MediaUmat – Ketua Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa (FDMPB) Dr. Ahmad Sastra menyatakan dakwah Islam sejatinya bukan sekadar menyampaikan ajaran agama, melainkan proses transformasi sosial, kultural, dan spiritual secara menyeluruh.
“Dakwah Islam sejatinya bukan sekadar menyampaikan ajaran agama, melainkan proses transformasi sosial, kultural, dan spiritual secara menyeluruh,” ujarnya kepada media-umat.com, Senin (9/9/2025).
Dakwah Rasulullah SAW dari Makkah hingga tegaknya Daulah Islam di Madinah, menurut Ahmad, adalah contoh nyata dari dakwah transformasional berbasis ideologi Islam, yang mengubah individu, komunitas, hingga tatanan sosial-politik secara sistemik dan berkelanjutan.
Menurutnya, ada lima prinsip utama dakwah transformasional yang diwariskan Rasulullah SAW. Pertama, berbasis pada perubahan nilai (value-based). Rasulullah menanamkan nilai tauhid, kejujuran, keadilan, dan kasih sayang.
“Perubahan yang bertahan lama hanya bisa terjadi jika dimulai dari perubahan cara berpikir dan keyakinan,” ujarnya.
Kedua, membangun manusia sebagai subjek perubahan (empowerment). Rasulullah SAW tidak hanya memimpin, tapi juga melahirkan kader yang memiliki integritas, kecerdasan, dan daya juang tinggi.
Ketiga, dakwah mengintegrasikan aspek spiritual dan sosial-politik. “Rasulullah mengatur tata kota, hubungan antar komunitas, hingga strategi pertahanan negara. Inilah dakwah ideologis yang membentuk kepribadian Islam,” ungkapnya.
Keempat, dakwah harus kontekstual dan fleksibel. Di Makkah, Rasulullah SAW fokus pada pembinaan dan kesabaran, sedangkan di Madinah beliau membangun dan memimpin.
Kelima, mengutamakan strategi jangka panjang. Seluruh proses dakwah Rasulullah SAW berlangsung dalam tiga fase: pembinaan (tatsqif), perjuangan (kifah), dan penegakan sistem (tamkin).
Menurutnya, prinsip-prinsip itu sangat relevan dengan kondisi umat saat ini. Dunia Muslim tengah menghadapi krisis identitas, degradasi moral, hingga ketimpangan sosial akibat dominasi sistem sekuler.
“Dakwah bukan hanya soal ceramah. Dakwah hari ini harus mampu mengubah sistem berpikir, pola hidup, dan struktur sosial menuju tatanan yang lebih adil, beradab, dan berketuhanan,” tegasnya.
Ia menambahkan, dibutuhkan para dai, pendidik, dan pemimpin umat yang mampu membaca teks sekaligus konteks. “Dakwah modern harus menjadi gerakan intelektual, spiritual, dan politis yang menghidupkan kembali semangat persatuan umat Islam dan penerapan syariah secara kaffah,” tegasnya.
Tiga Marhalah Dakwah
Sejalan dengan itu, sebut Ahmad, pemikir Islam kontemporer Syekh Taqiyuddin an-Nabhani merumuskan tiga marhalah (tahapan) dakwah sebagai strategi menegakkan Islam secara kaffah.
Pertama, marhalah tatsqif (pembinaan dan pendidikan), yaitu membentuk individu berkepribadian Islam melalui halqah, diskusi ideologis, dan pembinaan intensif.
Kedua, marhalah tafa’ul ma’al ummah (berinteraksi dengan umat). Pada tahap ini, dakwah berinteraksi luas dengan masyarakat, membangun opini umum, dan menyadarkan umat untuk kembali kepada Islam sebagai ideologi, bukan sekadar ritual.
Ketiga, marhalah istilamul hukm (penerapan hukum), yaitu menegakkan kembali khilafah Islam dengan dukungan umat dan pertolongan ahlul quwwah (pemangku kekuatan). Peralihan sistem ini dilakukan secara sah dan strategis, bukan dengan kekerasan.
Menurut Ahmad, konsep marhalah ini sejalan dengan strategi Rasulullah dalam mengubah masyarakat jahiliah menjadi masyarakat Islam yang kaffah.
“Marhalah ini menegaskan bahwa dakwah adalah kerja panjang, sistematis, ideologis, dan politis. Tanpa strategi, dakwah akan berhenti pada seremonial, bukan transformasi,” tandasnya.[] Lukman Indra Bayu
Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat