MediaUmat – Menanggapi temuan Transparency International Indonesia (TII) terkait dominasi politisi dalam jabatan komisaris BUMN, Ketua Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa (FDMPB) Dr. Ahmad Sastra menyatakan harus ada reformasi mendesak sistem pengisisan jabatan publik.
“Reformasi sistem pengisian jabatan publik yang berbasis transparansi dan kompetensi menjadi sangat mendesak untuk membangun pemerintahan yang bersih, profesional, dan akuntabel,” ujarnya kepada media-umat.com, Sabtu (18/10/2025).
Karena, menurutnya, dari kursi 562 kursi komisaris yang diteliti, 165 di ataranya diisi oleh politisi, baik kader partai maupun relawan politik. Ini menegaskan kuatnya pengaruh politik dalam pengisisan jabatan publik, yang memperlihatkan kondisi kental praktik patronase politik dalam tubuh pemerintahan.
“Dampak praktisnya dapat dilihat pada risiko kebijakan yang mengutamakan pertimbangan politik jangka pendek daripada tata kelola jangka panjang, serta potensi lemahnya akuntabilitas publik,” tuturnya.
“Lebih jauh, pembagian jabatan berbasis afiliasi politik ini memiliki dampak jangka panjang terhadap tata kelola pemerintahan dan kepercayaan publik. Ketika jabatan strategis diisi oleh orang-orang yang tidak sepenuhnya profesional, keputusan publik berisiko terdistorsi oleh kepentingan partai dan kelompok tertentu,” imbuhnya.
Ia melanjutkan, fenomena poltik balas budi ini yang dianggap hal lumrah dalam sistem demokrasi politik elektoral, menunjukkan bahwa jabatan publik dipandang sebagai amanah untuk melayani rakyat, melainkan sebagai instrumen politik untuk menjaga stabilitas kekuasaan dan melunasi utang politik setelah proses pemilu.
“Dengan cara ini, kekuasaan politik tidak hanya dipertahankan melalui suara rakyat, tetapi juga melalui jejaring kekuasaan ekonomi dan birokrasi yang dibangun dari hasil pembagian jabatan tersebut,” lanjutnya.
Dalam pandangan Islam, katanya, jabatan bukanlah kehormatan yang harus diperebutkan, melainkan amanah yang akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah SWT. Rasullah SAW memperingatkan bahwa jabatan adalah amanah dan hari kiamat akan menjadi kehinaan bagi penyimpang amanah tersebut.
“Peringatan ini menegaskan bahwa kekuasaan bukanlah kehormatan yang perlu diperebutkan, melainkan beban moral dan spiritual yang menuntut integritas serta tanggung jawab besar kepada umat dan kepada Allah,” ujarnya.
Ahmad Sastra juga menekankan, seseorang pemegang jabatan publik seharusnya memiliki dua syarat utama yaitu kifayah (kompetensi) dan amanah (ketakwaan). Kepemimpinan tidak lahir dari transakasi kekuasaan, melaikkan seleksi syariat yang berlandaskan keadilan dan ketakwaan.
“Prinsip ini menunjukkan keseimbangan antara kompetensi profesional dan moralitas spiritual. Dengan demikian, pejabat publik dalam pandangan Islam sejatinya adalah pelayan umat yang bertugas menegakkan kemaslahatan, bukan aktor politik yang mengejar keuntungan pribadi atau partainya,” tandasnya.[] Lukman Indra Bayu
Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat