Di Balik Kurikulum Anti-pencabulan, Ada Upaya Pencitranegatifan Pesantren

MediaUmat – Direktur Forum Ideologi dan Wacana Strategis (FIWS) Farid Wadjdi menilai dorongan Komisi X DPR RI untuk menyusun kurikulum anti-pencabulan di lingkungan pendidikan, termasuk pesantren, berpotensi mengarah pada upaya pencitraan negatif terhadap pesantren yang dibarengi dengan agenda liberalisasi dalam pergaulan.
“Di sini kita lihat ada upaya pencitraan negatif terhadap pesantren ini. Apalagi nanti disusul dengan itu adalah undang-undang yang liberal, yang mengajarkan masalah liberalisasi dalam pergaulan,” katanya dalam Sorotan Dunia Islam, Rabu (22/7/2025) di Radio Dakta 107.0 MHz FM Bekasi.
Karena, menurutnya, perlu kewaspadaan terhadap adanya agenda liberalisasi kurikulum pesantren, yang dapat melemahkan independensi pesantren dan menyusupkan nilai-nilai asing yang bertentangan dengan Islam, seperti normalisasi seks bebas, ide gender nonbiner, dan permisivisme.
“Apalagi kita bisa menduga kalau undang-undang itu ada skemanya itu tetap, skema kapitalistik dan liberal. Kita bisa bayangkan nanti yang akan diajarkan di pesantren itu adalah pandangan-pandangan liberal, seperti misalkan: pendidikan seksual gitu kan, kemudian posisi wanita dalam pandangan liberal,” tuturnya.
Farid menolak jika anggapan bahwa pesantren menjadi episentrum kekerasan seksual. Data dibandingkan secara objektif, kasus kekerasan seksual bahkan lebih banyak terjadi di lingkungan rumah tangga, institusi negara, atau bahkan dilakukan oleh tokoh politik dan aparat.
“Pencabulan itu marak sekarang di mana-mana. Sehingga seharusnya undang-undang itu bukan menyasar, bukan menyasar hanya pada lembaga pendidikan. Apalagi mengkhususkan pada lembaga pesantren,” tegasnya.
Farid juga mengkritik, yang dibutuhkan bukanlah kurikulum sektoral, melainkan aturan tegas di tingkat negara yang mencabut akar masalah, negara yang justru membiarkan faktor penyebab pencabulan seperti pornografi dan liberalisasi seksual, pergaulan bebas, tetap marak atas nama kebebasan dan hak asasi manusia (HAM).
“Negara kita ini jadi split. Satu sisi mengajarkan bahaya pencabulan, sisi lain membiarkan penyebabnya seperti LGBT dan perzinaan atas nama hak asasi manusia,” tandasnya.[] Lukman Indra Bayu
Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat