MediaUmat – Direktur Forum on Islamic World Studies (FIWS) Farid Wadjdi menilai suara dukungan terhadap Palestina yang dinyatakan Presiden Turki Recep Tayyip Erdoğan bersifat simbolik dan retoris.
“Yang terjadi itu (Erdogan suarakan Palestina) adalah naik turun ya, yang di mana sifat naik turunnya ini lebih bersifat simbolik dan retoris,” tutunya dalam Kabar Petang: Mikrofon Erdogan Lebih Meledak daripada Rudalnya, Sabtu (9/8/2025) di kanal YouTube Khilafah News.
Menurutnya, perlu diperhatikan bahwa hubungan antara Turki dan Israel sejak pendirian negara Israel, Turki adalah negara yang pertama kali mengakui keberadaan negara Israel.
Jadi, tegasnya, tidak benar-benar putus hubungan diplomatik dengan Israel. Artinya hubungan Turki dan Israel itu sesungguhnya tetap ada.
“Dan ini bisa kita lihat naik turunnya itu misalkan di era awal Erdogan ada hubungan erat dan strategis dari tahun 2003 sampai 2008, ada peningkatan perdagangan dan militer antara Turki dan Israel. Turki membeli pada saat itu pesawat taktis dari Israel ya dan pesawat F4 dan F5 Turki itu diperbaiki oleh Israel begitu,” bebernya.
Perdagangan bilateral juga saat itu, menurut Farid, mencapai lebih dari 2 miliar dolar AS pada 2024. Pada 2010-2016 ada insiden Mavi Marmara. Kemudian terjadi ketegangan diplomatik ya. Saat itu Turki mengusir duta besar Israel dan memutus hubungan sebagian dari hubungan militer.
Namun perlu dicatat ya, tegas Farid, ekspor Turki ke Israel itu tetap berjalan bahkan meningkat.
“Perdagangan itu melonjak dari 2,6 miliar US dolar ke 4,9 miliar US dolar pada tahun 2010. Meskipun Netanyahu kemudian meminta atas desakan Obama meminta maaf kepada Erdogan begitu dan dinamika ini terus terjadi setelah itu ada normalisasi dan pemulihan strategis,” ungkapnya.
Lanjutnya, perlu dicatat juga bahwa Turki itu masih anggota aktif NATO dan meskipun di bawah Erdogan.
Sementara, imbuhnya, semua orang tahu bahwa NATO itu adalah fakta militer yang dibentuk untuk melindungi kepentingan Barat.
Kepentingan Barat itu, sebut Farid, termasuk eksistensi Israel dan NATO yang memayungi operasi-operasi militer, keamanan negara-negara Barat, dan termasuk dengan serangan terhadap wilayah-wilayah kaum Muslim, di antaranya di Irak, Suriah, termasuk Afghanistan.
Lantas, ia mempertanyakan kenapa Erdogan masih tetap berada di NATO.
“Kemudian juga dengan tetap berada di NATO itu artinya apa?” tanyanya retoris.
Menurut Farid, Erdogan terikat pada doktrin bersama yang mewajibkan pembelaan terhadap sesama anggota NATO seperti Amerika Serikat, Inggris, dan Prancis yang semua negara ini menjadi pelindung Israel ya.
Semua ini, sebut Farid, membuktikan bahwa retorika Erdogan itu hanya alat peredam amarah umat Islam dan kemudian untuk mendapatkan simpati atau citra politik yang bagus di negaranya terutama untuk kepentingan pemilu.
“Jadi kalau kita lihat ya, ini bukan sekadar diplomasi ya, tapi ini adalah pengkhianatan yang nyata, yang terkadang dibungkus dengan simbol-simbol Islam untuk menipu umat Islam,” pungkasnya.[] Novita Ratnasari
Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat