Delapan Kemiripan Kasus Pembunuhan Ajudan Kadiv Propam dengan KM 50

Mediaumat.id – Advokat Azis Yanuar mengungkapkan delapan kemiripan kasus pembunuhan ajudan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo dengan kasus pembunuhan di KM 50, Jumat (15/7/2022), dalam acara Perspektif PKAD: Kasus KM 50 & Pembunuhan Ajudan Ferdy Sambo, Miripkah? di YouTube Pusat Kajian Analisis dan Data.

Pertama, ada keterlambatan penyampaian informasi dari saat kejadian ke pengungkapan. “Jadi kejadiannya itu kalau yang KM 50 pada dini hari tapi baru diungkap siangnya. Kalau kasus Brigadir J dan Bharada E itu dari kejadiannya hari Jumat kalau saya tidak salah informasi yang saya dapat, kemudian baru diungkap atau disampaikan hari Senin,” ungkapnya.

Kedua, ada dugaan penganiayaan atau siksaan yang memang tidak lazim dalam suatu kejadian yang hanya penembakan murni. Ketiga, ada pernyataan supaya langsung menguburkan tanpa melihat jenazah. Keempat, keterangan yang berubah-ubah. “Keterangan terkait dengan kondisi peristiwa dan juga hal-hal terkait peristiwa tersebut, berubah-ubah,” tegasnya.

Kelima, ada keterangan yang tidak masuk akal, antara kronologis kejadian dengan fakta jenazah. “Fakta jenazah itu tidak sinkron dengan kronologi yang disampaikan oleh pihak kepolisian, dalam hal ini oknum polisi yang memang diduga melakukan penembakan tersebut,” terangnya.

Keenam, CCTV mati. ”Ini menarik. Kalau menurut saya secara pribadi daripada buang-buang anggaran pasang CCTV tapi setiap kejadian yang urgen mati, lebih baik enggak usah dipasang CCTV,” kesalnya.

Ketuju, banyak fakta yang tidak diungkap. Menurut Azis, kalau bicara satu kasus pidana tidak bisa melihat an sich bagaimana tindakan pidana itu terjadi. Ada motif yang mesti dipelajari. Ada hal-hal yang merupakan satu kesatuan yang jika hilang satu bagian saja akan membuat sesuatu itu tidak terang benderang dan malah membuka dugaan rekayasa. “Menurut saya hal seperti ini harus dihindari,” tukasnya.

Kedelapan, ponsel dan baju yang dikenakan saat terjadi tidak dikembalikan ke keluarga.

Janggal

Dari kasus-kasus itu Azis lalu menyimpulkan ada kejanggalan-kejanggalan atau keganjilan dalam peristiwa tembak menembak di kediaman Ferdy Sambo.

“Ini semua adalah kejanggalan yang secara kasat mata masyarakat bisa memperhatikan itu. Makanya ini jadi PR bagi tim khusus yang dibentuk untuk menjawab keraguan publik,” tekannya.

Azis sangat berharap agar kasus pembunuhan Brigadir J ini tidak jadi seperti kasus pembunuhan di KM 50 jilid 2 yaitu ada dugaan rekayasa. “Artinya benar-benar serius, benar-benar transparan, meski harapan itu dengan berat hati,” ujarnya pesimis.

Pasalnya, menurut Azis, kasus pembunuhan Brigadir J adalah kasus yang dilakukan oleh aparat kepolisian, kemudian ditangani oleh polisi. “Maka obyektivitasnya sangat diragukan, jeruk makan jeruk” ungkapnya.

“Kalau yang melakukan dari kepolisian, kemudian yang menyelesaikan dari mereka terus kita mau mengharapkan keadilan di situ, secara nurani berat, karena secara akal sehat enggak bisa diterima, secara fakta memang seperti itu adanya,” tukas Azis seraya memberikan bukti peristiwa di KM 50.

Makanya, kata Azis keluarga korban pembunuhan di KM 50 mengharapkan kasusnya diselesaikan melalui Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, bukan peradilan biasa.

“Karena di peradilan HAM itu selain secara unsur memenuhi sebagaimana ketentuan UU Nomor 39 Tahun 1999 itu juga lebih menjamin obyektivitas dari proses tersebut. Secara hukum memenuhi syarat, secara obyektivitas itu dapat dipertanggungjawabkan. Akal sehatnya itu berjalan,” ungkap Azis memberikan argumen.

“Jangan akal sehat dilawan dengan akal bulus, karena akal bulus yang di-backing dengan kekuasaan pasti menang,” pintanya.

Azis juga mengajak masyarakat untuk bersama-sama memantau, mendoakan kepada pihak kepolisian untuk menjawab keraguan masyarakat supaya masyarakat yang sudah sangat ragu hilang keraguannya.

Pesimis

Meski demikian, Azis pesimis polisi bisa menjawab keraguan masyarakat, sebab mengawali proses pemeriksaan kasusnya saja tertutup, ada juga awak media yang diintimidasi. “Padahal media ini bagi masyarakat kan sebagai check and balance, sebagai pihak yang menjalankan kewajiban tanpa dibayar. Nah kalau pemeriksaannya tertutup terus media diintimidasi, yang transparannya apa?” tanyanya.

Terakhir, Azis berpesan, tidak ada kata terlambat. “Mari kita buka ini, jangan yang sudah terjadi itu dipelihara. Jangan institusi itu kalah oleh perorangan, oleh kekejian oknum,” harapnya.

“Apa kita mau begini terus ada kejadian direkayasa sedemikian rupa, capek! Itu kan melacurkan intelektual mereka juga, mereka orang pintar, punya hati nurani tapi kecerdasan dan nuraninya digunakan untuk menutupi kebenaran. Ini bisa mati berdiri, ada yang lurus dibengkok-bengkokin, mau sampai kapan?” kesalnya menutup penuturan.[] Irianti Aminatun

Share artikel ini: