APBD Mewah, Rakyat Resah

 APBD Mewah, Rakyat Resah

Oleh: Maman Abdullah

Sorotan artis Leony terhadap APBD Tangerang Selatan 2024 membuka mata publik tentang betapa timpangnya arah pembangunan daerah. Anggaran fantastis digelontorkan untuk souvenir, perjalanan dinas, hingga konsumsi rapat. Sementara bansos untuk rakyat kecil dan perbaikan fasilitas umum justru dipangkas minim.

Fenomena ini bukan hanya di Tangsel. Hampir semua pemda menunjukkan pola serupa: belanja birokrasi gemuk, belanja rakyat kurus. Jalan-jalan desa rusak, sekolah bocor, puskesmas kekurangan sarana, sementara kantor pemerintahan megah berdiri kokoh. Tunjangan pejabat naik, perjalanan dinas lancar, fasilitas penunjang tak pernah kekurangan.

Rakyat menonton dengan getir: uang pajak mereka mengalir deras, tetapi kembali ke masyarakat dalam bentuk layanan dasar begitu kecil porsinya.

Pemimpin adalah Ra’in

Islam memandang kepemimpinan sebagai amanah, bukan privilese. Rasulullah ﷺ bersabda:

كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

“Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.”
(HR. Bukhari dan Muslim)

Nabi ﷺ mengibaratkan pemimpin sebagai penggembala (ra’in). Mengapa? Karena penggembala selalu menjaga gembalaannya agar aman, tidak lalai, penuh kasih sayang, dan bertanggung jawab jika satu saja hilang.

Maka jelas, pemimpin sejati bukan orang yang menikmati anggaran untuk fasilitas pribadi. Ia adalah pelayan yang mengorbankan dirinya demi kesejahteraan rakyat.

Penyakit Sistem Kapitalis

Ketimpangan APBD daerah hari ini adalah gejala penyakit sistemik. Demokrasi kapitalis menjadikan anggaran sebagai “kue” yang dibagi antar-elit, bukan amanah untuk memenuhi kebutuhan rakyat. Pos-pos anggaran administratif selalu menggelembung, sementara belanja modal untuk pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur justru dikerdilkan.

Akibatnya, rakyat semakin sulit mengakses layanan dasar. Kemiskinan, pengangguran, dan ketertinggalan infrastruktur menjadi pemandangan sehari-hari. Ironisnya, pejabat daerah justru sibuk menambah tunjangan, fasilitas, dan proyek mercusuar yang lebih banyak menghasilkan keuntungan politik ketimbang manfaat nyata bagi masyarakat.

Teladan Umar bin Abdul Aziz

Bandingkan dengan masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Hanya dalam dua tahun lebih kepemimpinannya, sistem keuangan Islam mengalirkan keadilan sosial luar biasa. Pajak dan zakat dikelola amanah, prioritas utama diberikan kepada rakyat: membangun infrastruktur, memakmurkan masjid, mencetak guru, dan menjamin kebutuhan fakir miskin.

Hasilnya, negara justru mengalami surplus anggaran. Riwayat mencatat, para amil zakat di masa itu kebingungan mencari penerima zakat karena rakyat sudah sejahtera. Bahkan, kas negara dipakai untuk membebaskan budak, membangun fasilitas umum, hingga membantu masyarakat di luar wilayah Khilafah.

Beginilah wajah kepemimpinan Islam: pemimpin menjadi penggembala yang memastikan rakyatnya makmur, bukan membiarkan mereka terengah-engah menanggung beban.

Jalan Keluar: Kembali pada Syariat

Selama sistem kapitalis menjadi panglima, fenomena APBD timpang seperti ini akan terus berulang. Solusinya bukan sekadar mengganti pejabat atau memangkas pos anggaran seremonial, melainkan mengganti paradigma pengelolaan negara.

Islam telah mewariskan konsep Baitul Mal untuk mengelola harta umat: hasil tambang, energi, hutan, laut, dan sumber daya alam dikelola negara untuk kemaslahatan rakyat, bukan diserahkan ke swasta apalagi asing. Pajak bukan jadi beban permanen, melainkan mekanisme insidental. Sementara zakat dan sumber pendapatan syar’i lain dikelola penuh amanah.

Dengan sistem ini, rakyat dijamin hak-haknya: pendidikan gratis, kesehatan bermutu, infrastruktur merata, dan perlindungan sosial nyata. Pemimpin tampil sebagai ra’in sejati, yang sadar bahwa setiap kebijakannya akan dihisab di hadapan Allah.

Penutup

Sorotan Leony atas APBD Tangsel seharusnya menjadi peringatan keras. Selama uang rakyat diperlakukan sebagai bancakan elit, rakyat akan tetap menderita.

Islam telah memberi teladan melalui kepemimpinan Umar bin Abdul Aziz: negara bisa surplus, rakyat sejahtera, bahkan zakat tidak tersalurkan karena tidak ada yang mau menerima. Itulah bukti sahih bahwa hanya dengan sistem Islam, pemimpin benar-benar menjadi penggembala—menjaga, melindungi, dan menyejahterakan rakyatnya.

Penulis: Magister Pendidikan, Pengasuh Pondok Pesantren Tahfiz Al-Quran Darba II Al-Ukhuwwah, Garut

Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *