Bupati Meranti Ancam Hengkang dari RI, Ini Lampu Merah

 Bupati Meranti Ancam Hengkang dari RI, Ini Lampu Merah

Mediaumat.id – Bupati Kepulauan Meranti Muhammad Adil menyatakan kekecewaannya terhadap pemerintahan Jokowi karena berlaku tidak adil dalam dana bagi hasil pertambangan, serta mengancam hengkang dari Indonesia, dinilai mantan Kepala Badan Koordinasi Intelejen Nasional, Laksamana Muda Purnawirawan Soleman B. Ponto sebagai lampu merah.

“Transparansi di dalam pengelolaan perimbangan penghasilan antara pusat dan daerah ini mutlak dilaksanakan. Kalau tidak, Meranti ini lampu merah,” tuturnya di acara Perspektif PKAD: Waduh! Siap Angkat Senjata, Wilayah Ini Ancam Hengkang dari Indonesia, Selasa (13/12/2022) melalui kanal YouTube Pusat Kajian Analisis Data.

Menurut Soleman, tidak hanya Meranti nantinya yang lain-lain juga. Ini akan mengganggu kestabilan. “Kita akan kembali ke tahun 50-an, begitu banyak kasus yang mengganggu kestabilan keamanan negara kita ini,” tegasnya.

Dengan adanya kemajuan teknologi komunikasi, sambungnya, bupati melihat dengan jelas apa yang terjadi di wilayahnya. “Hasil di situ berapa, diserahkan ke Jakarta berapa, lalu kembali berapa? Di sinilah harus ada transparansi dari pusat. Perimbangan keuangan itu harus betul-betul disepakati. Jangan pusat ini main kuda kayu pemaksaan kehendak. Ini harus dihindari,” ucapnya.

Soleman mengatakan orang daerah itu rekan kerja bukan sapi perah sehingga harus berdiri sama tinggi duduk sama rendah.

“Tidak bisa kita melihat mereka adalah di bawah yang menjadi sapi perah. Itu sudah lewat. Sekarang adalah masa berdiri sama tinggi duduk sama rendah dalam bernegara. Sehingga transparansi menjadi mutlak. Apa yang terjadi dengan Meranti ini artinya ada transparansi yang tidak jelas, berarti ada kesepakatan yang tidak jelas,” duganya.

Menurutnya, kalau Meranti sudah berani nanti wilayah lain akan sama. “Mereka (para bupati) kan punya persatuan bupati seluruh Indonesia. Pasti di antara mereka saling bicara. Tinggal siapa yang punya nyali untuk bicara. Trenggalek, bupatinya menolak. Wadas rakyatnya menolak. Ini kelihatannya kecil tapi kalau tidak diantisipasi dengan baik bisa menjadi besar,” bebernya.

Menurut Soleman, ini masih normal di dalam negeri. “Kalau sudah ada utak-atik dari negara lain akan tambah ramai,” prediksinya.

Ia menilai, para bupati itu bukan pemberontak. Mereka anak-anak bangsa yang masih punya otak yang masih bisa diajak bicara. “Jakarta jangan merasa selalu benar, introspeksi diri mengapa terjadi seperti itu, jangan mengatakan wah ini memberontak. Bukan begitu cara bernegara,” sarannya.

Dalam menyikapi suatu masalah, kata Soleman, harus melihat temparamen dan budaya suatu daerah. “Ungkapan ‘angkat senjata’ itu hal biasa di daerah sana, tapi bukan berarti dia akan melakukan seperti itu, itu hanya ungkapan kekesalan,” tukasnya.

Terakhir, Soleman menegaskan, harus ada komunikasi yang baik antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat dalam hal perimbangan pembagian hasil tambang yang ada di Meranti, juga daerah lain. “Berapa dapatnya? Kalau 10 ya bilang 10 jangan dibilang 5. Kemudian bilang dari 5 ini 15 persen ke daerah 85 persen ke pusat, padahal pusat sudah dapat yang 5,” pungkasnya.[] Irianti Aminatun

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *