MediaUmat – Menanggapi pertemuan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Organisasi Kerjasama Islam (OKI) ke-51 di Turki tanggal 21-22 Juni 2025 yang salah satu hasilnya sekadar mengutuk Israel tanpa ada tindakan militer untuk menghentikan pendudukan terhadap Palestina, Ketua Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa (FDMPB) Dr. Ahmad Sastra menegaskan anggota OKI masih sangat terikat dengan Barat dan AS.
“Anggota OKI ini kan sebenarnya masih sangat terikat dengan Barat dengan Amerika terutama kan itu masalahnya,” ujarnya dalam Kabar Petang: Gaza Separuh Nafas, Ahad (29/6/25) di kanal YouTube Khilafah News.
Karena, menurutnya, OKI ini adalah sekumpulan negeri-negeri Muslim yang terikat dengan nasionalisme, meskipun di dalamnya juga ada pemimpin negeri Muslim dan ada nama negaranya.
“Tapi kan pada faktanya negeri-negeri yang berkumpul di organisasi OKI itu kan tidak bisa terlepas juga dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Sementara PBB itu kan sebenarnya negeri-negeri Barat yang dulu itu justru menjadi penjajah dan pemecah belah negeri Muslim menjadi 50 negara,” tegasnya.
Serta, lanjutnya, anggota OKI kebanyakan tidak atas nama agama, tapi atas nama nasionalisme.
“Jadi, menghitung dulu untung ruginya, kemudian juga berhitung secara pragmatis, kemudian kepentingan nasionalis dalam negerinya masing-masing. Kemudian juga tentu terikat dengan aturan bosnya, Amerika. Dia harus mungkin harus izin dulu, harus konsultasi dulu dan seterusnya,” bebernya.
Bahkan, ujarnya, hal ini terbukti ketika Iran menyerang Israel, kemudian Amerika Serikat menyerang Iran hari ini, sedangkan negeri-negeri Muslim yang ada di OKI seperti Qatar, Yordania, Mesir, Azerbaizan, Turki, dan lain-lain maksimal istilahnya hanya menyeru.
“Tapi fakta di lapangan mereka justru cenderungnya malah membela Amerika dan Israel. Itu kalau kita lihat ya, bukannya kemudian menerima seruan persatuan yang di serukan oleh Iran misalnya,” bebernya.
Hal ini tentu, kata Ahmad, ikatan nasionalisme dan keterikatan dengan dunia Barat ini benar-benar membuat Muslim terpuruk.
“Jadi, OKI dan PBB ini sebenarnya tidak bisa menjadi acuan,” bebernya.
Mestinya, beber Ahmad, hanya dengan memahami aspek normatif dan historis, bisa dijadikan sebagai pijakan untuk melakukan seruan yang sifatnya strategis dan ideologis, yaitu persatuan umat Islam itu sendiri.
“Persatuan negeri-negeri Muslim itu, mestinya itu ke arah sana gitu,” harapnya, seraya menyebut seharusnya negeri-ngeri Islam juga bekerja sama untuk lepas dari ikatan negara-negara Barat.[] Setiyawan Dwi
Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat