Mediaumat.id – Direktur Institut Muslimah Negarawan (IMuNe) Dr. Fika Komara menegaskan apa urusannya (baca: tidak berhak) AS dan PBB mempermasalahkan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Indonesia yang baru. “Apa urusannya Amerika dan PBB mempermasalahkan pasal zina dan kumpul kebo di KUHP!?” ujarnya kepada Mediaumat.id, Kamis (15/12/2022).
Menurut Fika, hal ini sudah menjadi karakter mendasar yang melekat pada negara-negara kapitalis. Sedangkan PBB telah menjadi corong bagi kepentingan negara-negara kapitalis tersebut. Dia mengatakan, tidak hanya Amerika Serikat yang keberatan dengan KUHP baru ini, tetapi negera-negara Eropa juga keberatan, bahkan Australia yang merupakan negara tetangga sampai mengeluarkan travel warning bagi warganya yang mau pergi ke Indonesia.
Fika melihat, inilah yang disebut megafon diplomasi. Negara-negara kapitalis tersebut teriak-teriak untuk menertibkan negeri-negeri Muslim yang menurut mereka tidak sesuai dengan standar HAM. Ironisnya HAM itu hanya berlaku bagi pelaku LBGT dan para pezina. Tapi ketika berbicara tentang penindasan terhadap kaum Muslim di wilayah konflik semuanya diam. “Jadi inilah bentuk standar ganda,” ucapnya.
Demi HAM, kata Fika, penyimpangan seksual pun didukung oleh negara-negara tersebut. Sebab faktor yang paling fundamental dari peradaban Barat adalah nilai-nilai liberalisme atau kebebasan.
Fika mempertanyakan, kenapa baru sekarang ada semangat lepas dari jeratan undang-undang kolonial. Tapi pada faktanya di negeri ini justru banyak produk-produk hukum yang lahir dibidani oleh negara-negara kolonialis seperti Amerika.
Fika menilai, kalau pembuatan undang-undang itu masih membawa semangat liberalisme dan sekuler, maka tidak bisa disebut lepas dari kolonial. Sebab undang-undang ini dibanggakan Kemenkumham sebagai produk hukum yang lepas dari semangat kolonial.
“Kalau mau betul-betul terlepas dari kolonial, kembalilah pada Islam dan terapkan hukum-hukum Islam,” pungkasnya.[] Agung Sumartono