MediaUmat.info – Peristiwa penusukan secara brutal dan bertubi-tubi terhadap salah satu jamaah masjid di Prancis lantas memfilmkannya dengan telepon seluler sambil meneriakkan hinaan terhadap Islam, menandakan belum redanya islamofobia rasisme di Prancis.
“Hal ini menandakan belum redanya islamofobia rasisme di Prancis,” ujar Ketua Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa (FDMPB) Dr. Ahmad Sastra kepada media-umat.info, Kamis (1/5/2025).
Menurut Ahmad, islamofobia dan rasisme masih terjadi di Prancis karena sejumlah faktor historis, sosial, politik, dan budaya yang saling berkaitan. Prancis memiliki sejarah panjang kolonialisme, khususnya di wilayah mayoritas Muslim seperti Aljazair, Maroko, dan Tunisia.
Warisan kolonial ini, jelas Ahmad, menciptakan hubungan yang rumit antara mayoritas masyarakat Prancis dan imigran dari bekas jajahan. Banyak stereotip dan prasangka rasial berasal dari masa kolonial ini dan masih terbawa hingga sekarang.
Ahmad mengatakan, Prancis sangat menjunjung tinggi prinsip laïcité, yaitu pemisahan yang ketat antara agama dan negara atau sekulerisme. Tapi dalam praktiknya, prinsip ini sering kali menyebabkan pelarangan ekspresi agama di ruang publik, seperti larangan mengenakan hijab di sekolah negeri atau tempat kerja pemerintah.
“Meskipun ditujukan untuk semua agama, kebijakan ini secara tidak proporsional berdampak pada Muslim, dan sering kali dipersepsikan sebagai bentuk diskriminasi,” jelasnya.
Ditambah media arus utama di Prancis terkadang menggambarkan Muslim secara negatif, terutama dalam konteks terorisme atau kriminalitas. “Politikus dari sayap kanan juga sering mengeksploitasi isu imigrasi dan Islam untuk mendapatkan dukungan politik, dengan mengasosiasikan Islam dengan ancaman terhadap identitas nasional,” jelasnya.
Selain itu, Ahmad melihat, banyak komunitas Muslim di Prancis tinggal di wilayah suburban (banlieue) yang secara ekonomi tertinggal, dengan akses terbatas ke pendidikan dan pekerjaan. Sehingga ketimpangan ini memperkuat stereotip dan memperbesar ketegangan sosial antara kelompok etnis dan ras.
Ahmad menyebut, Muslim Prancis kurang terwakili dalam institusi negara, media, dan sektor swasta. Hal ini membuat mereka lebih rentan terhadap diskriminasi dan sulit membela hak-hak mereka secara efektif di tingkat nasional.
Terakhir, kata Ahmad, di Prancis banyak ketakutan, kecurigaan, dan sikap negatif terhadap Muslim tidak berdasarkan fakta, melainkan pada stereotip, generalisasi, dan miskonsepsi.
“Selain tentu saja memang adanya kebencian terhadap Islam dan kaum Muslimin,” pungkasnya.[] Agung Sumartono
Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat