Demokrasi dan Syura: Antara Kebenaran dan Kepalsuan
Segala puji bagi Allah yang telah menjelaskan kepada kita rukun-rukun agama, menganugerahkan kepada kita Kitab yang nyata (menuntun pada kebenaran), menetapkan kepada kita hukum-hukum, merinci kepada kita apa yang halal dan haram, dan menjadikan hukum-hukum itu sebagai aturan di dunia yang dengannya kemaslahatan umat manusia diwujudkan, fondasi kebenaran ditegakkan, serta telah mempercayakan kepada para penguasa apa yang mereka anggap terbaik dalam hal pertimbangan dan pengelolaan yang sebaik-baiknya.
Segala puji bagi-Nya atas apa yang telah Dia tentukan dan tetapkan, shalawat serta salam yang paling sempurna semoga senantiasa tercurah kepada Rasul-Nya yang telah menyampaikan perintah-Nya dengan lantang dan terang-terangan. Amma ba’d:
Banyak sekali perbincangan tentang demokrasi dan seruan untuknya. Hampir tidak ada pemimpin politik atau pemikir yang muncul di media mana pun tanpa memujinya, seolah-olah ia adalah sihir dan balsem penyembuh.
Sebuah kesalahpahaman yang samar (syubhat khafi) telah menyusup ke dalam benak banyak kaum Muslim, yang menggambarkan bahwa sistem pemerintahan dalam Islam sebagai sistem syura (musyawarah), dan demokrasi sama dengan syura! Kemudian mereka sampai pada kesimpulan bahwa pemerintahan dalam Islam bersifat demokratis.
Pernyataan ini merupakan lompatan melampaui kebenaran, karena syura bukanlah sistem pemerintahan atau sistem kehidupan, melainkan cara untuk mencari pendapat yang benar.
Apa itu Hakikat Syura dalam Islam?
Anggota Dewan Syura adalah orang-orang yang berwenang dan berpengaruh (ahlul halli wal aqdi), yang dianggap memiliki kelebihan di tengah komunitas kaum Muslim dan mendapatkan kepercayaan mereka, untuk mewakili pendapat umat dan menjadi tempat Khalifah untuk meminta masukan (pendapat). Anggota Dewan Syura itu dipilih oleh umat, bukan diangkat oleh pejabat. Pemikiran tentang Anggota Dewan Syura ini diambil dari perbuatan Nabi Muhammad saw yang mengangkat dua belas pemimpin dari kalangan Anshar dan Muhajirin.
Hakikat dari syura (musyawarah) adalah bahwa syura tidak berlaku untuk legislasi (tasyrī’), sebab legislasi itu mutlak kewenangan Allah, bukan manusia. Syura hanya berlaku untuk hal-hal yang diperbolehkan di mana Allah telah memberinya pilihan. Syura adalah sebuah konsep yang berakar dari akidah Islam, bukan sebuah sistem pemerintahan yang terpisah. Sistem pemerintahan adalah sistem yang mendefinisikan dasar negara, bentuk, karakteristik, lembaga, dan hukum (undang-undang) yang berlaku di dalamnya. Sedangkan Dewan Syura hanyalah salah satu dari lembaga-lembaga pemerintahan.
Demokrasi: Konsep dan Kemunculannya
Sebaliknya, demokrasi bukanlah sebuah cara dalam sistem yang lebih luas, melainkan sistem itu sendiri, sebagaimana terlihat dalam semua konstitusi demokrasi di dunia. Demokrasi adalah istilah Barat yang berarti “pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat”. Rakyat adalah penguasa absolut dan pemegang kekuasaan berdaulat, yang membuat undang-undang untuk diri mereka sendiri dan mengelola urusan mereka sendiri sesuai keinginan mereka. Demokrasi muncul di Eropa ketika para raja mengklaim diri sebagai wakil Tuhan di bumi, memerintah umat manusia dengan otoritas-Nya. Rakyat memberontak terhadap klaim ini dan mendirikan sistem yang kekuasaannya berasal dari pemisahan agama dan kehidupan (fashluddīn ‘anil hayāh). Oleh karena itu, demokrasi merupakan sistem yang murni manusiawi (buatan manusia), tidak terkait dengan wahyu ilahi atau agama. Demokrasi adalah sistem yang memberikan manusia hak legislasi (membuat undang-undang) dengan meniadakan Allah, bahkan menyangkal bahwa hak legislasi itu hanya milik Allah semata.
Oleh karena itu, tidaklah tepat jika dikatakan bahwa demokrasi hanyalah “mekanisme administratif” seperti peraturan lalu lintas, karena demokrasi didasarkan pada visi doktrinal dan intelektual yang secara fundamental bertentangan dengan Islam. Dengan demikian, tidaklah tepat jika kita mengaitkan demokrasi dengan syura, karena kita tidak sedang membandingkan sistem kehidupan buatan manusia dengan pendekatan syura (musyawarah) dalam sistem pemerintahan ilahi yang lengkap dan utuh, yaitu Islam.
Demokrasi itu Thaghut
Islam telah menetapkan bahwa setiap berhukum kepada selain hukum Allah adalah berhukum kepada hukum thaghut, dan hukum thaghut adalah hukum jahiliyah. Setiap legislasi yang bertentangan dengan hukum-hukum Allah dalam kitab-Nya dan sunnah Rasul-Nya saw adalah bentuk penjajahan manusia atas manusia, perbudakan manusia terhadap manusia, dan pengingkaran terhadap keilahian Allah SWT. Siapa pun yang menempatkan dirinya sebagai pembuat undang-undang di samping Allah—baik penguasa, wakil rakyat, maupun badan legislatif—telah merampas peran Allah dalam legislasi. Oleh karena itu, Dewan Perwakilan Rakyat yang membuat undang-undang dengan meniadakan Allah adalah benteng thaghut yang harus dihindari, karena mereka telah menjadikan diri mereka pembuat undang-undang yang harus dipatuhi dalam hal-hal yang mubah (boleh) dan haram, sedang ketaatan dalam legislasi adalah ibadah yang seharusnya ditujukan hanya kepada Allah SWT.
Kedaulatan dalam Islam
Dalam Islam, kedaulatan di tangan syariat, bukan rakyat. Syariat adalah satu-satunya sumber konstitusi dan undang-undang. Dengan demikian, tidak tepat jika dikatakan, “Islam adalah salah satu sumber legislasi” atau “sumber utama”, karena hal ini bertentangan dengan perintah Allah SWT untuk menjadikan Al-Qur’an dan Sunnah Nabi, serta apa yang ditunjukkan keduanya adalah satu-satunya sumber legislasi. Adapun kekuasaan, maka kekuasaan itu berada di tangan umat, yang kemudian memberikannya kepada Khalifah ketika mereka berbaiat kepadanya untuk menerapkan syariat. Khalifah adalah wakil mereka dalam implementasi, bukan legislasi, dan bertanggung jawab atas segala keteledoran dalam mengelola urusan umat sesuai dengan hukum yang Allah SWT wahyukan.
Hukum Pencalonan dan Pemilihan
Hukum Islam tentang pencalonan atau pemilihan anggota dewan parlemen yang ada di negara-negara saat ini terlihat jelas dari realitasnya: dewan-dewan ini adalah dewan yang melegislasi sistem dan undang-undang buatan manusia yang bertentangan dengan Islam. Legislasi (pembuatan undang-undang) dilarang dalam Islam karena merupakan hak eksklusif Allah semata. Legislasi tidak dapat dilaksanakan melalui pemungutan suara atau delegasi, sekalipun hukum-hukum buatan manusia itu sesuai dengan hukum Islam. Sebab tolok ukurnya bukanlah kesesuaian formal, melainkan sumbernya; sehingga jika hukum itu tidak bersumber dari wahyu, maka itu bukanlah hukum Islam. Oleh karena itu, seorang Muslim dilarang berpartisipasi dalam dewan-dewan ini, baik dengan mencalonkan, memilih, maupun memberikan suara bagi para legislator yang akan merampas otoritas Allah SWT.
Tentang Makna Akuntabilitas
Meminta pertanggungjawaban para penguasa merupakan kewajiban syariah, bagian dari kewajiban amar ma’ruf dan nahi munkar. Namun, jika pertanggungjawaban ini didasarkan pada konstitusi buatan manusia, hal itu menjadi bentuk ketundukan terhadap thaghut. Konstitusi modern menyamakan hukum ilahi (yang berasal dari Allah) dengan hukum buatan manusia, bahkan mengesampingkan hukum ilahi dan memberikan hak membuat hukum kepada rakyat, sungguh hal ini bertentangan dengan dasar tauhid.
Peringatan Terhadap Penipuan Referendum
Dalam sistem demokrasi, referendum rakyat tentang konstitusi atau undang-undang yang disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat merupakan penipuan politik yang bertujuan untuk melegitimasi kepalsuan dan mengalihkan perhatian umat dari kewajibannya. Namun, dalam Islam, referendum legislasi tidak memiliki tempat di dalam sistem Islam, sebab legislasi bukanlah hak rakyat, melainkan hak prerogatif Allah SWT. Oleh karena itu, tidak diperbolehkan mengadakan referendum untuk menerima atau menolak hukum dari Allah SWT.
Penutup
Pemilu di bawah negara Islam diselenggarakan berdasarkan hukum Islam, bukan konstitusi sekuler buatan manusia, sebab sistem pemerintahan Islam adalah Khilafah. Berpartisipasi dalam parlemen sekuler sama saja dengan mengesahkan sesuatu yang terlarang dan haram, berpartisipasi dalam legislasi yang batil, dan menyesatkan umat dari jalan yang benar menuju kebangkitan. Mengingat yang dituntut dari kaum Muslim adalah mengembalikan otoritas syariat Islam ke tempat yang semestinya, bukan memperindah sistem kufur dengan kosmetik palsu “reformasi”.
Ya Allah, tuntunlah umat ini ke jalan yang benar, ridhailah mereka, kabulkanlah doa mereka, tegakkanlah Agama-Mu di antara mereka, dan jadikanlah mereka umat yang benar-benar mendapat petunjuk. Ya Allah, satukanlah umat ini di bawah satu pemimpin, berikanlah kemenangan atas musuh-musuh kafir yang keji, dan jadikanlah mereka layak menjadi saksi bagi umat manusia. Ya Allah, berikanlah kami dukungan yang kuat dan lindungi, dan dukunglah kami dengan orang-orang beriman yang paling teguh dan bertakwa, wahai Yang Maha Penyayang di antara para penyayang. Ya Allah, penuhi janji-Mu, percepatlah kemenangan dari-Mu, sebarkanlah rahmat-Mu, dan berikanlah kami keberhasilan dalam menaati-Mu secara diam-diam maupun terang-terangan.
Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad saw yang ummi, seorang yang jujur dan terpercaya, beserta keluarganya dan seluruh sahabatnya. [] Duraid Abdullah – Iraq
Sumber: Al-Waie (Arab), Edisi 471, Tahun Ke-39, Rabiul Tsani 1447 H./Oktober 2025 M.
Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat