Farid Wadjdi: Vasektomi Syarat Terima Bansos, Bertentangan dengan Islam

 Farid Wadjdi: Vasektomi Syarat Terima Bansos, Bertentangan dengan Islam

MediaUmat.info Mengaitkan keharusan masyarakat untuk melakukan vasektomi sebagai syarat untuk menerima bantuan sosial (bansos) adalah kebijakan yang bertentangan dengan syariat Islam.

“Ini sesuatu yang bertentangan dengan syariat Islam,” ujar Pemimpin Redaksi Majalah al-Wa’ie Farid Wadjdi dalam Sorotan Dunia Islam, Rabu (7/5/2025) di Radio Dakta 107.0 MHz FM Bekasi.

Adalah sebelumnya, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi berencana mengaitkan pemberian bansos dengan kewajiban mengikuti program vasektomi atau pemandulan (sterilisasi) dalam konteks kontrasepsi.

Dedi berdalih, program itu untuk menekan laju kelahiran, khususnya di kalangan masyarakat prasejahtera, serta sebagai bagian dari strategi pengentasan kemiskinan jangka panjang.

Padahal, kata Farid lebih lanjut, prosedur vasektomi termasuk dalam bentuk sterilisasi permanen, secara umum hukumnya tidak diperbolehkan apabila dilakukan tanpa alasan syariat yang kuat, seperti alasan medis yang membahayakan keselamatan jiwa.

Ia pun menyinggung dalil keharaman vasektomi yang pernah disampaikan dr. Muhammad Ali Syafi’udin dari Healthcare Professionals for Sharia (HELPS Sharia). Di antaranya QS an-Nisa: 119 tentang larangan mengubah ciptaan-Nya, dan hadits tentang larangan membujang dan mengebiri.

“Rasulullah SAW menolak permintaan Utsman bin Mazh’un untuk hidup membujang (tidak menikah dan tidak berketurunan). Seandainya beliau mengizinkan, niscaya kami akan mengebiri diri kami,” demikian bunyi hadits dimaksud.

Selain kedua dalil tersebut, terdapat juga dalil yang menurut Farid paling penting untuk disampaikan, yakni larangan memutus keturunan sebagaimana firman Allah SWT dalam QS al-Isra: 31, yang artinya,

“Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kamilah yang akan memberi rezeki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar.”

Dengan demikian, sangat jelas keharaman vasektomi kecuali adanya alasan medis bersifat darurat atau membahayakan keselamatan jiwa. “Dan ini tentu sangat jarang karena ada pilihan-pilihan yang lain,” tandasnya.

Sementara, persoalan bansos pada dasarnya merupakan hak rakyat sekaligus kewajiban negara, yang tidak bisa dikaitkan dengan syarat selain yang bersifat administrasi.

“Yang bisa dilakukan adalah syarat-syarat yang sifatnya mungkin administratif saja,” tandasnya, semisal kondisi warga yang memang berhak karena miskin.

Ia mengingatkan, kondisi keluarga dengan banyak anak atau tidak, yang notabene merupakan pilihan, sebenarnya tak bisa menggugurkan kewajiban negara dalam hal menjamin kesejahteraan rakyatnya. Artinya, setiap warga negara berhak untuk mendapatkan penghidupan yang layak dan sejahtera, termasuk hak atas pekerjaan dan kebutuhan dasar lainnya.

Alasan Saja

Lantas tentang dalih karena miskin sehingga tak patut memiliki banyak anak, menurut Farid, hanyalah dalih atau alasan yang dicari-cari walau sepertinya logis.

Padahal, sebagaimana disinggung sebelumnya, kesejahteraan sudah menjadi hak rakyat sekaligus kewajiban negara untuk memenuhinya. Sehingga boleh disebut gubernur dengan sangat gamblang telah mengabaikan tanggung jawabnya.

Semestinya, kata Farid berharap, seorang penguasa termasuk gubernur sekalipun, lebih fokus menyejahterakan rakyat daripada sibuk dengan hal-hal yang kontroversial semisal bansos bersyarat vasektomi hingga remaja nakal yang dikirim ke barak militer.

Jaminan dalam Islam

Adalah Islam, yang menurut Farid, memiliki konsep prosedural jaminan tersebut. Pertama, laki-laki dewasa memiliki tanggung jawab utama untuk mencari nafkah bagi diri dan keluarga, seperti halnya ajaran Islam menekankan bekerja adalah ibadah dan kewajiban, bukan hanya sekadar mencari rezeki.

Kedua, tanggung jawab kesejahteraan diselenggarakan oleh keluarga terdekatnya. “Paman membantu keponakannya, anak membantu ibu dan ayahnya,” kata Farid memisalkan tentang konsep silaturahmi, ketika seorang kepala keluarga belum mampu mencukupi anggota keluarganya.

Ketiga, jika individu maupun keluarganya tak mampu maka negara yang kemudian turun tangan terkait pemenuhan kebutuhan pokok mendasar seperti sandang, pangan dan papan.

Ditambah, untuk dijadikan catatan, berkenaan dengan kebutuhan hidup masyarakat yang bersifat strategis, Islam tidak mengaitkan dengan miskin atau kaya.

“(Akses) pendidikan harus gratis, (pelayanan) kesehatan itu harus gratis,” beber Farid, yang berarti kebijakan ini akan berdampak biaya hidup masyarakat menjadi lebih ringan sehingga tidak akan ada lagi kekhawatiran menjadi miskin meski memiliki banyak anak.

Karena itu, umat Islam harus menolak program pemandulan permanen ini. “Kaum Muslimin tentu harus menolaknya,” pungkas Farid.[] Zainul Krian

Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *