Oleh Guru Luthfi Hidayat
Saat ini kita berada di bulan rabi’ul awal yang banyak peristiwa besar pernah terjadi di dalamnya, di antaranya: 1. Nabi Muhammad ﷺ lahir, 2. Nabi Muhammad ﷺ hijrah ke Madinah, dan tegaknya Daulah Islamiyah, 3. Baginda Nabi Muhammad ﷺ wafat, 4. Diangkatnya Abu Bakar sebagai khalifah atau tegaknya Khilafah Islamiyah yang pertama
Bulan rabu’ul awal ini juga menjadi momentum kebangkitan umat, karena di bulan rabi’ul awal inilah kaum muslimin berhasil menaklukkan kekaisaran Persia di Irak dengan panglima-nya Khalid bin Walid.
Baitul maqdis juga berhasil direbut oleh kaum muslimin di bulan rabi’ul awal dengan panglima-nya Shalahuddin al-Ayubi
Para panglima perang pada saat itu membangkitkan semangat pasukan dengan mengingatkan keagungan bulan rabi’ul awal sebagai bulan kelahiran makhluk yang paling mulia yaitu baginda Nabi Muhammad ﷺ.
Maka di masa kita saat ini, bulan rabi’ul awal juga bisa menjadi momentum untuk kebangkitan umat, yaitu mengajak umat untuk meneladani Nabi Muhammad ﷺ.
Allah SWT berfirman:
{ لَّقَدۡ كَانَ لَكُمۡ فِی رَسُولِ ٱللَّهِ أُسۡوَةٌ حَسَنَةࣱ }
Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagi kalian. [Surat Al-Ahzab: 21]
Imam Ibnu Katsir menyatakan tentang ayat ini:
هَذِهِ الْآيَةُ الْكَرِيمَةُ أَصْلٌ كَبِيرٌ فِي التَّأَسِّي بِرَسُولِ اللَّهِ ﷺ فِي أَقْوَالِهِ وَأَفْعَالِهِ وَأَحْوَالِهِ؛ وَلِهَذَا أُمِرَ النَّاسُ بِالتَّأَسِّي بِالنَّبِيِّ
Artinya: Ayat yang mulia ini adalah dasar yang agung dalam meneladani Rasulullah ﷺ dalam ucapan, tindakan dan keadaannya, maka manusia diperintahkan untuk mengikuti baginda Nabi Muhammad ﷺ.
Para ahli pendidikan menyatakan bahwa makna meneladani adalah meniru, yaitu mencontoh yang dilakukan Nabi dalam segala aspek kehidupan kita. Sehingga janganlah kita mengikuti Nabi hanya dalam sebagian aspek saja, misalnya hanya dalam aktivitas ibadah saja atau dalam aktivitas berumah tangga saja.
Karena Nabi adalah sosok yang sempurna. Beliau adalah seorang Nabi, seorang guru, juga seorang pedagang, beliau adalah seorang suami sekaligus seorang kepala rumah tangga, beliau juga adalah imam dalam beribadah bagi kaumnya, beliau adalah seorang panglima tentara dan beliau juga adalah seorang kepala negara
Dan sejarah mencatat Nabi Muhammad adalah kepala negara sekaligus panglima perang yang pernah memimpin pasukan menghadapi negara Romawi, sebuah imperium besar, sebuah negara adidaya pada zaman-nya.
Kita juga wajib meneladani Nabi dalam akhlak keseharian kita. Karena diutusnya Nabi adalah untuk menyempurnakan akhlak. Sebagaimana sabda Nabi ﷺ:
«إنَّما بعثتُ لأتمم مكارم الأخلاق»
Artinya: “Sesungguhnya aku diutus hanya untuk menyempurnakan keshalihan akhlak.” (HR Baihaqi).
Namun akhlak yang seperti apa yang dimaksud dengan akhlak yang mulia ?
Karena di masing-masing tempat memiliki standar yang berbeda-beda dalam menilai akhlak (perilaku) yang mulia.
Misalnya, di wilayah tertentu ada yang memandang tercela kalau ada orang yang berbicara saat makan, namun di wilayah yang lain menilai sebaliknya, yaitu memandang saat makan adalah waktu yang baik untuk berbincang-bincang.
Maka standar mulianya akhlak itu disebutkan dalam Al-Qur’an
{ وَإِنَّكَ لَعَلَىٰ خُلُقٍ عَظِیمࣲ }
Artinya: Sungguh pada dirimu Muhammad terdapat akhlak yang agung. [Surat Al-Qalam: 4]
Sayidina Ibnu Abbas menjelaskan ayat ini dengan mengatakan:
وَإِنَّكَ لَعَلَى دِينٍ عَظِيمٍ، وَهُوَ الْإِسْلَامُ
Artinya: (Maksud ayat ini adalah:)
Sungguh pada dirimu Muhammad terdapat agama yang agung, yaitu al-Islam
Hal ini dipertegas lagi dengan hadis berikut:
سُئلت عائشةُ عَنْ خُلُقِ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ. قَالَتِ: كَانَ خُلُقُهُ الْقُرْآنَ، تَقُولُ كَمَا هُوَ فِي الْقُرْآنِ.
Artinya: Ummul Mukminin ‘Aisyah ditanya tentang akhlak Rasulullah ﷺ, maka beliau menjawab: akhlaknya Nabi adalah Al-Qur’an. (HR. Ahmad)
Sehingga setiap muslim baik dia pejabat maupun rakyat jelata, yang kopral maupun panglima, yang miskin maupun yang kaya harus memilki akhlak yang mulia, yaitu harusmenyelaraskan perilakunya dengan aturan Islam, yaitu dengan Al-Qur’an.
Kita bisa melihat saat ini akhlak para pejabat dan penguasa sangat jauh dari Al-Qur’an, mereka disumpah menggunakan Al-Qur’an, namun enggan menerapkan Al-Qur’an
Kita bisa melihat saat ini para pejabat memperkaya diri mereka sendiri dengan berbagai gaji dan tunjangan yang mereka buat sendiri aturan dan besarannya gaji dan tunjangan para pejabat ditanggung pajaknya oleh negara, sedangkan rakyat dibebani dengan berbagai macam pajak yang kian hari kian mencekik rakyat.
Sebaliknya dalam Islam tidak mengenal adanya pajak yang terus menerus seperti diterapkan saat ini Rasulullah sebagai kepala negara juga begitu perhatian dan tidak memperkaya dirinya hingga suatu saat selesai shalat Rasulullah buru-buru pulang ke rumah karena teringat ada harta berupa emas yang harus segera dibagikan kepada rakyatnya.
Akhlak Rasulullah yang perhatian kepada rakyat inilah yang diteruskan kepada para sahabatnya para khalifah dari Khulafaur Rasyidin dilanjutkan kepada khalifah dari khilafah bani Umayyah, bani Abbasiyah hingga para khalifah dari Turki Utsmani.
Bahkan pada masa kemunduran kaum muslim, saat itu khilafah Turki Utsmani masih mampu menolong rakyat Irlandia yang sedang dilanda musibah kelaparan. Sultan Abdul Majid saat itu mengirim bantuan di luar batas wilayah negaranya yang non muslim pula.
Sehingga dengan meneladani Nabi dalam seluruh aspek kehidupan, akan terwujud islam rahmatan lil’alamin. Islam yang rahmatnya dirasakan oleh muslim maupun non-muslim, dirasakan rahmatnya oleh seluruh makhluk dari kalangan jin, hewan dan manusia.
Marilah kita jadikan momentum bulan rabi’ul awal sebagi momentum mengajak umat menuju kebangkitan Islam dengan menerapkan Islam secara kaffah. Mengajak umat dalam momentum maulid ini untuk menyelaraskan seluruh aktivitas dan akhlaknya sesuai dengan yang dicontohkan Nabi Muhammad ﷺ yaitu sesuai dengan Islam, sesuai dengan Al-Qur’an dan Sunnah.[]
Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat