Atasi Polusi Udara di Jakarta, Aspek Indonesia Sebut Kebijakan WFH Lucu dan Aneh

 Atasi Polusi Udara di Jakarta, Aspek Indonesia Sebut Kebijakan WFH Lucu dan Aneh

Mediaumat.id – Upaya pemerintah mengatasi masalah polusi udara di Jakarta dengan memberlakukan work from home (WFH) atau bekerja dari rumah, dinilai sebagai kebijakan lucu dan aneh.

“Kami menilainya sebagai kebijakan yang lucu dan aneh!” ujar Presiden Asosiasi Serikat Pekerja (Aspek) Indonesia Mirah Sumirat dalam keterangan pers tertulis yang diterima Mediaumat.id, Rabu (16/8/2023).

Kata Mirah, kebijakan yang membuat aparatur sipil negara (ASN) bergiliran bekerja dari rumah atau WFH ini mengada-ngada dan bukan solusi yang tepat mengatasi kualitas udara di Jakarta.

Adalah berawal dari instruksi presiden soal rekayasa cuaca hingga bekerja dari rumah atau WFH untuk mengatasi masalah kualitas udara Jakarta.

Gayung bersambut, Pemprov DKI Jakarta pun bakal memulai uji coba penerapan WFH kapasitas 50% bagi aparatur sipil negara (ASN) mulai September mendatang. Rencananya, uji coba penerapan WFH 50% diterapkan selama 3 bulan.

“Ya percontohan kita coba dulu mungkin tiga bulan,” kata Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono di Balai Kota DKI Jakarta, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Selasa (15/8/2023).

Tak ayal, Mirah pun bingung dengan kebijakan pemerintah ini. “Kajian apa yang dipakai oleh Presiden Joko Widodo hingga bisa menyimpulkan bahwa WFH akan bisa mengatasi polusi udara?” bingungnya.
Berdampak Buruk

Lebih lanjut menurut Mirah, kebijakan ini tidak akan efektif apabila secara jangka panjang dilakukan. Dan justru akan berdampak buruk bagi kehidupan sosial masyarakat.

Apalagi, seperti kata Pj Gubernur Heru sebelumnya, kebijakan ini juga diberlakukan bagi karyawan swasta meskipun sifatnya hanya imbauan. “Nanti untuk imbauan yang swasta silahkan saja pemilik (perusahaan) masing-masing (yang memutuskan),” kata Heru saat dikonfirmasi di Jakarta, Kamis.

Bagi Mirah, hal ini berpotensi membuat banyak pekerja akan kehilangan pekerjaan dan penghasilan. Lebih jauh juga bakal menghambat pergerakan warga serta mengganggu pertumbuhan ekonomi masyarakat.

Lantaran itu ia mengingatkan pentingnya pemerintah baik di tingkat daerah maupun pusat, untuk melibatkan stakeholder terkait sebelum mengambil keputusan yang akan berdampak pada masyarakat.

Termasuk pihak yang berkepentingan di bidang ketenagakerjaan. “Untuk stakeholder ketenagakerjaan, sebelum memutuskan kebijakan WFH, pemerintah perlu melibatkan dan mempertimbangkan masukan dari perwakilan pekerja dan pengusaha yang ada dalam Lembaga Kerja Sama Tripartit,” imbaunya.

Ditambah ia berpesan, apabila kebijakan ini memang diperlukan, tak boleh sedikitpun mengurangi hak pekerja. “Namun saat ini, (sekali lagi) tidak ada urgensinya pemberlakuan WFH apalagi dengan dalih untuk mengatasi polusi udara”, pungkasnya.[] Zainul Krian

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *