Apakah Khilafah seperti Kepemimpinan Vatikan?

MediaUmat – Menjawab pertanyaan apakah khilafah seperti kepemimpinan di Vatikan, Ulama KH Rokhmat S. Labib menerangkan, khilafah itu melaksanakan hukum Islam secara keseluruhan, tidak hanya mengatur soal spiritual.
“Kalau Vatikan itu, standar Vatikan itu adalah kepemimpinan ruhiah, spiritual. Dia hanya membicarakan tentang spiritual, misalnya kegerejaan, pernikahan, seperti itu. Dia tidak mengurus politik, ekonomi, segala macam,” tuturnya dalam Dialog Muharram: Hijrah, Merajut Ukhuwah, Merangkai Peradaban Islam Kaffah, Sabtu (28/6/2025) di YouTube One Ummah TV.
Kiai Labib menerangkan, kepemimpinan seperti di Vatikan itu sudah cukup bagi umat Nasrani karena Nasrani itu akidah ruhiah, spiritual, tidak mengatur soal pengelolaan kekayaan alam, pendidikan, moral, kriminalitas, dan sebagainya.
Sementara khilafah, lanjutnya, itu melaksanakan Islam yang bukan hanya mengatur masalah spiritual, tetapi juga mengatur politik, pendidikan, budaya, pertahanan, perang, dan sebagainya.
“Islam bukan sekadar mengatur urusan-urusan keagamaan tadi, urusan spiritual tadi, tapi juga mengatur politik, pendidikan, budaya, pertahanan sampai perang segala macamnya. Dan itu tidak mungkin diwujudkan dalam bentuk kepemimpinan seperti Vatikan tadi,” ungkap Kiai Labib.
Namun demikian, ia menegaskan, umat Islam butuh pemimpin sebagaimana di Vatikan dalam arti kepemimpinan yang satu untuk seluruh umat Islam sedunia.
“Umat Islam butuh pemimpin seperti itu, dalam artian hanya satu pemimpin,” tegasnya.
Negara yang Satu
Kiai Labib juga menegaskan, persatuan yang dimaksud bukan juga persatuan Islam dalam negara-negara yang berbeda sebagaimana yang diserukan Sayyid al-Afghani karena menurutnya hal itu hanya ilusi.
Ia menegaskan, umat Islam tidak boleh punya dua pemimpin, tidak boleh juga wilayah umat Islam dibagi-bagi menjadi banyak negara.
“Afghani itu muncul pada saat khilafah masih ada. Kenapa dia memunculkan ide itu padahal kekuasaan Islam itu masih ada?” tanyanya.
Kiai Labib menambahkan, pada saat ada kekhilafahan, sebenarnya kekuasaan Islam itu terjaga. “Kapan umat Islam itu tercabik-cabik dalam banyak negara? Setelah Khilafah Utsmaniyyah yang tadinya menguasai seluruh wilayah tadi, itu runtuh,” ujarnya.
Setelah khilafah runtuh, sebut Kiai Labib, barulah wilayah kekuasaan Islam yang sebelumnya satu, terpecah menjadi banyak bagian.
“Jadi begitu runtuh, maka seperti yang tadi dikatakan, wilayah yang tadinya satu itu dipecah-pecah oleh mereka (Barat). Ini bagian Prancis, ini bagian Inggris, ini bagian Belanda. Jadi mereka bagi-bagi kita umat Islam itu dan mereka berkuasa melakukan ketika umat Islam tidak berada dalam satu kekuasaan,” ungkapnya.
Padahal secara syar’i, tegasnya, umat Islam dilarang terpecah, harus dalam satu kepemimpinan.
Ia menerangkan, dalam Islam, larangan lebih dari satu kepemimpinan itu sangat tegas, bahkan sanksinya sangat keras yakni hukuman mati.
“Coba bayangkan, Nabi mengatakan, jika dibaiat dua orang khalifah, bunuh (yang kedua). Jadi kalau hukuman mati. Itu bukan kejahatan ringan, bukan tipiring (tindak pidana ringan), tapi ini tindak pidana berat. Bukan lagi dipenjara setahun dua tahun, tetapi mati. Itu,” ungkapnya.
Kiai Labib mengingatkan, ketegasan sanksi tersebut artinya tegas bahwa umat Islam tidak boleh punya dua pemimpin, tidak boleh wilayah umat Islam dibagi-bagi menjadi banyak negara.
“Hanya boleh satu. Dan itu terwujud setelah Rasulullah SAW hijrah sampai runtuhnya Turki Usmani,” tegasnya.
Menurutnya, hal ini harus ada dalam pikiran kaum Muslim dan harus diperjuangkan.
“Umat Islam harus punya cita-cita itu, harus ada langkah demi langkah yang langkah itu harus mengikuti metode Rasulullah SAW, tegasnya.
Kalau itu dilakukan, sebut Kiai Labib, hasilnya dunia wal akhirah. Berhasil di dunia, di akhirat mendapat pahala. Yang paling penting adalah pahala.
“Karena itu yang kita butuhkan kelak. Semua kita akan kembali kepada Allah SWT dan saat itulah kita akan masuk surga dan itu akan kita dapatkan dengan keridaan Allah SWT. Keridaan itu hanya akan kita dapatkan ketika taat kepada Allah SWT taat kepada syariatnya secara kaffah,” pungkasnya.[] Saptaningtyas
Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat