Berharap Lebih Baik dengan Reshuffle, Pengamat: Jauh Panggang dari Api

 Berharap Lebih Baik dengan Reshuffle, Pengamat: Jauh Panggang dari Api

Mediaumat.id – Rencana Presiden Jokowi melakukan reshuffle (perombakan) kabinet agar kinerja pemerintah lebih baik dinilai panggang jauh dari api.

“Berkaitan dengan harapan terjadinya reshuffle agar kinerja pemerintah lebih baik tentu jauh panggang dari api,” ungkap Pengamat Kebijakan Publik Dr. Erwin Permana, dalam acara Perspektif PKAD: Reshuffle Kabinet, untuk Rakyat atau Oligarki? melalui kanal YouTube Pusat Kajian Data, Selasa (18/10/2022).

Bagaimana mungkin berharap impact kinerja terhadap kehidupan bernegara, pembangunan ekonomi, pembangunan hukum, keadilan, ketika yang menjadi dasar itu kepentingan politik? Artinya kalau sudah kepentingan politik maka berbagai macam upaya untuk kepentingan politik, partai, kelompok, golongan bisa lebih besar diperoleh. “Bukan untuk kepentingan masyarakat. Masyarakat hanya menjadi komoditas politik,” tegas Erwin.

Ia mencontohkan, selama 8 tahun berkuasa sudah 8 kali melakukan reshuffle. Sebelumnya SBY juga melakukan reshuffle, sehingga reshuffle merupakan hal biasa. “Kita tidak bisa berharap kinerja luar biasa dari hal biasa ini. Terlebih dengan sisa masa jabatan sekitar dua tahun tak cukup untuk menghasilkan kinerja yang apik, yang dampaknya langsung dirasakan masyarakat,” kritiknya.

Pada akhirnya, tegas Erwin, reshuffle ini memang untuk kepentingan oligarki politik yang ada di lingkaran kekuasaan yang menentukan arah Indonesia. “Mereka kongkalikong untuk mendapatkan manfaat-manfaat yang lebih besar,” nilainya.

Sistem Bermasalah

Erwin menilai sudah tujuh kali berganti presiden namun belum menghasilkan sebuah kehidupan ideal. Meski ganti rezim tapi hasilnya sama.

“Kita harus berani jujur mengatakan bahwa sistem yang kita implementasikan bermasalah, sebab rezim yang berkuasa hanya mengikuti sistem yang berlaku. Kalau sistemnya baik output-nya baik, kalau sistemnya buruk output-nya buruk,” tegas Erwin.

Sistem yang dijalankan hari ini, ungkap Erwin, paradigmanya sekuler yang tidak menghasilkan masyarakat ideal. Bukan hanya di Indonesia tapi di seluruh dunia.

“Mungkin orang mengatakan Amerika, Jepang itu maju secara ekonomi, secara teknologi tapi secara kemanusiaan alami kemunduran luar biasa. Pembunuhan, pemerkosaan terjadi setiap detik, kriminalitas tinggi, angka bunuh diri tinggi,” ungkap Erwin.

Menurut Erwin, gambaran masyarakat ideal yang secara pembangunan maju, ekonomi maju, keadilan tertegakkan, manusianya mulia, tidak mungkin didapatkan dari paradigma sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan.

Solusi Sistemik

Menurut Erwin, gambaran masyarakat ideal, sejahtera, berkeadilan, memuliakan manusia, itu hanya ada pada sistem Islam. Hanya saja ketika bicara retorika seperti ini orang akan bilang radikal.

“Siapa yang bilang radikal? Tentunya orang sekuler yang mengidap islamofobia. Padahal Allah mengatakan Al-Quran itu syifa’ (obat). Bukan sekadar obat jiwa tapi juga menyembuhkan penyakit ekonomi, hukum, ketidakadilan, politik yang diderita hari ini,” yakinnya.

Erwin menyayangkan, di tengah ke-bullshit-an ini tidak kunjung ada kesadaran terutama dari kalangan akademisi yang masih saja menginduk pada Amerika, Jepang. Tak kunjung sadar bahwa teladan terbaik adalah Rasulullah SAW yang diteruskan oleh para sahabat dengan peradaban Islamnya yang melahirkan kesejahteraan tingkat tinggi terhadap berbagai macam ras manusia, lintas agama.

“Karena itu kalau kita menginginkan jalan selamat, ganti rezim dan juga sistemnya. Mengharapkan kebaikan pada sistem sekuler ini bagai pungguk merindukan bulan. Semakin lama berharap, semakin putih rambut kita, bahkan sampai mati pun perubahan tidak pernah terjadi,” tegasnya memberi solusi.

Erwin sangat yakin satu-satunya solusi adalah solusi sistemik dengan mengimplementasikan ketatanegaraan khilafah.

“Akidah tauhid sebagai asas ketatanegaraan khilafah melahirkan berbagai macam sistem kehidupan. Sistem ekonomi Islam misalnya memberikan kesempatan kepada semua orang untuk sejahtera. Ketika ada satu orang saja meninggal gara-gara kelaparan cukup menyatakan bahwa kepala negara telah gagal,” bebernya.

Dengan Islam, sebut Erwin, mudah mencari gambaran kehidupan ideal. “Kalaulah kita sulit meniru Rasul karena hidupnya dipimpin oleh wahyu, tapi murid-muridnya Nabi itu manusia biasa yang menjalankan apa yang sudah diwariskan oleh Nabi,” ujarnya.

“Khulafaur Rasyidin selama 30 tahun telah menciptakan gambaran kehidupan bernegara yang ideal. Rahasianya cukup menerapkan apa yang sudah diwariskan Nabi,” bebernya.

Hari ini kaum Muslim bisa melakukan pengulangan yang sama dengan yang dilakukan oleh para sahabat Nabi. “Jika hari ini kita mencontoh Nabi insyaAllah akan mencapai level kehidupan, level peradaban yang sama dengan yang sudah dicapai para sahabat,” pungkas Erwin meyakinkan. [] Irianti Aminatun

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *