Demokrasi-Kapitalisme Sarat Kebusukan, Sengsarakan Rakyat!

MediaUmat.info – Meski digadang-gadang sebagai sistem paling maju, demokrasi dan kapitalisme secara gamblang sarat dengan kebusukan, manipulatif dan menyengsarakan rakyat.
“Kini ‘telanjang’ penuh borok, manipulatif, dan menyengsarakan rakyat,” ujar Wartawan Senior Edy Mulyadi dalam sebuah tulisan berjudul Bangkrutnya Sistem Global: Demokrasi dan Kapitalisme Sudah Selesai, yang diterima media-umat.info, Selasa (29/4/2025).
Termasuk demokrasi di negeri ini yang hanya menjadi panggung sandiwara lima tahunan. “Rakyat disuruh memilih, tapi yang menang tetap oligarki” sambung Edy.
Dengan kata lain, dengan berbungkus jargon yang katanya bebas memilih pemimpin kala gelaran pemilu tiba, sesungguhnya tidak ada kecuali boneka yang sudah disiapkan para bandar.
Maka tak heran kemudian, pasca-pemilu, tambang-tambang besar yang notabene milik umum, akhirnya makin dicengkeram dan dikuasai oleh segelintir konglomerat. Alhasil, ketika terjadi deforestasi, hingga kebijakan penaikan maupun penambahan objek pajak, di saat yang sama pelayanan publik masih saja compang-camping.
Sehingga boleh dikatakan kapitalisme telah menjadikan negara hanya sebagai pelayan korporasi. “Undang-Undang Cipta Kerja, revisi Undang-Undang Minerba, hingga proyek IKN adalah bukti nyata,” paparnya.
Di saat yang sama pula, rakyat kecil pun menjadi penonton yang terus saja dibohongi melalui mantra ‘pertumbuhan ekonomi’ dan ‘pembangunan’. Sehingga alih-alih mendapatkan kesejahteraan, yang terjadi justru penindasan serta pembodohan.
Rakyat Miskin Bukan karena Malas
Sebenarnya, kata Edy lebih lanjut, rakyat terjebak dalam kemiskinan bukan karena malas. Tetapi memang dimiskinkan secara struktural lewat undang-undang.
Jangankan Indonesia, di Amerika Serikat (AS) sendiri yang pada dasarnya sebagai negeri kampiun demokrasi dan kapitalisme, menurut Daily Treasury Statement yang baru dirilis, misalnya, total utang publik outstanding naik menjadi USD35 triliun pada Jumat (26/7/2024).
Ditambah kondisi rakyat yang terpecah karena politik identitas, media partisan, dan sistem dua partai yang membosankan. Belum lagi korupsi dilegalisasi lewat lobi-lobi korporasi, sementara 500 ribu lebih tunawisma tidur di jalan-jalan kota besar.
Pun tak jauh berbeda dengan Eropa yang tengah disapu gelombang demonstrasi karena inflasi, krisis energi, dan imigrasi, yang menurut Edy, telah menampar wajah demokrasi Barat, mulai dari Prancis, Jerman, terutama krisis ekonomi di Inggris pasca-Brexit.
Demikian, dari sini seharusnya umat mampu melihat kerusakan dimaksud bukan karena oknum-oknumnya saja yang rusak. Lebih dari itu, sistemnya juga bobrok dari fondasi, yakni demokrasi sendiri yang menjadikan suara mayoritas sebagai kebenaran, meski bertentangan dengan syariat.
Maka terkait hal ini, Edy pun menyampaikan, bahwa kebenaran hakiki hanya dari Allah SWT. “Dan jika kamu mengikuti kebanyakan orang di bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Yang mereka ikuti hanya persangkaan belaka dan mereka hanyalah membuat kebohongan,” kata Edy mengutip QS al-An’am 6: 116.
Karenanya, kembali ia menegaskan, umat harus berhenti berharap kepada sistem yang menjadikan uang dan pasar sebagai tuhan baru, serta menginjak nilai dan akhlak ini.
Lebih jauh sebagai Muslim yang taat, semestinya berupaya mengganti sistem secara keseluruhan. “Bukan sekadar ganti orang. Bukan sekadar pemilu. Tapi ganti sistem secara menyeluruh,’ pungkasnya.[] Zainul Krian
Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat