Demokrasi Gagal Sejahterakan Umat, Sudah Saatnya Kembali ke Islam

MediaUmat.info – Terkait sistem kehidupan demokrasi saat ini yang terbukti gagal dalam menyejahterakan atau pun memanusiakan manusia, Wartawan Senior Edy Mulyadi mengingatkan, sudah saatnya umat meninggalkan sistem tersebut dan berjuang menegakkan kembali sistem Islam secara kaffah.

“Saatnya kembali, tinggalkan sistem batil, dan tegakkan Islam secara kaffah, bukan setengah-setengah dan bukan (sekadar) tambal sulam,” cetusnya dalam sebuah tulisan berjudul Jangan Ambil Sistem Jahiliyah, Ambil Islam Sebagai Solusi Total dan Global, yang diterima media-umat.info, Selasa (29/4/2025).

Dengan kata lain, sambungnya, telah termaktub dengan sangat jelas di dalam QS al-Ma’idah: 50, bahwa tidak ada hukum yang lebih baik daripada hukum Allah SWT bagi orang-orang yang beriman.

“Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki? Hukum siapakah yang lebih baik daripada hukum Allah bagi orang-orang yang yakin?” demikian bunyi QS dimaksud.

Tengoklah sebagaimana ungkapan gemah ripah loh jinawi yang disematkan atas negeri ini, di saat yang sama kondisi masyarakat terkesan justru dibuat menjadi miskin.

Bahkan di dalam cengkeraman kemiskinan, rakyat dipaksa membayar segala sesuatu dengan harga lebih mahal daripada yang seharusnya. “Beras dan gula mahal, BBM apalagi. Sementara gaji rakyat stagnan, bahkan banyak yang kehilangan pekerjaan,” ungkapnya.

Di saat yang sama pula, para penguasa malah sibuk berebut jabatan dengan segala cara, termasuk merekayasa hukum dan atau mengubah konstitusi demi kelanggengan kekuasaan.

Dengan mengatasnamakan demokrasi, misalnya, seorang anak penguasa yang sebenarnya belum cukup umur pun lolos menjadi calon wakil presiden. “Anak jadi wakil presiden, bapak jadi king maker, hukum ditukar demi nafsu,” singgungnya.

Tak ayal, Edy pun membeberkan, demokrasi yang disebut-sebut sebagai suara dari, oleh, dan untuk rakyat, sejatinya adalah suara pemodal berikut kemampuannya membeli segala hal termasuk hukum.

Demokrasi Sistem Kufur

Lebih lanjut, mengutip pandangan dari Syekh Taqiyuddin an-Nabhani, pendiri partai politik Islam Hizbut Tahrir, ia menyebut demokrasi bukan sistem pemerintahan yang sesuai dengan ajaran Islam dan tidak dapat mewujudkan keadilan serta kesejahteraan umat manusia.

“Demokrasi adalah sistem kufur, bukan dari Islam dan tidak boleh mengambilnya atau menerapkannya, baik sebagian maupun seluruhnya,” kutip Edy, tentang demokrasi yang termaktub di dalam kitab Nizhamul Hukm fil Islam.

Sebab, demokrasi yang cenderung sangat bisa disesuaikan kepentingan, merupakan sistem yang memang didasarkan pada pemikiran manusia, bukan pada wahyu Ilahi.

“Inilah wajah asli sistem batil, hukum dibuat manusia (yang) bisa disesuaikan sesuai kepentingan,” paparnya, kembali menyinggung sistem rusak dan merusak tersebut.

Makanya ia menyayangkan sikap umat yang mengaku mencintai Nabi Muhammad SAW justru banyak yang lebih percaya hukum buatan manusia tersebut daripada hukum-hukum Allah SWT yang ditinggalkan bahkan dimusuhi.

Padahal, kembali dipaparkan, sistem kehidupan buatan manusia apapun bentuknya sudah terbukti gagal menyejahterakan serta memanusiakan manusia. “Semua sistem buatan manusia terbukti gagal. Gagal menyejahterakan, gagal memanusiakan manusia,” cetusnya kembali.

Islam Komperhensif

Amat berbeda dengan Islam yang juga merupakan sistem hidup komprehensif, bukan sekadar agama ritual maupun menyoal seputar ibadah seremonial. “(Islam) mengatur individu, keluarga, masyarakat, dan negara. Dari bangun tidur sampai tidur lagi, dari urusan kasur sampai membuat negeri makmur,” jelasnya.

Karenanya, menurut Edy, menjadi wajar ketika diterapkan secara keseluruhan, Islam berhasil tampil memberi manfaat pada dunia selama 1300 tahun. Kala itu, Islam memimpin dunia dengan mengembangkan berbagai disiplin ilmu serta keadilan ekonomi, dari Madinah ke Andalusia, bahkan dari Baghdad ke Kairo.

Dengan pemimpin yang hanya takut kepada Allah SWT, kesejahteraan lahir dan batin seluruh warga negara khilafah, termasuk non-muslim bakal terjamin.

Terakhir ia mengingatkan bahwa agama Islam dan kekuasaan bagaikan saudara kembar yang tak bisa dipisahkan. Bahkan sebagaimana ungkapan Imam al-Ghazali dalam kitab Ihya Ulumiddin, agama dan kekuasaan ibarat pondasi dan penjaga yang harus sama-sama ada.

“Agama dan kekuasaan itu bagaikan dua saudara kembar… Sesuatu (kekuasaan) tanpa pondasi (Islam) akan runtuh, dan sesuatu (Islam) tanpa penjaga (kekuasaan) akan hilang,” sadurnya.

Untuk itulah ia menyerukan urgensitas umat saat ini adalah menegakkan kembali khilafah ’ala minhaj an-nubuwwah, “Kalau bukan sekarang, kapan? Kalau bukan kita, siapa?” pungkasnya.[] Zainul Krian

Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat

Share artikel ini: