Falsafah Agung Hanya Ada pada Khilafah

 Falsafah Agung Hanya Ada pada Khilafah

Mediaumat.id – Pengasuh Pondok Nahdlatul Muslimat (NDM) Surakarta Ustaz Utsman Zahid as-Sidaniy menuturkan, falsafah agung hanya terdapat pada khilafah.

“Kalau kita bicara tentang khilafah, maka di sana ada falsafah yang sangat agung, yang ini tidak ada pada sistem lain. Hanya ada pada sistem khilafah saja,” tuturnya dalam Kajian Dhuha #Eps16: Falsafah Agung yang Hanya Ada pada Khilafah, Ahad (24/4/2022) di kanal YouTube Khilafah Channel Reborn.

Memang, apa pun bentuk sistem pemerintahan selalu berdiri di atas sebuah paradigma atau falsafah sebagai landasan, tak terkecuali khilafah, sistem pemerintahan dalam Islam.

Namun, lanjut Ustaz Utsman, hanya khilafah yang memiliki visi-misi menjadikan kehidupan manusia sebagai khalifah di muka bumi dengan mengemban amanah dari Allah SWT demi kebaikannya di dunia dan akhirat.

Sebagaimana makna secara bahasa di dalam kitab Mufradat Alfazh Al-Qur’an, Dar Al-Qalam, 1992, hlm. 292, Ar-Raghib as-Ashfahani mengatakan, khilafah artinya mengganti posisi orang lain.

Sebab, lanjut beliau, adakalanya karena yang digantikan tidak hadir, mati, tidak mampu, atau yang digantikan justru memuliakan penggantinya.

“Dan dalam rangka memuliakan, Allah SWT menjadikan kekasih-kekasih-Nya, hamba-hamba yang dikasihi-Nya sebagai khalifah-khalifah di muka bumi,” paparnya dengan menukil QS al-Baqarah ayat 30 yang artinya,

”Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi’

Maknanya, lanjut Ustaz Utsman, Allah SWT hendak menitipkan sebuah amanah kepada manusia, yang sebelumnya dikemukakan kepada langit, bumi, gunung, tetapi semua enggan memikulnya.

Sementara, di dalam menciptakan manusia, hidup dan alam semesta lengkap berikut tanggung jawab berupa amanah dimaksud, Allah SWT tahu tidak ada yang bisa memikulnya kecuali manusia.

Lalu berkenaan dengan amanah, Allah SWT juga telah jelas menyebutkan di dalam QS al-Ahzab ayat 72-73 yang bercerita tentang manusia tampil menjadi satu-satunya makhluk yang bersedia menerima amanah, mencakup soal akidah, ibadah maupun muamalah antar sesama.

“Semua adalah bagian dari amanah yang Allah SWT tetapkan atas manusia,” tegasnya menukil penjelasan dari kitab Tafsir al-Qurthubi yang artinya, ‘Amanah di sini mencakup semua tugas-tugas agama atau berbagai hal yang berkaitan dengan agama.’

Selain itu, tafsir serupa juga datang dari Imam Ath-Thabari. ‘Yang dimaksud dengan amanah di sini adalah semua makna-makna amanah dalam urusan agama dan juga manusia.’

“Singkatnya, kehidupan kita memiliki mas’uliyah (tanggung jawab) sebagai khalifah di muka bumi,” tandasnya.

Khilafah

Lantas agar benar-benar bisa menunaikan amanah yang Allah SWT berikan, Ustaz Utsman mengupas hubungan antara khalifah dengan sebuah sistem pemerintahan yang apabila dikaitkan dengan falsafah agung dimaksud, tidak ada di dalam sistem lain kecuali khilafah.

Untuk itu pada prinsipnya, terang Ustaz Utsman, visi khilafah sebagaimana istilah khalifah adalah agar manusia mengabdi, taat, tunduk serta menyembah hanya kepada Allah SWT.

Lebih dari itu, sebagaimana di awal ia jelaskan, Allah SWT memberi tugas manusia sebagai khalifah dalam rangka memberikan penghormatan atau kemuliaan. Bukan untuk melakukan kerusakan, penyimpangan, dsb.

“Allah telah menempatkan manusia pada posisi khilafah, sehingga ini berarti sebagai tasyrif (memuliakan),” tandasnya lagi dengan mengutip QS. Yunus ayat 14 yang artinya,

‘Kemudian Kami jadikan kamu (wahai kaum Nuh AS) pengganti-pengganti (mereka) di muka bumi sesudah mereka, supaya Kami memperhatikan bagaimana kamu berbuat.’

Ini juga tampak sekali dari Sabda Rasulullah SAW yang artinya, ‘Sesungguhnya dunia itu manis lagi hijau, dan sesungguhnya Allah menjadikan kamu sebagai khalifah di dunia ini, lalu Dia akan melihat bagaimana kamu berbuat.’

Maksudnya, kata Ustaz Utsman, keberadaan manusia di dunia akan mendapatkan posisi khilafah sebagai bentuk tasyrif dari Allah, jika manusia menerapkan hukum Allah dan berjalan di atas manhaj yang telah Allah gariskan.

“Ini adalah makna filosofis khilafah, setiap individu dikatakan sebagai khalifah Allah di muka bumi, ketika menduduki posisi sebagai khilafah, maka artinya, ketika kita berjalan di atas manhaj (yakni) syariah Allah SWT, itulah kita sebenarnya baru menjadi khalifah Allah,” ujarnya.

Karena itu, ketika Imam Al-Qurthubi menafsirkan ayat 30 QS al-Baqarah dan menyatakannya sebagai ashl (dalil pokok) dalam pengangkatan seorang imam/khalifah yang didengar dan ditaati agar persatuan kaum Muslim terjaga dan hukum-hukum terkait khalifah dapat direalisasikan, menurut Ustaz Utsman, hal ini merupakan kejelian dan kedalaman ilmu beliau.

“Tidak seperti orang-orang yang mengatakan sok sombong mengatakan, enggak ada dalilnya khilafah di Al-Qur’an,” lanjutnya.

Padahal para ulama, pakar-pakar tafsir, di antaranya diwakili oleh Al-Qurthubi dan dibenarkan oleh Ibnu Katsir, Ibnu ‘Asyur, dan yang lainnya, menyatakan bahwa QS al-Baqarah ayat 30 menjadi dalil pokok dalam pengangkatan seorang imam atau khalifah.

“Ini merupakan pemahaman yang jeli, mendalam terhadap makna khilafah itu sendiri,” tegasnya kembali.

Pun, Imam As-Suyuthi di dalam kitab Al-Jalalain, kitab tafsir yang, kata Ustaz Utsman, dipakai di pesantren seluruh Indonesia, menyatakan, ‘Maknanya adalah seorang khalifah yang menggantikan Aku dalam menerapkan hukum-hukumKu di atas muka bumi.’

Dengan demikian, lugasnya, filosofi khilafah baik ketika menjadi individu, ataupun khilafah sebagai sebuah sistem adalah dalam rangka mengabdi, mengikuti apa yang menjadi ketentuan Allah SWT, agar terwujud keadilan di atas muka bumi.

Pasalnya, pandangan manusia terkait keadilan selalu relatif. “Apa yang adil menurut sebagian orang, tidak adil menurut sebagian yang lain,” ucapnya dengan menyimpulkan bahwa yang bisa melihat secara absolut tentang keadilan tentu hanya Allah SWT.

Terakhir, untuk bisa melaksanakan suatu keadilan atau mizan sebagaimana tercantum di dalam QS al-Hadid: 25, lanjutnya, Allah SWT telah menyediakan perangkat, yaitu syariat yang dibawa oleh Rasulullah Muhammad SAW.[] Zainul Krian

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *