Bicara Agama Dianggap Politik Identitas, PUI: Salah Besar!

 Bicara Agama Dianggap Politik Identitas, PUI: Salah Besar!

Mediaumat.id – Pimpinan Pergerakan Umat Islam (PUI) KH Achmad Mustain Syafi’i menegaskan bahwa salah besar ketika bicara agama dianggap politik identitas.

“Kok tiba-tiba dianggap bahwa kalau sudah ngomong agama maka itu politik identitas. Itu sangat salah besar,” tegasnya dalam Perspektif PKAD: Fobia Politik Identitas di Tengah Penistaan Nabi Muhammad SAW, Rabu (23/11/2022) di kanal Youtube Pusat Kajian dan Analisis Data.

Politik identitas itu penting, apalagi sebagai seorang Muslim, jelas memiliki dien, punya agama yang harus diperjuangkan. “Sebagaimana orang-orang nasional juga punya identitas, terkait dengan apa yang diperjuangkannya,” katanya.

Ia mengungkapkan kemerdekaan negara ini karena identitas. Dulu para pimpinan ulama, pesantren, dan masjid menjadi tempat pusat pendidikan. “Ketika itu rakyat kecil tidak boleh masuk ke lembaga pendidikan formal milik Belanda maka proses pendidikan ini dilakukan oleh para kiai, para ulama lewat pesantren, mushala, masjid,” ujarnya.

“Nah, proses pencerdasan inilah yang membangun akhirnya Indonesia merdeka,” ungkapnya.

Ia menilai pemerintah hendaknya bergandengan tangan dengan ulama untuk bersama-sama membangun negara. “Ayo bangun negara, bukan malah memusuhi. Selama ini yang terjadi selalu mencurigai apa yang dilakukan oleh para tokoh-tokoh agama ini, melakukan sesuatu yang menurut mereka berbahaya,” ujarnya.

Menurutnya yang berbahaya itu jika pemerintah mencurigai para ulama, para tokoh, para kiai, dan para syaikh. “Jika mereka tidak bersama-sama diajak memikirkan persoalan bangsa, justru sangat berbahaya,” tuturnya.

KH Achmad Mustain mengatakan, lebih baik para ulama dan lainnya bermusyawarah dengan pemerintah mengenai persoalan-persoalan bangsa ini. “Apa beratnya untuk duduk bersama-sama, ayo kita musyawarah terhadap persoalan-persoalan bangsa ini, jangan kemudian membiarkan orang yang menistakan agama dengan seenaknya sendiri,” katanya.

Ia mengkritisi tindakan penistaan agama yang dibiarkan, layaknya pada tahun 1965. Waktu itu, pertunjukan rakyat seperti ludruk, wayang kulit, dan lain-lain memberi judul yang sangat memusuhi Islam. “Contoh judulnya matinya malaikat, sunat khitannya malaikat Jibril. Itu judul-judul yang sangat menohok umat Islam. Itulah yang kita lawan,” ucapnya.

Menurutnya, para ulama sangat membuka diri dalam rangka memikirkan persoalan bangsa. Ulama pun akan melakukan upaya untuk menciptakan keamanan bagi umat (rakyat).

“Rakyat aman, tidak diganggu oleh siapa pun, untuk hal-hal penistaan agama sepertinya Polri atau polisi bisa mengambil tindakan karena bukan delik aduan. Sebenarnya inisiatifnya harus dari mereka. Tangkap!” tuturnya

Ia menambahkan keadaan tersebut (penistaan agama) terjadi saat ini. Rasulullah yang kita hormati dan Allah pun bershalawat kepadanya, dihina dengan hinaan yang sangat menyakitkan.

“Itulah yang membuat para ulama bergerak, saya kira siapa pun yang cinta kepada Rasulullah harus bergerak untuk bersama-sama melakukan kegiatan tindakan, bagaimana kita menjadi tentara-tentara Allah, menjaga Rasulullah,” imbuhnya.

KH Achmad Mustain merasa prihatin atas penghinaan kepada Rasulullah, hanya untuk sebuah guyonan di media sosial hari ini yang mengatakan miras adalah minuman Rasulullah. “Maka kita tidak terima ketika Rasulullah dihina, saya sangat prihatin atas situasi tersebut,” ucapnya.

Para ulama dari berbagai aliansi ini telah melaporkan ke Kapolda Jawa Timur orang yang melakukan penghinaan kepada Rasulullah SAW. “Kapolda Jatim menyampaikan akan terus mengawal proses pelaporan ini sampai ke pengadilan,” pungkasnya.[] Ageng Kartika

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *