Bendungan Renaisans: Senjata Baru Amerika untuk Mematahkan Kemauan Mesir dan Mencegah Pembebasannya dari Ketergantungan

 Bendungan Renaisans: Senjata Baru Amerika untuk Mematahkan Kemauan Mesir dan Mencegah Pembebasannya dari Ketergantungan

Sejak Ethiopia mengumumkan pembangunan Bendungan Renaisans Besar Ethiopia, Grand Ethiopian Renaissance Dam (GERD) di Sungai Nil Biru pada tahun 2011, sebuah kejahatan politik dan strategis besar telah terungkap. Mereka yang jeli melihatnya bukan sekadar fasilitas air atau proyek pembangunan, melainkan sebagai alat kolonial baru yang digunakan Amerika untuk mendominasi kawasan tersebut, terutama Mesir, jantung negeri-negeri Muslim. Mesir dimaksudkan untuk tetap tunduk dan patuh di bawah tekanan ekonomi, politik, dan bahkan terkait air, dalam bentuk perang tidak langsung yang baru.

Terlepas dari retorika resmi Ethiopia tentang “hak atas pembangunan”, kenyataannya Bendungan Renaisans Besar Ethiopia (GERD) bukanlah keputusan independen Ethiopia. Sebaliknya, bendungan ini merupakan hasil dari rencana Amerika yang matang sejak tahun 1950-an, ketika perusahaan Amerika Brown & Root, di bawah pengawasan Biro Reklamasi AS, melakukan studi tentang pembangunan bendungan di Sungai Nil Biru. Lokasi bendungan saat ini ditetapkan sejak saat itu sebagai salah satu proyek paling menonjol yang memungkinkan Amerika untuk memaksakan kendali airnya atas Mesir dan Sudan.

Dengan demikian, bendungan ini, merupakan produk visi Amerika untuk kawasan tersebut, bagian dari perangkatnya untuk menggambar ulang peta subordinasi di Afrika, terutama di Timur. Sebagaimana Amerika merebut sumber-sumber kekayaan di Teluk melalui para penguasa anteknya, kini Amerika mengendalikan hulu Sungai Nil melalui pengaruhnya di Addis Ababa.

Ethiopia tidak lebih dari sekadar alat di tangan Amerika, dimanipulasi dan diatur waktunya sesuai kepentingannya di kawasan tersebut, seperti halnya Amerika mengendalikan rezim Mesir, yang berpura-pura menentang tetapi tidak berani mengambil sikap berprinsip atau keputusan tegas.

Bendungan Renaisans Besar Ethiopia (GERD) tidak dapat dipisahkan dari kebijakan AS yang menyebabkan kelaparan dan penindasan terhadap rakyat Mesir. Air adalah sumber kehidupan, dan menjebak sebagian besar air di balik bendungan ini memungkinkannya mengancam rakyat Mesir dengan kehausan dan mengendalikan keputusan politik serta keinginan mereka.

Amerika mendukung bendungan ini tidak hanya secara finansial, tetapi juga dengan dukungan penuh politik dan diplomatik. Amerika berdiri di setiap forum internasional dan regional untuk menggagalkan segala upaya guna menekan Ethiopia atau memaksanya menandatangani perjanjian yang mengikat. Kini, Amerika merestui penyelesaiannya dan bersiap untuk memanfaatkannya dalam kebijakannya guna menekan rakyat di kawasan tersebut, terutama Mesir dan Sudan.

Rezim Mesir, meskipun mengklaim kedaulatan, belum mengambil tindakan apa pun sejak dimulainya pembangunan bendungan kecuali diizinkan oleh Amerika. Rezim Mesir tidak bergerak ketika Ethiopia mengumumkan pembangunan bendungan pada tahun 2011, tidak bergerak ketika pengisian pertama dimulai, dan bahkan tidak bergerak setelah pengisian keempat. Kini, setelah Ethiopia mengumumkan penyelesaian pengisian, rezim tersebut mengeluarkan pernyataan “keberatan” dan “penolakan resmi”, tanpa mengambil tindakan praktis apa pun. Lebih lanjut, rezim Mesir melanjutkan kerja sama keamanan dan intelijennya dengan Washington dan Tel Aviv, di saat nyawa jutaan orang terancam!

Mengapa? Karena rezim ini bukanlah penguasa sejati, melainkan pegawai negeri dari tuannya, Amerika, yang melaksanakan kebijakan-kebijakannya dan tak pernah melampaui batas, seberat apa pun ancaman yang dihadapi negara ini.

Hal ini berlaku pada semua rezim yang berkuasa saat ini di negeri-negeri Muslim: rezim-rezim dan antek-antek fungsional, yang tidak memiliki kekuatan pengambilan keputusan, mereka hanya beroperasi sesuai dengan agenda Barat dan persetujuan penjajah.

Sungai Nil bukan milik Mesir, Etiopia, atau Sudan sebagai negara-bangsa yang berdiri pascakolonial. Sebaliknya, sungai itu adalah milik umum, yang tunduk pada ketentuan-ketentuannya. Tidak ada entitas yang dilarang keras menahan atau menggunakan airnya untuk memaksakan realitas baru kepada kaum Muslim.

Bagaimana kita bisa bayangkan bahwa Mesir akan ditolak aksesnya terhadap air Sungai Nil, atau bahwa Mesir akan ditahan di balik bendungan yang dikontrol oleh Ethiopia—yang sebenarnya, adalah Amerika—dan bagaimana umat Islam bisa tetap diam terhadap agresi ini, yang bahayanya tidak kurang dari pendudukan militer?!

Jika mengurusi urusan rakyat merupakan tanggung jawab negara, maka mencegah agresi ini merupakan kewajibannya bukan dengan mengajukan keluhan kepada Dewan Keamanan PBB atau mengeluarkan pernyataan protes, melainkan dengan membebaskan kemauan politik dari kendali asing, dan menggunakan kekuatan jika perlu untuk melawan agresor dan merebut kembali hak-haknya. Allah SWT berfirman:

﴿فَمَنِ اعْتَدَى عَلَيْكُمْ فَاعْتَدُوا عَلَيْهِ بِمِثْلِ مَا اعْتَدَى عَلَيْكُمْ﴾

Oleh sebab itu, siapa yang menyerang kamu, seranglah setimpal dengan serangannya terhadapmu.” (TQS. Al-Baqarah [2] : 194).

Masalah Bendungan Renaissance Besar Ethiopia (GERD), seperti halnya semua masalah dan krisis umat, membuktikan bahwa masalahnya bukan hanya terletak pada bendungan, atau di Ethiopia saja, tetapi juga pada ketiadaan negara Islam yang peduli terhadap urusan rakyat, mencegah agresi terhadap mereka, dan menjaga keamanan air, makanan, dan politik mereka.

Maka dari itu, sebagai kewajiban agama dan politik terhadap umat Islam adalah berjuang dengan sungguh-sungguh untuk menegakkan Khilafah Rasyidah ‘ala minhājin nubuwah, yang akan menyingkirkan sekat-sekat pemisah di antara mereka, menyatukan mereka ke dalam satu kesatuan, dan menjadikan sungai Nil sebagai wilayah publik yang dilindungi bagi seluruh rakyatnya.

Wahai orang-orang mukhlis di pasukan Mesir, wahai putra-putra Mesir yang saleh, wahai kalian yang masih memiliki kehangatan iman dan kesatriaan Islam di hati kalian, wahai kalian yang telah bersumpah untuk melindungi Mesir dan rakyatnya, dan menjadi pedang bagi Islam dan bukan cambuk bagi para tiran:

Bukankah sudah waktunya kebenaran diungkap?! Bukankah sudah waktunya kalian berdiri seperti Umar, Khalid, dan Shalahuddin?! Bukankah sudah waktunya kalian menyingkirkan kelompok pengkhianat yang telah menyerahkan leher kita kepada musuh dan menjual air Sungai Nil dengan harga murah di pasar ketergantungan?! Bendungan yang dibangun di hulu Sungai Nil bukan sekadar bendungan, melainkan belati beracun Amerika yang menunggu saat yang tepat untuk menusuk rakyat kalian tepat di inti kehidupan mereka.

Sejarah sedang mencatat, sungguh hari ini Anda memiliki kesempatan yang tidak akan terlupakan: Entah Anda akan tercatat menjadi orang-orang yang melalui tangannya Allah akan menganugerahkan kemenangan dan kekuatan dengan menegakkan hukum Islam dan negaranya, serta memutus hubungan Amerika dengan Mesir dan rakyatnya, atau tetap diam dan tunduk, lalu menanggung dosa kebisuan dan pengkhianatan hingga Hari Kiamat!

Maka jadilah pembela agama ini sebagaimana kaum Anshar di Madinah, kibarkanlah panji-panji Islam, nyatakanlah tumbangnya rezim antek, dan jadikanlah Mesir sebagai titik tolak pembebasan umat dari segala hegemoni dan penjajahan, serta tegakkanlah Khilafah Rasyidah yang akan menjaga air sungai Nil, darah kaum Muslim, dan harga diri mereka.

Inilah saatnya kalian, bangkitlah di jalan Allah sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang yang beriman … Kemenangan telah menanti kalian, dan Allah tidak pernah menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik.

﴿وَمَا لَكُمْ لَا تُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللهِ وَالْمُسْتَضْعَفِينَ …﴾

Mengapa kamu tidak berperang di jalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah …” (TQS. An-Nisā’ [4] : 75).

Kantor Media Hizbut Tahrir di Wilayah Mesir

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *