AS Diminta Hentikan Manipulasi HAM demi Kepentingan Geopolitik

Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (AS) merilis laporan tahunan Hak Asasi Manusia (HAM) untuk tahun 2024. Namun, dokumen yang biasanya dijadikan instrumen politik luar negeri itu kini menuai kritik tajam karena dinilai semakin sarat manipulasi dan distorsi.
Amnesty International bahkan menyebut laporan terbaru ini sebagai yang paling bias sepanjang sejarah. Axios (13/8) mencatat bahwa laporan tersebut justru mengabaikan pelanggaran serius mitra dekat AS, sementara mengangkat isu yang menyudutkan lawan politik Washington.
“Demokrasi dan HAM hanyalah topeng bagi AS untuk menutupi wajah buruk kapitalisme. Laporan ini bukan lagi sumber data, tapi sudah menjadi senjata politik,” tegas Dr. Abdullah Robin, pengamat politik internasional.
Menurutnya, penyuntingan besar-besaran oleh Menteri Luar Negeri Marco Rubio memperlihatkan jelas arah politik AS. Kritik terhadap El Salvador dan Israel, khususnya soal pelanggaran HAM di Gaza, dipangkas atau dihilangkan. Sebaliknya, laporan itu lebih keras terhadap Brasil dan Afrika Selatan yang dianggap tidak sejalan dengan agenda Washington.
“Liputan genosida Israel atas rakyat Palestina direduksi, sementara kasus Brasil ditonjolkan hanya karena mengganggu kepentingan geopolitik AS. Ini bukti standar ganda yang sangat vulgar,” tambah Robin.
Human Rights Watch bahkan menyebut laporan HAM terbaru itu sebagai “praktik pencucian dan penipuan” karena terlalu terang benderang membela sekutu AS sembari menekan lawannya.
Robin menegaskan, publik harus menyadari bahwa laporan HAM AS bukanlah refleksi nilai universal, melainkan instrumen untuk memperkuat hegemoni globalnya. “Selama dunia tunduk pada sistem kapitalisme dan demokrasi, standar ganda seperti ini akan terus dipertontonkan. Satu-satunya jalan keluar adalah kembali pada Islam dengan Khilafah sebagai pelindung hak-hak manusia yang sesungguhnya,” pungkasnya.
Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat