari ini tidak lagi bersifat teoritis, tapi berdarah,” ungkapnya.
Berulang
Farid mengatakan, hal ini terus berulang karena umat tidak punya perisai global. Peristiwa semacam ini terus terjadi karena umat Islam tidak memiliki institusi global yang disegani dan melindungi mereka.
“Dulu, ketika Islam masih memiliki khilafah, Sultan Abdul Hamid II pernah mengirim nota protes keras bahkan mengancam Eropa saat ada pelecehan terhadap Islam. Kini, siapa yang peduli?” tanyanya.
Menurutnya, negeri Islam seharusnya aman, tapi justru jadi penyebab gelombang pengungsian. Ironisnya, negeri-negeri Islam yang seharusnya menjadi tempat aman bagi Muslimah seperti korban, justru menjadi ladang konflik, penindasan, dan kezaliman akibat pengkhianatan para penguasanya, yang tunduk pada agenda Barat.
“Intervensi militer dan politik Barat yang merusak stabilitas negeri-negeri Muslim. Akibatnya, jutaan Muslim terpaksa hijrah ke negeri-negeri kufur yang tidak menjamin keselamatan, bahkan nyawa mereka,” tandasnya.
Solusi Fundamental
Farid menekankan, solusi atas permasalahan ini adalah dengan menegakkan khilafah.
“Hanya khilafah yang akan menjamin keamanan negeri-negeri Islam, tanpa perlu bergantung pada visa negara-negara Barat. Melindungi kehormatan wanita Muslimah, tanpa harus meminta belas kasih hukum sekuler dan mewujudkan jaminan perlindungan nyawa, bukan sekadar jargon HAM kosong,” terangnya.
Ia melihat fakta sejarah yang menegaskan hal ini. Dalam sejarah khilafah, seorang wanita yang dizalimi di wilayah Romawi cukup memanggil, ‘Ya Mu’tashimah!’ untuk menggerakkan pasukan.
“Sultan Abdul Hamid menolak tekanan Eropa demi kehormatan Islam dan Palestina. Hari ini? Para penguasa negeri Islam hanya bisa diam, bahkan berlutut, di hadapan negara penjajah,” jelasnya.
Sebelumnya, Rahma Ayad (26 tahun), peserta pelatihan keperawatan asal Aljazair, telah berulang kali dilecehkan karena mengenakan jilbab dan latar belakangnya sebagai orang Arab. Yang puncaknya, pada 4 Juli ditikam hingga tewas di tangga gedung apartemennya di Arnum, sebelah selatan Hanover, Jerman.
Menurut polisi dan saksi mata, para tetangga mendengar teriakan minta tolong dan memberitahu pihak berwenang. Dia ditemukan dengan beberapa luka tusuk di dada dan bahunya, dan meninggal tak lama setelah layanan darurat tiba.[] Achmad Mu’it
Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat