Bukan Kerja Sama, Macron ke Indonesia Kukuhkan Neoimperialisme

MediaUmat Kunjung Presiden Prancis Emmanuel Macron ke Indonesia pada 27—28 Mei 2025 dinilai Direktur Mutiara Umat Institute (MUM) Ika Mawarningtyas sebagai bentuk pengukuhan penjajahan gaya baru atau yang disebut dengan neoimprealisme.

“Sebenarnya ini bukan kerja sama, lebih ke bentuk neoimprealisme yang dilakukan oleh Prancis terhadap Indonesia. Tidak mungkin dana sebelas miliar dolar hanya kerja sama biasa. Di balik itu ada hegemoni yang ingin ditancapkan di negeri ini,” ujarnya dalam siniar Kedatangan Macron dan Pengukuhan Neoimprealisme? di kanal YouTube Tintasiyasi Channel, Kamis (13/6/2025).

Apalagi, katanya, Prancis mengidap islamofobia dan sekuler radikal, tentu tidak mungkin tulus melakukan kerja sama dengan Indonesia, yang merupakan negeri berpenduduk mayoritas Muslim.

“Macron hanya berupaya melakukan infiltrasi liberalisme, sekularisme dan kapitalisme ke Indonesia,” ujarnya.

Tiga Catatan Penting

Menurutnya, setidaknya ada tiga catatan penting yang harus diwaspadai dengan agenda kunjungan Macron bulan lalu. Pertama, eksploitasi sumber energi yang dimiliki Indonesia.

“Kedatangan Macron tidak bisa dilepaskan dari misi kapitalisme yang diembannya. Prinsip dasar ideologi ini adalah eskploitasi sumber daya alam. Atau bahasa kasarnya merampok. Seharusnya SDA dikelola sendiri oleh negara bukan diswastanisasi dan dikapitalisasi negara asing seperti Prancis, Amerika, maupun Cina,” jelasnya.

Kedua, menciptakan ketergantungan Indonesia tehadap Prancis. “Indonesia sebagai negara belum mampu mandiri memproduksi teknologi dan sains dalam bidang transportasi, pangan, kesehatan, telekomunukasi, serta sarana fisik lainnya yang makin canggih. Sehingga Prancis akan menjadikannya sebagai peluang konsumen pasar,” bebernya.

Ketiga, Macron membawa nilai-nilai sekuler (pemisahan agama dari kehidupan), juga liberalisme (kebebasan) dengan cara menggaungkan HAM sebagai nilai universal yang harus diambil.

Akibatnya, kata dia, umat Islam lepas ikatan dengan syariat satu demi satu. “Selain itu, terdapat poin yang sangat menyakitkan umat Islam, yaitu pernyataan Prabowo yang akan membuka hubungan diplomatik dengan Israel jika mereka memberikan kemerdekaan Palestina,” bebernya.

Menurut Ika, solusi dua negara yang ditawarkan Barat dan dianggap Prabowo sebagai solusi satu-satunya adalah penyebab wilayah Palestina makin sedikit. Ucapan Prabowo tersebut juga menunjukkan posisi negeri ini tunduk di bawah kepemimpinan kapitalis Yahudi.[] M Siregar

Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat

Share artikel ini: