Bukan Banyak Anak, Penyebab Kemiskinan Struktural di Indonsia Bersifat Sistemik!

 Bukan Banyak Anak, Penyebab Kemiskinan Struktural di Indonsia Bersifat Sistemik!

MediaUmat.info Membantah anggapan kemiskinan di Indonesia karena banyak anak, Ketua Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa (FDMPB) Dr. Ahmad Sastra menilai penyebab kemiskinan struktural di Indonesia bersifat sistemik.

“Ada kompleksitas dan bersifat sistemik yang menjadi penyebab kemiskinan struktural di negeri ini,” ujarnya kepada media-umat.info, Kamis (1/5/2025).

Menurut Ahmad, karena mencakup kebijakan pemerintah, ketidaksetaraan pendidikan dan kesempatan kerja, serta faktor-faktor sosial seperti diskriminasi dan pengelolaan sumber daya yang buruk. “Bukan karena banyaknya anak dalam sebuah keluarga,” ujarnya.

Ahmad pun menguraikan faktor-faktor dimaksud. Pertama, minimnya akses pendidikan. Pendidikan adalah faktor utama dalam meningkatkan kesejahteraan dan mobilitas sosial. Ketika akses terhadap pendidikan berkualitas terbatas, terutama untuk kelompok miskin, ini menghalangi mereka untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik atau mengembangkan keterampilan yang diperlukan untuk berkompetisi dalam pasar kerja.

“Ketidaksetaraan pendidikan memperburuk kemiskinan, karena generasi berikutnya juga menghadapi tantangan yang sama,” bebernya.

Kedua, struktur ekonomi yang tidak merata. Banyak negara memiliki ekonomi yang terstruktur untuk menguntungkan segelintir kelompok atau individu, sementara mayoritas rakyat tetap miskin.

“Sektor-sektor ekonomi tertentu, seperti pertambangan atau industri besar mungkin berkembang pesat, tetapi tidak menciptakan cukup banyak lapangan kerja bagi masyarakat,” ujarnya.

Ketiga, sistem perpajakan yang tidak adil. Sistem perpajakan yang regresif atau lebih membebani orang miskin.

“Kebijakan perpajakan yang tidak adil, kelompok kaya membayar pajak lebih sedikit dibandingkan dengan kelompok miskin, dapat memperburuk ketimpangan ekonomi,” ucapnya.

Keempat, kebijakan pemerintah yang tidak pro-rakyat miskin, seperti pengurangan anggaran untuk layanan kesehatan, pendidikan, dan bantuan sosial.

“Sistem ekonomi kapitalisme adalah sistem berbasis oligarki yang tidak berpihak kepada orang miskin, bahkan bisa semakin memiskikan orang miskin,” cetusnya.

Kelima, diskriminasi sosial dan rasisme. Diskriminasi berbasis ras, gender, agama, atau kelas sosial dapat memperburuk ketidaksetaraan ekonomi.

“Kelompok-kelompok yang didiskriminasi cenderung memiliki akses terbatas ke peluang ekonomi dan sosial, termasuk pekerjaan yang baik, pendidikan, dan akses ke layanan kesehatan. Hal ini menghalangi mereka untuk keluar dari kemiskinan,” tandasnya.

Keenam, keterbatasan akses terhadap sumber daya alam, seperti lahan pertanian, air, atau sumber daya alam lainnya.

Ketujuh, korupsi dan pengelolaan sumber daya yang buruk. Korupsi yang meluas di pemerintahan dan sektor swasta sering kali menghalangi pembangunan yang adil.

“Indonesia adalah salah satu negara terkorup di dunia yang jelas-jelas telah menyebabkan kemiskinan terstruktur,” tandasnya.

Kedelapan, tingkat pengangguran yang tinggi. Kurangnya pekerjaan yang layak mengarah pada tingginya angka pengangguran, yang membuat banyak orang tetap hidup dalam kemiskinan.

Kesembilan, krisis ekonomi dan ketidakstabilan makroekonomi. Krisis ekonomi yang terjadi secara sistematik atau jangka panjang, seperti resesi, inflasi tinggi, atau defisit anggaran negara, dapat memperburuk kemiskinan struktural.

“Ketidakstabilan ekonomi membuat akses terhadap pekerjaan, pendapatan, dan layanan dasar menjadi semakin sulit, terutama bagi kelompok masyarakat yang lebih rentan,” ungkapnya.

Kesepuluh, pengaruh sejarah kolonial. Pembagian sumber daya yang tidak merata dan penindasan yang terjadi selama periode kolonial sering kali meninggalkan dampak jangka panjang yang memperburuk kemiskinan struktural di negara-negara bekas jajahan.

“Di beberapa negara, warisan kolonial masih berpengaruh pada struktur sosial dan ekonomi yang ada,” bebernya.

Kesebelas, perubahan iklim dan krisis lingkungan. Masyarakat yang bergantung pada sektor pertanian atau perikanan, misalnya, sangat terpengaruh oleh bencana alam, perubahan pola cuaca, atau kerusakan ekosistem yang mengurangi hasil pertanian atau pendapatan mereka.[] Novita Ratnasari

Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *