Mediaumat.info – Draf Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2006 tentang Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) untuk menjadi Dewan Pertimbangan Agung (DPA), menurut Pengamat Politik Dr. Suswanta, M.Si. tidak memiliki dasar hukum.
“Perubahan nama dari Wantipres ke DPA tidak memiliki dasar hukum karena DPA sudah dibubarkan seiring dengan amandemen UUD 1945 tahun 2004,” tuturnya kepada media-umat.info, Kamis (18/7/2024)
Menurutnya, DPA dibubarkan karena dianggap sebagai lembaga tinggi negara dengan kedudukan dan fasilitas mewah tapi tidak memiliki tugas dan fungsi yang jelas selain memberi masukan kepada presiden.
“Sebuah rezim yang akan berakhir dalam beberapa bulan seharusnya tidak melakukan perubahan undang-undang yang penting,” ungkapnya.
Lebih lanjut, kata Suswanta, waktu pengajuan dan pembahasan sangat terbatas, terlebih lagi DPR akan memasuki masa reses sejak 12 Juli sampai 15 Agustus 2024. “Dengan kinerja DPR yang tidak optimal selama ini, dapat dipastikan bahwa pembahasan juga tidak akan mendalam,” tegasnya.
Kritik
Setidaknya ada tiga poin kritik Suswanta terhadap revisi tersebut. Pertama, dihapuskannya syarat memiliki keahlian di bidang pemerintahan sebagai anggota DPA. Kedua, jumlah anggota DPA ditentukan oleh presiden sesuai dengan kebutuhannya. Ketiga, ketua DPA ditentukan oleh presiden.
“Ketiga hal tersebut mengindikasikan bahwa rezim mendatang akan menempatkan presiden sebagai lembaga superbody yang antikritik,” katanya.
Selain itu, Suswanta menilai, DPA juga akan menjadi lembaga penampungan tim sukses. Bagi-bagi kekuasaan sebagai wujud politik dagang sapi dan kroniisme politik.
“Jika lembaga negara diisi oleh orang yang tidak kompeten maka peluang korupsi, kolusi dan nepotisme akan semakin masif,” pungkasnya. [] Achmad Mu’it
Dapatkan update berita terbaru melalui channel Whatsapp Mediaumat