MediaUmat – Terkait transparansi serta akuntabilitas anggaran publik pada Proyek Stategis Nasional (PSN) Ibu Kota Nusantara (IKN), Pengamat Ekonomi Forum Analisis dan Kebijakan untuk Transparansi Anggaran (FAKKTA) Muhammad Ishak menilai pemerintah telah melakukan inkalkulasi yakni ketidakmampuan untuk mengkalkulasi dengan baik.
“Pemerintah telah melakukan inkalkulasi, ketidakmampuan untuk mengkalkulasi dengan baik,” ujarnya dalam Kabar Petang: IKN “Bom Waktu”? di kanal YouTube Khilafah News, Kamis (10/7/2025).
Akibat inkalkulasi ini, jelas Ishak, ternyata membuat swasta enggan untuk berinvestasi di IKN, pada akhirnya membuat anggaran negara terbebani.
“Termasuk dalam hal ini adalah biaya pemeliharaan sekitar 300 miliar per tahun dan itu mungkin akan bisa meningkat lagi karena banyak risiko-risiko lain yang belum dipertimbangkan,” jelasnya.
Risiko-risiko itu, sebut Ishak, di antaranya adalah risiko-risiko lingkungan yang salah satunya adalah potensi banjir dan kondisi tanah yang cukup buruk di IKN dan juga keterbatasan sumber daya air yang mendukung penggunaan air bersih bagi penduduk IKN.
Menurut Ishak, desain IKN tidak dilakukan secara matang termasuk kajian lingkungan sehingga yang dibebani adalah APBN.
“Ini terjadi karena memang proyek ini lebih mengutamakan aspek politik dibanding aspek teknopatik (keahlian teknis dan perencanaan yang cermat),” tandasnya.
Masuk Kantong Pejabat
Selain itu, jelas Ishak, sebagaimana temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), 30 persen anggaran Proyek Strategis Nasional (PSN) itu masuk ke kantong pejabat.
“Jadi, ini persoalan serius pengelolaan APBN Indonesia yang sangat kapitalistik,” tegasnya.
Menurut Ishak, pemerintah menggunakan utang untuk membiayai defisit APBN sehingga setiap tahun Indonesia harus mengeluarkan bunga utang yang sekarang jauh lebih besar dari pembayaran subsidi, pembayaran bansos, pembayaran gaji pegawai bahkan hampir menyamai transfer ke daerah.
“Kalau tidak ditangani dengan baik ya, tidak diselesaikan maka akan menjadi bom waktu bagi negara ini kita,” cetusnya.
Kekeliruan Besar
Berdasarkan perspektif Islam, jelas Ishak, inilah sebuah kekeliruan yang sangat besar.
“Dalam Islam memang dinyatakan bahwa pengelolaan ekonomi termasuk pengelolaan APBN harus berbasis syariah gitu. dan bunga utang itu adalah sesuatu yang diharamkan Allah SWT,” terangnya.
Jadi, kata Ishak, termasuk dalam hal ini pengelolaan APBN yang prudensial, yang akuntabel, yang meminimalisir terjadinya korupsi itu juga sangat diperhatikan di dalam sistem Islam.
“Berbeda dengan sistem kapitalisme di mana kita lihat bagaimana undang-undang korupsi itu ya dibiarkan longgar sehingga para aparat negara, para pejabat negara dengan mudah mengorupsi uang negara sehingga dana rakyat yang dipungut lewat pajak dan nonpajak itu kemudian ya mengalir ke kantong-kantong mereka,” paparnya.
Akhirnya, menurut Ishak, rakyat justru terus-menerus mengalami penderitaan seperti saat ini.[] Muhammad Nur
Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat